Istri Hakim Terdakwa Kasus Suap Ungkap Perasaan Sudah Putus Asa

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Istri terdakwa kasus dugaan suap vonis lepas perkara minyak goreng, Raden Ajeng Tumenggung Diah Ayu Kusuma Wijaya, telah hadir di pengadilan sebagai saksi. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2025), Ayu menyatakan perasaannya regarding kasus yang melibatkan suaminya.

Ketua majelis hakim Effendi menanyakan bagaimana perasaan Ayu sebagai istri Djuyamto. Mengaku sudah merasa hopeless, Ayu mengungkapkan pasrah atas perkembangan kasus tersebut. Dia juga mengakui tidak mengetahui bahwa suaminya terlibat dalam pembangunan kantor majelis wakil cabang wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Kartasura. Ayu hanya mengenal bantuan Djuyamto terkait dengan wayang.

Hakim kemudian menanyakan apakah Ayu pernah merasa aneh terhadap profil penghasilan, perilaku, atau sikap suaminya. Ayu menjawab bahwa dia tidak tahu akan adanya bantuan suaminya untuk NU. Saat ditanya apakah orang lain tahu, Ayu hanya mengetahui tentang bantuan untuk wayang.

Dalam sidang selanjutnya, Ayu menuturkan bahwa Djuyamto tidak pernah membicarakan nominal bantuan yang diberikan. Hakim mengungkapkan bahwa jika seseorang suka membantu, tentu membutuhkan dana. Ayu mengakui tidak tahu tentang proses pembangunan kantor majelis wilayah, meskipun dia tahu tentang pembangunan fisiknya.

Akan tetapi, Ayu mengaku tidak tahu berapa besar nominal uang yang digunakan. Hakim kemudian memastikan bahwa Ayu tidak tahu tentang bantuan keuangan untuk majelis wilayah, meskipun dia mengetahui tentang pembangunan fisiknya.

Dalam kasus ini, majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas terhadap terdakwa korporasi migor terdiri dari hakim Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa bahwa Djuyamto, Agam, dan Ali menerima suap dan gratifikasi bersama-sama terkait vonis lepas tersebut. Total uang suap yang diduga mencapai Rp 40 miliar.

Uang suap tersebut diduga diberikan oleh Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei, yang bertindak sebagai pengacara terdakwa korporasi migor. Uang tersebut dibagi antara Djuyamto, Agam, Ali, Muhammad Arif Nuryanta (eks Ketua PN Jakarta Selatan dan eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat), serta Wahyu Gunawan (mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara).

Menurut surat dakwaan jaksa, dari total Rp 40 miliar, Arif menerima Rp 15,7 miliar, Wahyu Rp 2,4 miliar, Djuyamto Rp 9,5 miliar, sementara Agam dan Ali masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.

Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dalam pemerintahan dan keadilan. Tidak hanya mempengaruhi pribadi yang terlibat, tetapi juga mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Meskipun Ayu mengaku pasrah, kasus ini tetap menarik perhatian karena melibatkan berbagai pihak dan jumlah uang yang cukup besar.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan