Kontroversi RUU Perampasan Aset Terancam Jika Tidak Sesuai KUHAP

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat berencana untuk segera menyelesaikan usulan Rencana Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset. Namun, dia menegaskan bahwa RUU ini perlu diselaraskan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk memastikan prosedur hukum berlaku secara holistik.

“Tanpa dasar hukum yang kuat dan menyeluruh, pelaksanaan perampasan aset sangat berisiko menyebabkan kesewenang-wenangan, pelanggaran hak asasi warga negara, serta kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan yang bisa dipertanyakan secara hukum di masa depan,” kata Sudding kepada wartawan, Rabu (17/9/2025). “Oleh karena itu, KUHAP perlu diselesaikan dan diselaraskan dengan RUU Perampasan Aset,” tambahnya.

Sudding menjelaskan bahwa KUHAP merupakan fondasi utama peraturan hukum pidana di Indonesia. Menurutnya, KUHAP berperan sebagai pedoman batasan dan kewenangan bagi aparat penegak hukum. Saat ini, RUU KUHAP sedang dibahas oleh Komisi III DPR, sehingga penyelesaiannya harus menjadi prioritas utama.

“Revisi KUHAP harus diprioritaskan sebelum melangkah lebih jauh ke RUU Perampasan Aset. Hal ini tidak hanya soal prosedur, tetapi juga terkait dengan kepastian hukum, perlindungan hak asasi manusia, dan efektivitas penegakan hukum secara keseluruhan,” ujar Sudding.

Dia juga mengungkapkan bahwa peraturan hukum terkait perampasan aset saat ini tersebar di berbagai undang-undang, seperti Undang-Undang Tipikor, Undang-Undang Tindak Pidana Perdata, dan Undang-Undang Kejaksaan. Sudding menambahkan bahwa RUU KUHAP dapat menjadi solusi untuk mengharmonisasi regulasi-regulasi tersebut.

“Dengan sistem hukum yang harmonis dan seragam, penegakan hukum akan lebih efektif serta menghindari kebingungan dalam pelaksanaannya,” jelas Sudding.

Sudding menegaskan komitmen pihaknya untuk menyelesaikan RUU Perampasan Aset, dengan alasan bahwa RUU ini dan revisi KUHAP akan menjadi langkah penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum Indonesia.

“Tidak berarti kita tidak serius dalam mengejar koruptor dan menindak pidana ekonomi. Namun, pendekatan harus komprehensif,” tegasnya. “KUHAP yang kuat akan menjadikan RUU Perampasan Aset sebagai instrumen hukum yang sah, tidak selektif, dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun moral.”

Menurut penelitian terbaru, harmonisasi peraturan hukum menjadi kunci dalam meningkatkan transparansi dan efektivitas sistem peradilan. Studi menunjukkan bahwa negara-negara dengan regulasi yang konsisten menunjukkan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum. Sebagai contoh, negara-negara seperti Singapura dan Jepang berhasil mengurangi kasus korupsi melalui sistem hukum yang terstruktur dan konsisten.

Dalam konteks ini, relevan untuk mencermati bagaimana harmonisasi regulasi dapat meminimalkan praktik arbitrer dalam penegakan hukum. Sebagai contoh, kasus perampasan aset di negara lain sering dijadikan ajaran untuk Indonesia. Di Singapura, sistem perampasan aset yang teratur telah menunjukkan dampak positif dalam pengadilan kasus korupsi, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi dalam pemulihan aset yang dicurangi.

Dalam upaya membangun sistem hukum yang lebih transparan dan efektif, perlu adanya kerjasama antara pemerintah, legislatur, dan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat akan merasa terlibat dan memiliki keyakinan bahwa sistem peradilan bebas dari kebiasaan buruk.

Dengan begitu, upaya perbaikan hukum ini tidak hanya berfokus pada penguatannya, tetapi juga pada keadilan dan transparansi. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat menuju ke arah sistem hukum yang lebih madani, yang diharapkan mampu menginspirasi generasi muda untuk lebih percaya dan berpartisipasi dalam perbaikan sistem keadilan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan