Penetapan Komisi V DPR dan Kemendes untuk Pembebasan Desa-Lahan Transmigrasi dari Kawasan Hutan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Komisi V DPR RI, bersama Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), telah menyetujui rencana untuk membebaskan semua desa dan kawasan transmigrasi dari status kawasan hutan atau taman nasional. Keduanya mendorong pembuatan regulasi yang komprehensif terkait hal ini.

Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Robert Rouw, mengungkapkan hal ini selama rapat kerja dengan Kemendes PDT dan Kementerian Transmigrasi, yang membahas desa dan kawasan transmigrasi yang berada di dalam kawasan hutan atau taman nasional. Acara tersebut dilakukan di ruang rapat Komisi V DPR RI, Senayan, pada Selasa, 16 September 2025.

Robert Rouw juga menegaskan bahwa Kemendes PDT dan Kementerian Transmigrasi harus meningkatkan koordinasi untuk mempercepat inventarisasi data, verifikasi lapangan, serta proses pembebasan desa dan kawasan transmigrasi dari kawasan hutan atau taman nasional.

Komisi V DPR RI setuju dengan Kemendes PDT dan Kementerian Transmigrasi untuk melaksanakan amanat pasal 98 ayat 6 MD3. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, menyebutkan bahwa pembahasan desa di kawasan hutan sangat penting karena melibatkan hak hidup masyarakat, kelestarian hutan, serta kepentingan pembangunan nasional dan global.

Saat ini, sebanyak 2.966 desa berada di dalam kawasan hutan, sementara 15.481 desa terletak di tepi atau sekitar kawasan hutan. Menurut Yandri, banyak desa yang tidak memiliki status hukum yang jelas, sehingga mungkin menghadapi ketidakpastian administrasi dan kesulitan mengakses program pembangunan.

Selain itu, tumpang tindih antara kepentingan masyarakat, pemerintah, dan perusahaan konsesi dapat mengakibatkan konflik yang berkepanjangan. Warga desa di kawasan hutan sangat bergantung pada hutan untuk kehidupan sehari-hari. Jika tidak segera diselesaikan, masyarakat desa akan tetap miskin secara struktural karena terbatasnya akses ekonomi akibat aturan kehutanan.

“Tekanan ekonomi dapat menginduksi deforestasi, sementara masyarakat desa tidak produktif sehingga kemandirian pangan dan energi tidak tercapai,” kata Yandri. Pihaknya bersama Kementerian/Lembaga terkait akan melakukan pemetaan kembali kawasan hutan sebagai wilayah administrasi pemerintahan desa dan hak milik warga. Kawasan hutan negara yang sudah dikelola masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, budaya, dan agama, akan diubah statusnya menjadi perhutanan sosial atau skema lain yang sesuai.

Yandri juga merekomendasikan penerapan skema enclave wilayah administrasi pemerintahan desa, yang meliputi permukiman warga, fasilitas sosial, dan umum secara menyeluruh. “Jika skema enclave tidak bisa dilakukan, seperti di taman nasional, maka perlu diberikan hak akses atas pemanfaatan dan pengelolaan kawasan hutan untuk kesejahteraan desa dan masyarakat,” tuturnya.

Sementara itu, proses pembebasan desa dan kawasan transmigrasi dari kawasan hutan atau taman nasional memerlukan koordinasi yang kuat antara berbagai pihak. Pemerintah harus segera mengambil tindakan untuk mengatasi masalah ini, karena dampaknya tidak hanya terkait dengan hukum, tetapi juga dengan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Dengan regulasi yang tepat, diharapkan desa-desa tersebut dapat berkembang dengan layak, sementara fungsi hutan tetap terjaga.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan