Indomie Soto Banjar Dilarang di Taiwan, BPOM RI Menerima Lembur Kritik

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Publik saat ini digemparkan dengan kabar dari otoritas Taiwan yang menemukan etilen oksida (EtO) dalam produk mi instan Indomie Soto Banjar Limau Kuit buatan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (Indofood).

Atas peristiwa tersebut, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI), Taruna Ikrar, mengakui bahwa institusi tersebut menghadapi banyak serangan kritik dari masyarakat.Gerakan protes semakin kuat di media sosial. “Ada banyak pertanyaan di situ, salah satunya, ‘Apakah BPOM tidak peduli dengan kesejahteraan rakyat Indonesia?’ demikian kata Ikrar saat diwawancarai di kantor pusatnya di Jakarta, hari Senin (15/9/2025).”

Pihak BPOM membantah dengan menyatakan bahwa mereka sudah mengikuti standar keamanan yang berlaku. “Kami melakukan pengawasan. Standar tentang etilen oksida sudah ada,” ujarnya.

Ketika dibandingkan, Taiwan menetapkan bahwa produk pangan tidak boleh mengandung EtO sama sekali. Sedangkan beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Indonesia, memiliki aturan yang berbeda. Di Indonesia, batas maksimum residu EtO pada makanan olahan ditetapkan 0,01 mg/kg. Hal ini berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 yang mempertimbangkan prinsip As Low As Reasonably Achievable (ALARA) dan regulasi dari negara lain.

Sampai saat ini, Codex Alimentarius Commission (CAC) yang berada di bawah naungan WHO/FAO belum menetapkan batas residu etilen oksida yang maksimal. Ikrar menambahkan, BPOM akan melakukan langkah selanjutnya dengan memanggil produsen, mengerjakan kerjasama dengan otoritas Taiwan, dan mengklarifikasi informasi. Jika Taiwan memang melarang produk tersebut, maka Indonesia tidak dapat memaksakan apa pun, karena Taiwan adalah negara lain. “Kami tetap mematuhi standar yang berlaku,” katanya.

Data registrasi BPOM menunjukkan bahwa produk Indomie Soto Banjar Limau Kuit memiliki izin edar, sehingga produk tersebut masih dapat dijual dan dikonsumsi di Indonesia.

Pernyataan BPOM tentang standar keamanan pangan menimbulkan diskusi. Sementara Taiwan menuntut produk bebas dari etilen oksida, beberapa negara termasuk Indonesia mengatur batas residu yang lebih toleran. Hal ini mengingatkan betapa pentingnya penyesuaian regulasi internasional dalam menjamin keamanan makanan.

Kasus ini juga menunjukkan tantangan yang dihadapi oleh produsen dalam memenuhi berbagai regulasi yang berbeda di berbagai negara. Konsumen di Indonesia mungkin merasa lebih nyaman karena produk masih diizinkan, namun kebingungan terkait perbedaan standar internasional tetap menjadi perhatian.

Perbedaan standar etilen oksida di berbagai negara menunjukkan kompleksitas dalam regulasi pangan global. Konsumen perlu lebih waspada terhadap informasi yang ada dan memahami perbedaan regulasi di berbagai negara. Dalam dunia yang terhubung, kerjasama internasional dalam menetapkan standar keamanan pangan menjadi kebutuhan yang semakin mendesak.

Data terbaru menunjukkan bahwa etilen oksida dapat terbentuk secara alami dalam proses produksi makanan, tetapi jumlahnya sangat terbatas. Penelitian yang dilakukan oleh lembaga internasional menunjukkan bahwa pencapaian standar nol EtO sulit, tetapi upaya untuk mengurangi residu tersebut terus berlanjut.

Ada juga studi yang menunjukkan bahwa paparan etilen oksida dalam jumlah kecil tidak secara langsung berbahaya bagi kesehatan. Namun, keberadaan zat kimia ini tetap menjadi topik yang sensitif karena perubahan regulasi dapat mempengaruhi perdagangan internasional.

Industri pangan di Indonesia perlu meningkatkan pengawasan internal untuk memastikan produk mereka aman dan memenuhi standar internasional. Kerjasama dengan otoritas regulasi lainnya juga akan membantu dalam menyelesaikan masalah seperti ini.

Pernyataan BPOM memperkuat peran institusi dalam menjamin keamanan pangan di Indonesia. Meski ada perbedaan dengan standar Taiwan, upaya untuk menjaga kesehatan konsumen tetap menjadi prioritas. Konsumen diharapkan untuk tetap memantau informasi terkini dan memilih produk dengan standar keamanan yang terpercaya.

Kasus ini juga mengingatkan betapa pentingnya konsumen untuk mengetahui asal produk yang dikonsumsi dan memahami regulasi yang berlaku. Dalam era globalisasi, keamanan pangan tidak hanya menjadi tanggung jawab negara, tetapi juga tanggung jawab bersama antara produsen dan konsumen.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan