Peningkatan Produksi Baja Lokal Dibutuhkan untuk Menghadapi Ancaman Impor

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi negara hingga 6-8%. Salah satu sektor yang dapat menjadi motor pembangunan dan pertumbuhan ekonomi adalah industri baja nasional, yang memiliki potensi besar namun masih dihadang beberapa rintangan. Dengan konsumsi baja yang terus naik karena proyek infrastruktur, hilirisasi industri, dan ekspansi manufaktur, pasar dalam negeri diprediksi akan berkembang pesat. Namun, dewasa ini industri ini masih menghadapi sejumlah tantangan.

Harry Warganegara, Direktur Eksekutif IISIA, menyoroti bahwa industri baja merupakan salah satu pelaku utama pembangunan nasional, yang menghasilkan berbagai produk penting seperti HRC, CRC, HRP, BjLS, BjLAS, baja profil, dan baja konstruksi. Industry ini tidak hanya berperan dalam penyediaan bahan bangunan namun juga memberikan dampak yang signifikan pada lapangan kerja, sektor manufaktur, serta pendapatan pajak dan devisa negara. Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemerintah segera menghentikan impor baja yang mengganggu industri dalam negeri.

Stephanus Koeswandi, Ketua Umum IZASI, mengungkapkan kebimbangan tentang meningkatnya impor baja selama beberapa tahun terakhir. Data menunjukkan bahwa volume impor baja, terutama produk hot-rolled, cold-rolled, dan coated products, telah mencapai 8,72 juta ton, jauh lebih tinggi dibandingkan volume ekspor nasional yang hanya 5,96 juta ton. Hal ini menyebabkan penurunan utilisasi kapasitas produksi domestik hingga kurang dari 40%, angka terendah dalam beberapa tahun terakhir.

Situasi serupa terjadi pada industri hilir, terutama dengan adanya kenaikan impor baja konstruksi prefabrikasi (PEB) yang mencapai 712 ribu ton pada 2024. Stephanus menegaskan bahwa kondisi ini tidak hanya mengganggu stabilitas rantai pasok nasional, namun juga merendahkan daya saing industri baja dalam negeri, yang menjadi bagian penting di berbagai sektor strategis seperti konstruksi, otomotif, dan manufaktur. Untuk mengatasi masalah ini, ia menyatakan bahwa ia sedang belajar dari negara lain, seperti Kanada, yang saat ini menerapkan kuota impor terbuka. Model ini memungkinkan pejabat dan stakeholder untuk menilai apakah impor diperlukan atau tidak dengan transparansi yang jelas.

Industri baja Indonesia memiliki potensi yang besar untuk membimbing pertumbuhan ekonomi, namun ancaman impor harus ditekan dengan kebijakan yang tepat. Dengan pelindungan yang efektif, industri ini dapat berkembang dan menjadi salah satu pilar utama pembangunan nasional.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan