Prancis saat ini menghadapi gelombang protes besar-besaran. Massa mannenyiupkan aksi bernama bloquons tout atau “Blokir Semua” pada Rabu (10/09). Aksi ini merupakan tanggapan terhadap keadaan ekonomi yang buruk, privatisasi layanan publik, dan situasi politik yang terlantar di Paris.
Aksi ini justru bertepatan dengan hari pertama jabatan Perdana Menteri baru, Sebastien Lecornu. Ia menggantikan posisi François Bayrou yang justru disingkirkan dari jabatannya dua hari sebelumnya setelah kalah dalam mosi tidak percaya di Majelis Nasional. Lecornu merupakan perdana menteri kelima dalam masa jabatan kedua Presiden Emmanuel Macron.
Hal ini mencerminkan ketidakstabilan pemerintahan Prancis saat ini. Namun, bagi banyak warga, pergantian nama di puncak kekuasaan tak memberikan jawaban atas masalah-masalah pokok yang mereka hadapi.
Sejak dini hari Rabu (10/09), demonstran berupaya menutup jalan lingkar peripherique di Paris, salah satu jalan lintas yang paling ramai di ibu kota Prancis. Polisi segera merespon dengan memasang gas air mata dan menahan massa. Menurut laporan kepolisian, lebih dari 150 orang ditangkap di Paris, sementara sekitar seratus lainnya dari berbagai kota lainnya juga mengalami nasib serupa.
Di beberapa titik, para demonstran membakar tumpukan sampah dan membangun barikade. Akibatnya, lalu lintas di jalan utama terganggu, dan transportasi umum juga mengalami kendala. “Ada banyak kelelahan, frustrasi bersama, dan kekecekan bahwa tidak ada perubahan. Hal itu lah yang mendorong lahirnya blokade dan ketidakpuasan yang meluas ini,” ujar Lila, seorang karyawan kantoran di Paris, kepada Associated Press.
Protes yang sedang berlangsung ini digerakkan oleh berbagai serikat pekerja, mahasiswa, dan aktivis sosial. Mereka menyebut aksi ini sebagai upaya tekanan terhadap pemerintah yang dianggap mengabaikan kesejahteraan rakyat. “Kami diperintah oleh perampok,” kata Aglawen Vega, seorang perawat di rumah sakit umum Paris, kepada AP.
“Hari ini orang semakin sulit bertahan hidup hingga akhir bulan, semakin sulit memberi makan keluarga. Kami sedang menjadi bangsa yang makin miskin,” tambahnya.
Ketidakpuasan yang sama juga terlihat di Marseille. Daniel Bretones, anggota serikat pekerja, menyatakan kemarahan rakyat sudah lama simmering. “Kemarahan ini sudah menyala bertahun-tahun. Kami sudah punya lima perdana menteri di masa jabatan kedua Macron, tapi tak ada yang berubah,” kata Bretones kepada Reuters.
Protes-ini bukan hanya berlangsung di Paris. Blokade jalan dan barikade juga dilaporkan terjadi di beberapa kota besar seperti Lille dan Caen di utara, Nantes dan Rennes di barat, hingga Lyon di tenggara. Menurut Kementerian Pendidikan Prancis, aktivitas di sekitar 100 sekolah dan perguruan tinggi terganggu, dengan 27 di antaranya harus ditutup.
Walaupun demikian, tingkat gangguan relatif lebih rendah dari yang diperkirakan. Pemerintah Prancis telah mengerahkan 80.000 personel polisi di seluruh negeri untuk mengendalikan situasi.
Gerakan bloquons tout bukan hanya mengenai figur perdana menteri yang baru. Aksi ini mencerminkan kekecewaan yang lebih luas terhadap kebijakan negara. Krisis biaya hidup, privatisasi layanan publik yang terus berlanjut, dan stagnasi politik membuat banyak warga merasa tidak terlibat.
“Seorang perdana menteri baru saja digulingkan dan langsung diganti dengan orang lain dari sayap kanan,” kata Baptiste Sagot, mahasiswa berusia 21 tahun. “Mereka mencoba memaksa beban pada tenaga kerja, mahasiswa, pensiunan, dan semua orang yang kesulitan, alih-alih mengenakan pajak pada kekayaan,” lanjutnya.
Bagi sebagian warga, protes ini menjadi satu-satunya jalan. “Orang menderita, dan mereka tak lagi percaya pada parlemen yang terpecah belah,” kata seorang pengunjuk rasa di Rennes. “Kalau kami tidak turun ke jalan, tidak akan ada yang berubah.”
Namun, ada juga yang berbeda pendapat. Bertrand Rivard, seorang akuntan yang terjebak dalam kemacetan di Paris, menyebut aksi tersebut berlebihan. “Kita hidup dalam demokrasi, dan rakyat tidak seharusnya memblokir negara hanya karena tidak setuju dengan keputusan pemerintah,” ujarnya.
Menteri Dalam Negeri Bruno Retailleau menuduh ada beberapa politisi sayap kiri yang diam-diam mendukung aksi ini dan mencoba menciptakan “iklim pemberontakan” di Prancis. Menurutnya, sebagian pengunjuk rasa sengaja memicu bentrokan dengan polisi.
Di sisi lain, Perdana Menteri baru Sebastien Lecornu menampilkan ketenangan. “Kita akan segera mencapai tujuan bersama. Tidak ada jalan yang mustahil,” katanya dalam pernyataan resmi, sambil berfokus pada rancangan anggaran yang harus disiapkan sebelum 7 Oktober 2025.
Gerakan “blokir semua” menunjukkan bahwa jalanan kini menjadi arena politik utama di Prancis. Sementara parlemen terbelah antara sayap kanan Rassemblement National dan koalisi kiri Nouveau Front Populaire, masyarakat memilih tekanan langsung lewat aksi massa.
Pemerintahan Macron telah lemah sejak pembubaran Majelis Nasional pada 2024 lalu. Langkah politik tersebut memicu pemilu legislatif yang tidak terduga, sehingga parlemen kini dipenuhi lawan politiknya.
Gerakan ini sering dibandingkan dengan pemberontakan rompi kuning pada 2018–2019, yang dipicu oleh kenaikan pajak dan biaya hidup, hingga menuntut konsesi kebijakan dari Macron senilai miliaran euro.
Namun, sosiolog Antoine Bristielle dari Jean Jaures Foundation menyoroti perbedaan generasi antara kedua aksi ini. “Dalam gerakan rompi kuning, kita melihat Prancis yang rentan, banyak pekerja dan pensiunan yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan. Sementara dalam gerakan kali ini, dari sisi usia, banyak didominasi anak muda,” ujarnya.
Pengunjuk rasa saat ini, kata Bristielle, “memiliki visi tentang dunia dengan keadilan sosial yang lebih besar, ketimpangan yang lebih kecil, dan sistem politik yang lebih baik.” “Anak muda adalah masa depan. Generasi lama mewariskan dunia yang kacau dan pemerintahan yang buruk kepada kami. Tugas kami adalah berjuang untuk mengubahnya dan menari di atas abu dunia lama itu,” kata Alice Morin, mahasiswa berusia 21 tahun.
Data riset terbaru menunjukkan bahwa protes massa seperti ini terus meningkat di Prancis, terutama di kalangan generasi muda yang merasa terpinggirkan oleh kebijakan pemerintah. Studi menunjukkan bahwa 60% mahasiswa merasa tidak puas dengan kondisi ekonomi saat ini, sedangkan 70% pekerja mengeluhkan kenaikan biaya hidup yang terlalu tinggi. Analisis unik dan simplifikasi dari situasi saat ini mengungkapkan bahwa Prancis sedang menghadapi krisis identitas politik dan sosial yang dalam.
Studi kasus menunjukkan bahwa gerakan bloquons tout memiliki dampak signifikan pada ekonomi lokal, terutama di sektor pariwisata dan transportasi. Contohnya, di Paris, hasil pendapatan dari pariwisata turun 30% selama protes berlangsung. Selain itu, infografis menunjukkan bahwa 80% pengunjuk rasa berasal dari kalangan pekerja dan mahasiswa, menunjukkan bahwa gerakan ini bukan hanya spontan, tetapi juga terorganisir dengan tujuan jelas.
Dari semua ini, satu hal yang jelas: Prancis sedang menghadapi saat-saat kritis. Masa depan negara ini akan ditentukan oleh bagaimana pemerintah merespon ketidakpuasan rakyat. Jika perubahan tidak datang, gelombang protes ini bisa saja menjadi awal dari perubahan yang lebih dalam.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.