PR Menkeu Purbaya: Upaya Mewujudkan Disiplin Fiskal dan Mengatasi Ekonomi Gelap

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Purbaya Yudhi Sadewa kini memiliki tugas besar sebagai Menteri Keuangan baru setelah menggantikan Sri Mulyani Indrawati. Salah satu permasalahan utama yang harus dia tangani adalah meningkatkan pendapatan negara melalui pajak. Ahli ekonomi berpendapat bahwa Purbaya perlu juga memerangi praktik penghindaran pajak atau ekonominya yang tidak tercatat secara resmi.

Wijayanto Samirin, seorang ekonom dari Universitas Paramadina, mengutip data dari Ernst & Young Global yang menunjukkan bahwa porsi ekonomi gelap di Indonesia mencapai 23,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB). “Sehingga, hampir satu perempat dari PDB kita terdiri dari aktivitas yang tidak resmi, seperti barang yang masuk melalui jalur ilegal, produk legal yang tidak membayar pajak, atau produk yang secara hukum sudah dilarang seperti narkoba. Indonesia hanya sedikit lebih baik dari India yang memiliki persentase 25,6%,” kata dia dalam seminar virtual “Reshuffle Menyembuhkan Ekonomi?” pada Rabu (10/9/2025).

Menurut Wijayanto, ekonomi gelap ini juga merugikan industri dalam negeri. Jika bisa diubah menjadi ekonomi resmi, potensinya sangat besar untuk pendapatan pajak negara. “Jika kita ambil rasio pajak 10%, dari sekitar Rp 5.000 triliun, negara bisa mendapatkan hampir Rp 500 triliun,” katanya.

Ia juga menekankan pentingnya Purbaya melanjutkan kebijakan disiplin fiskal seperti yang dilakukan Sri Mulyani. Disiplin ini sangat penting agar pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap tepat sasaran. “Sri Mulyani sangat disiplin dalam hal ini, tapi tekanannya luar biasa. Jadi, siapa pun yang menjabat sebagai Menteri Keuangan, tantangan mereka sama: menjaga disiplin fiskal,” tambahnya.

Sementara itu, Eisha Maghfiruha Rachbini, Direktur Program di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), mengungkapkan bahwa reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto membawa tantangan khusus dalam pengelolaan dan penerimaan anggaran negara. Program-program pemerintah yang mengonsumsi banyak anggaran, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), meringkas ruang keuangan negara. Terlebih lagi, jumlah kementerian dan lembaga yang bertambah membuat kabinet semakin besar.

“Program-program tersebut butuh dana yang cukup besar. Sementara penerimaan non-pajak turun karena kondisi komoditas dan faktor lain yang tidak sebaik beberapa tahun lalu. Bahkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) kita juga menurun,” katanya.

Eisha menambahkan bahwa reshuffle kabinet diharapkan memberikan dampak positif pada kinerja ekonomi melalui program prioritas yang efektif, tepat sasaran, dan konsisten. Beberapa langkah yang dia saran adalah:

Pertama, meningkatkan kredibilitas pemerintah dengan mengembalikan kepercayaan masyarakat dan pasar agar kebijakan fiskal bisa mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas makroekonomi.

Kedua, mengevaluasi struktur belanja negara, termasuk mendorong keadilan fiskal antara pusat dan daerah. Alokasi dana pendidikan minimal 20% harus dimanfaatkan dengan optimal untuk infrastruktur, kualitas pendidikan, dan kesejahteraan guru.

Ketiga, meningkatkan rasio pajak dan mengurangi beban utang dengan mendorong produktivitas sektor riil yang memiliki efek positif ganda pada daya beli masyarakat.

Keempat, arahkan kebijakan fiskal pada program yang bisa memberdayakan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong sektor produktif sehingga kesejahteraan masyarakat bisa meningkat secara berkelanjutan.

Setelah beberapa dekade, Indonesia masih memenangkan tantangan dalam meningkatkan pendapatan pajak dan mengelola anggaran negara dengan bijak. Disiplin fiskal dan kebijakan yang tepat sasaran tidak hanya akan mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan langkah-langkah yang tepat, kita bisa memastikan masa depan yang lebih stabil dan berkelanjutan untuk bangsa ini.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan