Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan faktor-faktor utama yang mengarah pada krisis moneter tahun 1997-1998, peristiwa yang memberikan dampak besar pada stabilitas ekonomi Indonesia. Saat itu, negara masih belajar mengelola situasi ekonomi yang belum pernah dialami sebelumnya.
Meskipun Purbaya telah terjun dalam dunia ekonomi sejak tahun 2000, ia masih mengaku mempelajari masalah-masalah ekonomi dengan lebih dalam sejak 1995. Namun, sebelum ia selesai sekolah pada 1998, krisis ekonomi sudah memporak-porandakan negara. Pada 2000, pertumbuhan ekonomi masih sangat rendah, mendekati angka nol, tetapi dengan dukungan dari Presiden SBY, pertumbuhan bisa ditingkatkan hingga hampir 6%.
Menurut Purbaya, krisis moneter pada 1997-1998 dimulai dari kerusakan ekonomi di beberapa negara Asia, termasuk Thailand dan Korea, tetapi Indonesia justru menjadi negara yang paling terkena dampak. Untuk menemukan penyebab krisis tersebut, ia melakukan analisis mendalam dengan mengacu pada pengalaman krisis di Amerika Serikat pada 1930, yang juga telah banyak dibahas oleh ekonom terkemuka seperti pemenang Nobel.
Dalam kajian tersebut, Purbaya menyebutkan bahwa ketika krisis melanda AS, suku bunga sudah sangat rendah, bahkan mencapai angka nol persen. Namun, ekonomi masih tidak bisa bergerak karena peredaran uang primer yang tidak mencukupi. Hal ini menyebabkan sistem ekonomi tersendat dan perekonomian mulai terpuruk.
Salah satu kesalahan yang dilakukan oleh Indonesia saat krisis 1997-1998 adalah menaikkan suku bunga hingga 60% untuk menjaga nilai rupiah. Namun, kebijakan ini justru menimbulkan inflasi yang tinggi. “Kita mencetak uang yang tumbuh sebesar 100%, sehingga kebijakan kami menjadi kontradiktif. Apakah kita ingin kebijakan uang ketat atau longgar?” kata Purbaya.
Menurut Purbaya, kebijakan tersebut menjadi awal kehancuran ekonomi Indonesia pada 1998. “Jika kita membuat kebijakan yang kacau, maka akibatnya akan menimbulkan masalah-masalah yang lebih besar. Suku bunga tinggi menghancurkan sektor riil, dan uang yang banyak dipakai untuk menyerang nilai tukar rupiah. Kita malah membiayai kehancuran ekonomi sendiri tanpa sadar,” tambahnya.
Meskipun demikian, Purbaya menegaskan bahwa kekacauan yang terjadi bukan karena kelalaian para ekonom pada masa itu, melainkan karena Indonesia belum pernah menghadapi kondisi serupa sebelumnya. “Kita belum pernah mengalami situasi seperti ini sebelumnya, sehingga kita belum tahu bagaimana menanganinya. Namun, pada 2008 saat terjadi Global Financial Meltdown, kita sudah bisa menyesuaikan kebijakan dengan lebih baik,” katanya.
Krisis moneter 1997-1998 menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia untuk membangun stabilitas ekonomi yang lebih kuat. Purbaya mengingatkan bahwa pengalaman tersebut menunjukkan pentingnya kebijakan ekonomi yang konsisten dan terkoordinasi, serta kebutuhan untuk siap menghadapi tantangan ekonomi global.
Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.