Marcella Santoso Kembali Adu Dosa Migor: Dihujani Pecundang Soal Ancaman

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pengacara Marcella Santoso mengungkapkan bahwa terdakwa kasus suap vonis lepas perkara minyak goreng (migor), Wahyu Gunawan, telah mengancam suaminya, Ariyanto Bakri, dengan kata-kata ‘pasang leher’ jika tidak menyediakan uang sebesar Rp 60 miliar. Pernyataan ini disampaikan saat Marcella menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/9/2025). Terdakwa dalam sidang ini meliputi Muhammad Arif Nuryanta, Wahyu Gunawan, hakim Djuyamto, hakim Agam Syarief Baharudin, dan hakim Ali Muhtarom.

Marcella menjelaskan bahwa ancaman itu disampaikan Wahyu sebagai panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara melalui video call ke Ariyanto. Wahyu mengharapkan agar Ariyanto langsung turut serta dalam penyiapan uang tersebut, bukan melalui pihak ketiga. Dalam obrolan tersebut, Wahyu juga menyatakan bahwa jika uang tidak disiapkan, Marcella dan Ariyanto akan menghadapi konsekuensi serius.

Selain itu, Wahyu menyerukan agar uang suap tersebut disiapkan dengan segera dan ancam bahwa jika tidak, bisnis penjualan minyak mereka akan ditutup. Marcella juga mengungkapkan bahwa Wahyu meminta uang sebesar Rp 60 miliar, yang dibagi menjadi Rp 20 miliar per korporasi. Ariyanto terkejut mendengar permintaan tersebut.

Dalam lanjutan sidang, hakim meminta jaksa untuk melanjutkan pertanyaan terkait uang suap Rp 60 miliar. Marcella mengaku tidak mengetahui asal mula perhitungan uang tersebut dan hanya mendengar dari percakapan antara Wahyu dan Ariyanto. Jaksa juga menanyakan apakah uang suap tersebut telah disepakati bersama dengan putusan hukum, namun Marcella kembali mengatakan bahwa informasinya hanya dari video call sebelumnya.

Majeslis hakim yang menjatuhkan putusan lepas kepada terdakwa korporasi migor dipimpin oleh hakim Djuyamto, dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa bahwa Djuyamto, Agam, dan Ali menerima suap dan gratifikasi berkaitan dengan putusan tersebut. Total uang suap yang diterima diduga mencapai Rp 40 miliar, yang dibagi antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

Menurut surat dakwaan jaksa, dari total suap Rp 40 miliar, Arif didakwa menerima Rp 15,7 miliar, Wahyu Rp 2,4 miliar, Djuyamto Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali masing-masing Rp 6,2 miliar.

Kasus ini mengungkapkan betapa seriusnya problem korupsi di lingkungan peradilan, terutama dalam perkara yang melibatkan bisnis skala besar seperti migor. Ancaman dan suap yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu menunjukkan adanya kekhawatiran serius terkait keadilan dan transparansi dalam proses hukum. Dalam kasus seperti ini, penting bagi masyarakat untuk tetap waspada dan memantau perkembangan proses hukum agar keadilan dapat tercapai dengan adil.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan