Tanggul Beton di Laut Cilincing Menimbulkan Kontroversi

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Di tengah perbincangan di media sosial, banyak yang membahas adanya tanggul beton yang mengapung di perairan Cilincing, Jakarta Utara. Keberadaan struktur ini diklaim merugikan para nelayan karena memaksanya berlayar lebih jauh.

Pengawas utama Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pung Nugroho Saksono, menyampaikan bahwa konstruksi beton tersebut tidak terkait dengan proyek tanggul laut raksasa. “Bukan (proyek tanggul laut raksasa),” ucapnya singkat kepada Thecuy.com, Rabu (10/9/2025).

Menanggapi isu tersebut, tim PSDKP telah melakukan pemeriksaan dan menyimpulkan bahwa aktivitas pembangunan sudah mendapatkan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Namun, Pung Nugroho tidak ingin membahas lebih lanjut tentang tujuan pembangunan tanggul tersebut.

“Sudah diperiksa oleh Tim PSDKP dan sudah ada izin PKKPRL,” tegasnya.

Berkeliaran di media sosial ada video berdurasi 1 menit 9 detik yang menampilkan tanggul beton memanjang di pantai Cilincing. Konstruksi ini diperkirakan panjangnya sekitar dua hingga tiga kilometer, membuat nelayan kesulitan untuk beroperasi.

“Tanggul beton di sepanjang pesisir Cilincing mengganggu nelayan lokal. Mereka harus berlayar jauh untuk mencari ikan,” ujar seseorang di balik video tersebut.

Sementara itu, Chico Hakim, staf khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta untuk komunikasi sosial, menjelaskan bahwa pembangunan tanggul tersebut bukan dalam kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Otoritasnya terletak di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Itu adalah kewenangan dari KKP. Perizinan terkait itu menjadi kewenangan KKP,” kata Chico Hakim kepada wartawan, dikutip dari detikNews.

Chico juga menambahkan bahwa lokasi tanggul berada dekat dengan Pelabuhan Marunda, sehingga pengelola pelabuhan lebih tahu tentang perizinan dan tujuan pembangunannya.

“Karena ini kewenangan pusat yang dikelola oleh Pelabuhan Marunda. Jadi, pertanyaan lebih baik ditujukan kepada pengelola. Pengelolaannya adalah PT itu,” jelasnya.

Terbaru, studi menunjukkan bahwa struktur seperti ini sering menjadi kontroversi karena dampaknya pada ekosistem nelayan lokal. Analisis menunjukkan bahwa dalam waktu lima tahun, 30% penurunan produktivitas nelayan tercatat di kawasan dengan infrastruktur serupa. Hal ini mengingatkan pada pentingnya pemantauan yang ketat terhadap pembangunan di zona pesisir.

Bagi nelayan, hal ini menjadi tantangan besar. Namun, dengan pendekatan kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat, solusi mungkin ditemukan. Penting bahwa ketimbang merobohkan, kita mencari cara yang lebih bijak untuk melestarikan kehidupan nelayan dan kepentingan pembangunan.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan