"Israel Mengesatkan Palestina Kesalahan Serius, Akan Tanggapi Secara Sempat"

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, menggambarkan upaya internasional terkini untuk mengakui Palestina sebagai negara sebagai “kesalahan besar”. Dia menegaskan bahwa langkah tersebut dapat menimbulkan tindakan sepihak dari pihak Israel.

Beberapa negara, di antaranya Prancis dan Inggris, telah menunjukkan niat untuk mengakui Palestina secara resmi selama Sidang Majelis Umum PBB ke-80 yang dijadwalkan berlangsung bulan ini. Hubungan antara Israel dan Prancis semakin dingin sejak Presiden Emmanuel Macron mengumumkan rencana Prancis untuk mengakui Palestina dan menjadi tuan rumah bersama Arab Saudi dalam konferensi dua negara di PBB pada Juli lalu.

Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menyatakan bahwa Inggris akan mengikuti langkah Prancis dalam mengakui Palestina jika Israel tidak setuju dengan gencatan senjata dalam konflik Gaza. Kritikan terhadap Prancis dan negara lain yang berencana mengakui Palestina diungkapkan oleh Saar dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Denmark, Lars Lokee Rasmussen, selama kunjungannya ke Israel. “Negara seperti Prancis dan Inggris yang mendorong pengakuan ini telah membuat kesalahan besar,” ujar Saar. Dia menambahkan bahwa langkah tersebut akan menghambat proses perdamaian dan mengganggu stabilitas regional. Selain itu, akan mendorong Israel untuk mengambil keputusan sepihak.

Belum jelas apa yang dimaksud dengan “keputusan sepihak” yang dimaksud oleh Saar. Namun, pernyataannya muncul setelah pemerintah Israel menyetujui pembangunan proyek permukiman baru, termasuk proyek E1 yang kontroversial di Tepi Barat, wilayah yang diduduki Israel sejak 1967. Proyek E1, yang berlokasi di sebelah timur Yerusalem, jika direalisasikan, akan membagi Tepi Barat menjadi dua. Bezalel Smotrich, Menteri Keuangan Israel, menyatakan bahwa proyek ini akan “mengubur ide negara Palestina.” Ia juga mendorong Israel untuk mencaplok sebagian besar wilayah Tepi Barat agar “tak ada lagi ide pembagian tanah kita yang kecil dan pendirian negara teroris di tengahnya.” Komunitas internasional telah memperingatkan bahwa proyek E1 akan merusak kelangsungan Palestina di masa depan, dengan semua permukiman Israel di Tepi Barat dianggap ilegal menurut hukum internasional.

Terbaru, data menunjukkan bahwa konflik di Tepi Barat terus mempengaruhi stabilitas regional. Studi menunjukkan bahwa pengakuan Palestina oleh negara-negara Barat dapat mempercepat proses perdamaian atau justru memburukkannya, tergantung bagaimana tindakan berikutnya. Pemerhatian ini menegaskan bahwa diplomasi internasional masih memiliki peran penting dalam menyelesaikan konflik Palestina-Israel.

Dalam kasus serupa, upaya pembangunan proyek E1 di masa lalu telah menimbulkan protes internasional. Contohnya, pada 2012, EU menghentikan bantuan ke proyek di Tepi Barat setelah Israel melanjutkan ekspansi permukiman. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan Israel dalam mengembangkan Tepi Barat selalu menjadi poin kontroversi.

Di sisi lain, banyak analis berpendapat bahwa pengakuan Palestina oleh lebih banyak negara dapat mendorong Israel untuk lebih serius dalam mencapai solusi dua negara. Namun, kondisi saat ini menunjukkan kompleksitas yang tinggi, di mana setiap langkah diplomasi atau militer dapat mengubah dinamis konflik ini.

Dengan demikian, solusi yang sehat dan berkelanjutan masih sulit dicapai tanpa kompromi yang signifikan dari kedua belah pihak. Keberhasilan negosiasi dependensikan pada keinginan untuk berdamai, dan ini membutuhkan keyakinan bahwa kedua pihak akan mendapatkan keuntungan yang sama dari perdamaian.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan