Pencarian 9 Warga Negara Indonesia di Mozambik Setelah Kapal Terbakar dan Logistik Darurat Dikirim

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kapal gas Falcon yang sedang berada di perairan Mozambik mengalami kebocoran setelah terlaksana tabrakan dengan kapal nelayan. Dalam peristiwa ini, sembilan awak kapal berkewarganegaraan Indonesia (WNI) masih berada di atas kapal. Duta Besar Republik Indonesia (RI) di Maputo, Kartika Candra Negara, mengungkapkan bahwa kondisi kapal saat ini masih terjaga stabil, meskipun mengalami kerusakan.

Menurut kartika, hingga Sabtu malam waktu setempat, semua kru masih dalam keadaan sehat. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) terus memantau situasi dengan monitor 24 jam. Kapal tanker gas Falcon, yang mengalami kerusakan akibat tabrakan, tetap dapat terjaga stabilitasnya. Informasi ini disampaikan Kartika saat dihubungi pada Minggu, 7 September 2025.

Ketika ini, sembilan ABK WNI tersebut telah selama 10 bulan tidak dapat turun ke daratan. On Friday, Kartika menuturkan bahwa logistik, termasuk makanan, air, dan bahan bakar, telah dikirimkan ke kapal pada Jumat, 5 September, untuk memenuhi kebutuhan selama tujuh hari ke depan.

Kartika juga mengungkapkan bahwa pemilik kapal telah berjanji untuk mengirimkan awak kapal pengganti. Tujuan ini agar para ABK yang saat ini berada di atas kapal dapat segera dievakuasi. Kemlu RI terus meminta Otoritas Pelabuhan Beira untuk mengizinkan penurunan awak pada kesempatan pertama yang tiba.

Kapal gas Falcon mengalami kerusakan setelah menerima tabrakan dari kapal lain. Satu dari ABK yang berada di kapal, Andarias Aris, mengatakan bahwa kapal mereka ditabrak oleh kapal nelayan sekitar pukul 01.45 waktu setempat pada Rabu, 3 September. Tabrakan tersebut menyebabkan kebocoran pada lambung kapal.

Andarias juga berbagi video yang menunjukkan air telah masuk ke bagian lambung kapal. Ia menuturkan bahwa kondisi seluruh WNI yang ada di atas kapal masih dalam keadaan aman. Mereka menunggu bantuan dari pihak otoritas setempat, namun sampai saat ini belum mendapatkan bantuan yang diharapkan.

Informasi lebih lanjut, sembilan ABK ini berangkat dari Jakarta menuju Mozambik pada 7 Oktober 2024 dan tiba pada 24 Oktober 2024. Setelah membongkar muatan, otoritas maritim setempat melaporkan menaiki kapal. Otoritas setempat juga disebut menahan dokumen dan ijazah para ABK. Sejak saat itu, para WNI terus berada di atas kapal dan tidak diperbolehkan untuk turun ke daratan. Kemlu RI berusaha untuk memulangkan mereka.

Yudha Nugraha, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia di Kemlu, mengatakan bahwa kasus ini telah ditangani sejak KBRI Maputo menerima pengaduan dari awak kapal WNI pada 15 Januari 2025. Kasus ini berawal dari pembayaran gaji yang belum diterima selama tiga bulan oleh Gator Shipping sebagai pemilik kapal. Masalah tersebut diketahui telah diselesaikan pada Februari 2025. Kesembilan awak WNI kemudian menyatakan keinginan untuk sign off pada April 2025. Sign off adalah proses pengakhiran masa tugas seorang pelaut, yang ditandai dengan penandatanganan di buku pelaut oleh pihak berwenang.

Keinginan untuk sign off itu dipicu oleh pembayaran gaji yang kembali berhalangan-halangan dan suplai logistik yang menipis. Sekarang, Pemerintah Indonesia melalui Kemlu dan Kemenhub sedang berkoordinasi dengan perusahaan yang menyewa sembilan ABK tersebut untuk memproses sign off mereka secepatnya. Tiga KBRI dan satu KJRI terlibat dalam upaya ini untuk membantu.

KBRI Roma terlibat karena pemilik kapal terdaftar di Italia. KJRI Dubai terlibat karena kontrak kerja ditandatangani dengan perusahaan yang terdaftar di Uni Emirat Arab (UEA). KBRI London terlibat karena menangani kerja sama Indonesia dengan IMO (International Maritime Organization), dan KBRI Maputo terlibat karena berada di wilayah tempat kapal saat ini telantar.

Meskipun situasi sulit, upaya pemerintah dan koordinasi internasional menunjukkan komitmen untuk memastikan keselamatan dan kewajiban hukum dari para pelaut Indonesia. Hal ini juga mengingatkan pada pentingnya perlindungan dan perlindungan hukum bagi para pelaut dalam menjalankan tugas mereka di laut.

Pemerintah dan pihak terkait terus berusaha untuk menyelesaikan masalah ini dengan segera, memastikan keselamatan dan kenyamanan para ABK. Kasus ini juga menjadi pembelajaran berharga tentang pentingnya perlindungan hukum dan kesejahteraan pelaut dalam industri maritim global.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan