Pembenahan DPR Dimulai dengan Reformasi Partai Politik

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Masyarakat Indonesia telah menunjukkan kemarahan yang tinggi terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota-anggotanya selama lebih dari dua pekan. Semuanya dimulai dari penayangan suasana ria di sela Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), terus berlanjut dengan tanggapan dan narasi yang digunakan untuk menanggapi berbagai kritik yang ditujukan kepada DPR. Akibatnya, berbagai unjuk rasa pecah di berbagai daerah, tidak hanya di Jakarta. Permintaan untuk menghapus tunjangan perumahan anggota DPR bahkan berkembang menjadi seruan untuk membubarkan DPR yang ramai dilihat di media sosial dan alat peraga pengunjuk rasa. Setelah beberapa hari unjuk rasa yang menewaskan korban jiwa dan terindikasi adanya unsur penumpang gelap—terlihat dari perusakan fasilitas umum dan penjarahan—akhirnya sejumlah anggota DPR dinonaktifkan sejak 1 September 2025. Selain itu, keputusan untuk menghapus tunjangan perumahan anggota dewan juga diambil.

Masyarakat merasa lega dengan Presiden Prabowo yang terbuka terhadap kritik dan koreksi, sehingga tuntutan masyarakat tidak hanya didengarkan tetapi juga diikuti dengan aksi konkret. Namun, apa pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa besar ini di bulan kemerdekaan? Apa yang mendorong masyarakat untuk meninggalkan rumah, kampus, dan tempat lainnya untuk berkumpul di depan gerbang DPR?

Meskipun dapat dipahami kemarahan masyarakat yang mengarah pada tuntutan pembubaran DPR, masalah utama tidak sepenuhnya terletak pada DPR sebagai lembaga. Sebenarnya, peran sentral dimainkan oleh partai politik dalam menempatkan anggota DPR yang kredibel, kapabel, dan akuntabel. Khusus dalam hal akuntabilitas, masyarakat mengharapkan anggota dewan tidak hanya setia kepada partainya, tetapi juga bertanggung jawab kepada pemilihnya.

Ini merupakan moment yang tepat bagi para pengurus partai politik untuk melakukan otokritik diri sendiri, karena mereka belum berhasil melahirkan calon pemimpin yang diharapkan masyarakat. Ada kesenjangan antara harapan dan aspirasi publik dengan kinerja para wakil di parlemen. Partai politik memiliki tugas besar untuk mengorganisir kelembagaan mereka agar proses rekrutmen dan pendidikan kader dilakukan dengan sistematis dan intensif. Tujuan utama adalah menghasilkan sumber daya manusia unggulan yang akan menjadi pemimpin di lembaga eksekutif atau legislatif.

Penguatan kelembagaan partai tidak hanya berkenaan dengan aspek manusia, tetapi juga meliputi penataan sistem, proses, dan mekanisme pengambilan keputusan. Biasanya, ketiga elemen ini tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai serta peraturan pelaksanaannya. Penguatan kelembagaan yang diikuti dengan demokratisasi internal partai merupakan jalan untuk memastikan perkaderan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat. Data menunjukkan bahwa partai dengan rekam jejak keberhasilan dalam kontestasi demokrasi, seperti pemilu dan pilkada, biasanya memiliki karakteristik kelembagaan partai yang kuat. Hal ini terlihat dari pendidikan kader yang ekstensif serta ketaatan pada sistem dan mekanisme organisasi yang berlaku.

Contoh yang bisa diambil adalah negara Singapura, di mana People’s Action Party (PAP) memiliki jalur politisi karier yang berfokus pada meritokrasi dengan kompetisi ketat antar kader, ditunjang sistem akuntabilitas yang tinggi. Selain itu, program pendidikan dan pelatihan kader menjadi salah satu modal kekuatan PAP dalam menghadirkan sumber daya manusia terbaik di parlemen, banyak di antaranya menduduki kursi kabinet.

Tanpa meritokrasi, hasilnya mudah ditebak: kualitas kepemimpinan menurun, kebijakan publik menjadi tumpul, dan kepercayaan rakyat menipis. Survei-survei di Indonesia menunjukkan bahwa partai politik adalah institusi dengan tingkat kepercayaan terendah. Masalah utamanya bukan rakyat yang apatis, tetapi partai yang gagal memberikan teladan rekrutmen kader berbasis kapasitas. Meritokrasi penting karena memastikan hanya mereka yang kompeten, punya rekam jejak, dan visi jelas yang naik ke pucuk pimpinan. Bukti empiris dari studi politik komparatif menunjukkan bahwa partai yang menyeleksi kader berbasis merit lebih mampu melahirkan kebijakan yang berpihak pada rakyat daripada yang tunduk pada patronase. Dengan meritokrasi, publik melihat keadilan sosial nyata: anak nelayan, petani, atau buruh punya peluang sama jika memiliki kapasitas.

Dengan semakin kompleksnya masalah yang dihadapi negara, mulai dari penyediaan lapangan kerja, swasembada pangan, pembangunan infrastruktur, transisi energi, hingga pengelolaan perubahan iklim, penguatan kelembagaan partai menjadi keharusan. Masyarakat membutuhkan calon pemimpin yang memahami isu dan mampu menyajikan solusi yang dibutuhkan. Namun, hubungan antara masyarakat dan anggota legislatif saat ini terbilang renta. Unjuk rasa di bulan kemerdekaan ini menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap DPR berada di titik terendah. Berbeda dengan awal reformasi, ketika masyarakat bersemangat dan sukarela menjahit bendera partai atau menyablon kaos partai karena harapan besar mereka.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat mengalami berbagai kekecewaan, seperti absen anggota dewan terhadap konstituennya, kasus moral, dan korupsi yang dilakukan oleh beberapa anggota dewan. Oleh karena itu, membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap DPR harus menjadi prioritas partai politik dengan menghadirkan calon pemimpin yang memiliki integritas dan komitmen pengabdian tinggi. Sistem politik dan demokrasi Indonesia masih jauh dari sempurna, sehingga partai politik memiliki tugas penting untuk melahirkan putra-putri bangsa terbaik di lembaga legislatif dan eksekutif. Partai politik juga bertanggung jawab untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama tentang praktik money politics yang semakin marak.

Selain itu, masih banyak persoalan tambahan yang memerlukan penanganan khusus, seperti seleksi personel penyelenggara pemilu yang berkualitas, pengawasan, dan penindakan pelanggaran pemilu yang konsekuen. Namun, saat ini, mari kita fokus pada tugas partai politik untuk menyumbangkan sumber daya manusia terbaik kepada rakyat melalui penguatan kelembagaan masing-masing. Sebagai negara demokrasi yang besar, kita harus optimis bahwa Indonesia mampu melahirkan barisan pemimpin andal yang dibanggakan oleh rakyat karena karya, keteladanan, dan integritasnya. Semoga.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan