Peningkatan Bisnis Pangan Biru Melalui Pembelajaran dari Tilapia

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Dunia kini menghadapi krisis pangan yang semakin sulit diatasi dengan pendekatan konvensional. Menurut proyeksi PBB, populasi global akan mencapai 9,7 miliar jiwa pada tahun 2050. Selain itu, kebutuhan akan protein diperkirakan akan meningkat hingga 70%. Sumber pangan daratan seperti daging sapi, ayam, dan kedelai sudah tidak mampu lagi memenuhi permintaan yang terus meningkat. Faktor-faktor seperti tekanan terhadap lahan, air, dan perubahan iklim memaksa kita mengadopsi model produksi baru. Di tengah situasi ini, konsep pangan biru muncul sebagai solusi yang menjanjikan.

Pangan biru merujuk pada semua jenis pangan yang berasal dari laut dan perairan, baik hasil tangkapan maupun budidaya. Keunggulan utama dari pangan biru adalah efisiensi sumber daya yang lebih tinggi dibandingkan dengan pangan daratan, serta nilai gizi dan dampak lingkungan yang lebih baik. Nilai pasar pangan biru prediksi akan mencapai US$ 419 miliar pada 2030, dengan ikan sebagai komoditas utama senilai US$ 322 miliar. Salah satu jenis ikan yang sangat potensial adalah tilapia, yang dapat dibudidayakan di berbagai jenis perairan dengan efisiensi konversi pakan yang tinggi.

Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam bidang pangan biru, terutama dalam produksi tilapia. Dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia dan perairan yang luas, negara ini mampu menghasilkan rata-rata 5,6 juta ton ikan budidaya setiap tahunnya antara 2020 dan 2024. Tilapia menyumbang sekitar 11% dari produksi global, tetapi masih dihiraukan di pasaran ekspor. Namun, konsumsi domestik terus meningkat setiap tahun, dengan Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Utara sebagai daerah konsumen terbesar. Tilapia telah menjadi bagian integral dari budaya pangan di Indonesia, hadir dalam berbagai bentuk seperti bakar, goreng, atau sup.

Di pasar global, eksportir tilapia Indonesia semakin menonjol. Nilai ekspornya pada 2024 mencapai US$ 93,5 juta, naik dari US$ 82 juta tahun sebelumnya. Indonesia menjadi salah satu pemasok utama tilapia beku ke Amerika Serikat, menempati posisi ketiga setelah Tiongkok dan Kolombia. Produk Indonesia juga bebas dari catatan penolakan mutu di negara tujuan, menandakan bahwa standar keamanan pangan dan keberlanjutan sudah terpenuhi. Pangsa pasar terbesar di Amerika Serikat, sementara di Kanada, Inggris, dan Uni Eropa potensi pasar juga mulai terbuka.

Namun, tantangan masih ada. Tarif resiprokal di Amerika Serikat sejak Agustus 2025 mencapai 19%, walaupun masih lebih rendah dibandingkan dengan Tiongkok atau Taiwan. Di sisi produksi, strain lokal tilapia seperti Nirwana dan Sultana masih lambat tumbuh di ukuran lebih dari 400 gram, padahal pasar ekspor menuntut minimal 1,2 kilogram per ekor. Strain impor seperti Manit atau Genomar dapat mencapai ukuran tersebut dalam waktu hanya lima bulan. Oleh karena itu, pemerintah merencanakan revitalisasi tambak di pantai utara Jawa Barat sebagai langkah strategis. Program ini bertujuan mengubah tambak tradisional menjadi tambak modern dengan konsep integrasi hulu hingga hilir.

Dengan investasi sekitar Rp 26 triliun, proyek revitalisasi Pantura Jawa Barat menargetkan produksi nila salin di atas 1 juta ton, senilai Rp 30 triliun. Program ini dibangun dengan klauster budidaya modern, fasilitas pabrik pakan, cold chain, dan unit pengolahan hasil. Teknologi terkini seperti autofeeder dan pemantau kualitas air dipasang untuk memastikan produksi berkelas ekspor. Selain itu, tilapia yang dihasilkan akan diolah secara zero waste, dengan berbagai bagiannya dimanfaatkan secara optimal. Ini meliputi kepala ikan untuk pasaran domestik, daging perut untuk pasar Taiwan, kulit dan sisik untuk kolagen industri kosmetik, serta rangka dan jeroan untuk fish meal dan fish oil.

Sinergi antara pemerintah, lembaga riset, dan swasta menjadi kunci sukses dalam program revitalisasi ini. Pemerintah daerah bertanggung jawab atas kejelasan status lahan, sementara lembaga riset berkontribusi pada inovasi benih unggul dan teknologi budidaya. Sektor swasta diharapkan masuk sebagai mitra investasi, mengingat skala proyek yang besar. Dari sisi sosial, program ini diharapkan meningkatkan pendapatan petambak hingga 30%, serta memberikan kepastian pasar dan harga yang lebih baik.

Visi pemerintah adalah menggandakan nilai ekspor tilapia menjadi US$ 223 juta pada 2029. Untuk mencapai target ini, tiga strategi utama diperlukan: efisiensi biaya produksi, diplomasi perdagangan untuk menekan tarif masuk, dan diversifikasi pasar. Dengan langkah-langkah yang konsisten, Indonesia berpotensi menjadikan tilapia sebagai ikon baru ekspor perikanan. Revitalisasi tambak Pantura menjadi laboratorium besar untuk membuktikan potensi tilapia sebagai komoditas global. Dalam satu dekade ke depan, tilapia bisa melengkapi tuna dan udang sebagai wajah baru kekuatan perikanan Indonesia. Dunia akan mengenal kita bukan hanya sebagai produsen seafood, melainkan sebagai pusat tilapia global.

Pangan biru, terutama tilapia, bukan hanya solusi untuk krisis pangan global, tetapi juga peluang emas untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dengan transformasi dari tambak tradisional menjadi industri modern, tilapia bisa menjadi simbol keunggulan perikanan Indonesia di panggung internasional.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan