Kemenbud Rayakan Harmoni Pemajuan Kebudayaan dengan Peningkatan Kearifan Lokal Bali

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia bekerjasama dengan Neka Art Museu menggelar serangkaian kegiatan yang bertema ‘Harmoni Pemajuan Kebudayaan’ di Neka Art Museum, Ubud, Bali. Acara ini menjadi tempat bertemunya berbagai ekspresi seni, kesusasteraan, kearifan lokal, serta tradisi kuliner, sebagai bagian penting dalam upaya pengembangan kebudayaan nasional.

Kegiatan tersebut terdiri dari empat agenda utama: Pameran Seni Rupa Keris berjudul ‘Vibrant Colors’, peluncuran buku Taksu Keris Bali, Sarasehan Masyarakat Adat, dan pengalaman kuliner adat melalui Kuliner Cara Puri. Menbud RI Fadli Zon yang hadir dalam acara ini menekankan bahwa kebudayaan adalah kekuatan yang mengharmonkan bangsa yang harus selalu diprioritaskan dan dikembangkan, bahkan di tengah kondisi sosial-politik yang penuh dengan tantangan.

“Budaya justru menyatukan. Oleh karena itu, hidup harus terus berjalan dan budaya juga harus terus berkembang,” ujar Fadli dalam keterangan tertulis, Selasa (2/9/2025).

Sebagai bagian dari upaya meningkatkan literasi budaya, peluncuran buku Taksu Keris Bali menjadi momen penting dalam kegiatan ini. Buku ini ditulis oleh Fadli bersama Staf Khusus Menteri Bidang Sejarah dan Pelindungan Warisan Budaya Basuki Teguh Yuwono.

Buku tersebut tidak hanya menjelaskan keris sebagai objek budaya, tetapi juga mengungkap nilai-nilai, keyakinan, dan kekuatan spiritual yang terkandung dalam tradisi ini. Fadli menggarisbawahi pentingnya membangun literasi budaya melalui karya tulis yang mendalam dan kontekstual, terutama untuk generasi muda.

Dibuka dengan pertunjukan Tari Pendet sebagai simbol penyambutan, peluncuran buku Taksu Keris Bali juga menjadi pembuka Pameran Seni Rupa Keris ‘Vibrant Colors’, yang menampilkan karya-karya seni rupa kontemporer yang terinspirasi oleh filosofi dan keindahan keris sebagai warisan budaya global.

Fadli juga mengungkapkan peran penting warisan budaya Bali dalam memperkenalkan Indonesia di tingkat internasional. Tari, seni rupa, dan keris Bali sudah lama menjadi simbol diplomasi budaya. Bahkan, menurut Fadli, Presiden RI Prabowo Subianto sering menghadiahkan keris Bali kepada pemimpin dunia sebagai bentuk penghargaan dan persahabatan.

“Keris Bali memiliki nilai artistik yang luar biasa. Sebagai warisan budaya tak benda yang diakui UNESCO, keris bukan hanya karya seni, tetapi juga mengandung filosofi dan kekuatan spiritual yang dalam,” kata Fadli.

Selain itu, dalam upaya menguatkan organisasi pelaku perkerisan di Indonesia, Fadli, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI), melantik Koordinator Wilayah SNKI Provinsi Bali. Langkah ini merupakan bagian dari strategi SNKI untuk membangun sistem kelembagaan yang inklusif dan merata di seluruh daerah, dengan saat ini telah menghimpun lebih dari 220 paguyuban keris dari seluruh Indonesia.

Kegiatan ini juga menjadi ruang refleksi tentang peran masyarakat adat dalam melestarikan warisan budaya. Melalui Sarasehan Masyarakat Adat yang melibatkan perwakilan komunitas dari berbagai wilayah di Bali, disampaikan berbagai aspirasi dan pengalaman terkait keberlangsungan adat istiadat serta tantangan dalam menjaga hak-hak kultural mereka.

Fadli menegaskan peran masyarakat adat sebagai pelindung utama budaya. Aspirasi yang disampaikan akan terus dijuarai, termasuk dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat.

Kekayaan budaya Bali juga diwujudkan melalui pengalaman gastronomi adat berjudul Kuliner Cara Puri. Tradisi ini tidak hanya menyajikan kelezatan makanan, tetapi juga nilai spiritual dan simbolisme yang terkandung dalam penyajiannya. Hidangan khas yang disajikan merupakan resep turun-temurun, diolah dengan bahan-bahan lokal, dan memiliki makna simbolis masing-masing.

Penyajian dilakukan secara teratur dengan struktur tertentu, disertai doa dan penghormatan kepada leluhur. Tradisi ini menjadi media dialog antar generasi, menunjukkan bahwa kuliner bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga untuk menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. Fadli menyoroti pentingnya kuliner adat seperti Cara Puri dalam pengembangan kebudayaan.

Serangkaian kegiatan ‘Harmoni Pemajuan Kebudayaan’ di Neka Art Museum menjadi bukti bahwa budaya Indonesia adalah kesatuan yang hidup, tidak hanya tersimpan dalam arsip atau museum, tetapi dijalankan dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Acara ini menjadi bagian dari konferensi budaya internasional Culture, Heritage, Arts, Narratives, Diplomacy, and Innovations (CHANDI) 2025 yang akan diselenggarakan 3-5 September 2025 di The Meru Sanur, Bali.

Melalui kegiatan ini, Kementerian Kebudayaan membuktikan bahwa pengembangan kebudayaan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga persatuan yang memerlukan partisipasi aktif dari seniman, akademisi, pelaku adat, dan masyarakat luas. Di tengah globalisasi dan perubahan zaman, harmoni seperti inilah yang memperkuat identitas bangsa dan memastikan warisan budaya tetap relevan dan berguna untuk generasi sekarang dan masa depan.

Beberapa tokoh dan pejabat hadir dalam acara ‘Harmoni Pemajuan Kebudayaan’, di antaranya para penglingsir puri di Bali; Ketua DPRD Provinsi Bali Dewa Made Mahayadnya; Ketua Asosiasi Museum Indonesia (AMI) Putu Supatma Rudana; Direktur Neka Art Museum Pande Made Kardi Suteja; Kurator Pameran Seni Rupa Keris Mikke Susanto; Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Kemenbud RI Restu Gunawan; Sekretaris Direktorat Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Wawan Yogaswara; Direktur Bina Kepercayaan dan Masyarakat Adat Sjamsul Hadi; Direktur Warisan Budaya I Made Dharma Suteja; Direktur Eksekutif Museum dan Cagar Budaya Indira Esti Nurjadin; Keluarga besar SNKI Korwil Bali; tokoh agama; akademisi; serta budayawan.

Setiap budaya memiliki kekayaan yang tak ternilai. Marilah kita menjaga dan mengembangkan warisan kami untuk menduniakan nilai-nilai yang abadi.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan