MK Terbit Peraturan Revisi UU Pengelolaan Zakat dalam Dua Tahun

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Mahkamah Konstitusi (MK) mengajukan permintaan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar merevisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Pengajuan ini diikuti dengan batas waktu revisi selama dua tahun. Informasi tersebut terbaca dalam Putusan Nomor 97/PUU-XXII/2024 dan 54/PUU-XXIII/2025, yang telah diumumkan saat sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, pada Kamis, 28 Agustus 2025.

Dalam putusan yang dibacakan terlebih dahulu adalah nomor 97, yang diajukan oleh Ahmad Juwaini, Etika Setiawanti, Bambang Suherman, Irvan Nugraha, dan Arif Rahmadi Haryono. Para penuntut meminta perubahan terhadap beberapa pasal, terutama yang berkaitan dengan hubungan antara lembaga amil zakat (LAZ) dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).

Salah satu permohonan yang Blois merencanakan adalah perubahan dalam Pasal 19 UU 23/2011. Mereka berargumen agar LAZ yang mampu mengumpulkan zakat minimal Rp 5 miliar per tahun harus melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada Kementerian Agama Republik Indonesia secara berkala.

MK memberikan tanggapan terhadap permohonan tersebut, menyatakan bahwa dalam undang-undang saat ini terlihat ketidaksetaraan kedudukan antara Baznas dengan LAZ, meskipun hal ini bukanlah untuk melemahkan peran LAZ. Melalui keputusan tersebut, MK menekankan pentingnya sinergi antara kedua pihak dalam mengoptimalkan pengelolaan zakat.

Pengumpulan zakat tidak dimaksudkan untuk menjadi persaingan antarlembaga, sebaliknya, tujuannya adalah untuk meeujudkan kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan. MK menyimpulkan bahwa revisi UU Pengelolaan Zakat diperlukan, meskipun permohonan para pemohon tidak secara hukum. Persyaratan revisi ini juga telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas).

Selain itu, MK memberikan beberapa rekomendasi dalam revisi UU Pengelolaan Zakat, diantaranya membedakan kewenangan, tugas, dan fungsi antara regulator, pembinaan, dan pengawasan (oleh pemerintah) dengan pelaksana/pengelola/operator (oleh Baznas dan LAZ). Juga penting untuk memberdayakan pembayar zakat dalam memilih badan atau lembaga yang mereka percaya, serta memberikan kemungkinan yang sama bagi semua operator pengelola zakat untuk berkembang secara optimal tanpa adanya hubungan sub-ordinasi.

UU 23/2011 harus direvisi dengan melibatkan partisipasi berarti dari pemangku kepentingan, termasuk lembaga amil zakat yang aktual terlibat dalam pengelolaan zakat. Pertimbangan ini juga terpapat dalam putusan nomor 54/PUU-XXIII/2025.

Revisi UU ini bukan hanya tentang peraturan, tetapi juga tentang transformasi mental dalam mengelola zakat. Imbas positif dari perubahan ini akan memberi kesejahteraan yang lebih meningkat bagi masyarakat,jnyata dalam dampak nyata. Mari kita dukung proses revisi ini agar zakat dapat menjadi sarana yang lebih efisien dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan makmur.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan