Madrasah Diniah di Kabupaten Tasikmalaya Tertekan dengan Kebijakan Lima Hari Sekolah

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Penerapan kebijakan lima hari sekolah di tingkat SD dan SMP di Kabupaten Tasikmalaya telah mengundang berbagai tanggapan, terutama dari pihak pengelola Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT). Dalam audiensi dengan pimpinan DPRD dan Komisi IV DPRD Kabupaten Tasikmalaya pada Rabu, 27 Agustus 2025, Dewan Pengurus Cabang Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Kabupaten Tasikmalaya mengungkapkan aspirasi masyarakat yang langsung terkena dampak dari aturan tersebut.

Dr. H. Suryana, MSi, sebagai Ketua FKDT Kabupaten Tasikmalaya, mengekspresikan keberatan dari banyak pengelola madrasah terhadap kebijakan lima hari sekolah. Ia menjelaskan bahwa jam belajar yang diperpanjang menyebabkan siswa kelas SD dan SMP kembali ke rumah lebih sore dibandingkan sebelumnya. Seperti yang diketahui, sebelum kebijakan ini diterapkan, siswa biasanya pulang sekitar pukul 12.15 hingga 12.30. Namun, sekarang ada sekolah yang baru selesai pukul 13.15 hingga 13.30.

Kondisi ini menjadi lebih sulit bagi siswa yang tinggal jauh dari sekolah, dengan waktu tempuh yang mencapai 20 hingga 40 menit. Bahkan ada siswa yang baru sampai di rumah pada pukul 14.00. Akibatnya, jadwal belajar di madrasah diniah yang biasanya diikuti setelah pulang sekolah terganggu. Siswa sering hadir dalam kondisi lelah, kehilangan konsentrasi, dan sebagian bahkan memilih untuk tidak hadir sama sekali. Suryana menegaskan bahwa kegiatan di madrasah diniah sangat terpengaruh oleh perubahan ini.

Selain masalah jam pulang yang berubah, kebijakan lima hari sekolah juga mengakibatkan libur pada hari Sabtu di sekolah formal. Hal ini menyebabkan banyak siswa mengira madrasah diniah juga libur pada hari tersebut, sehingga kehadiran siswa menurun drastis. Suryana memperkirakan, bila tingkat kehadiran mencapai 40 persen pada hari Sabtu, sudah dapat dianggap baik. Padahal, guru madrasah telah berusaha menyiapkan sarana dan waktu, bahkan mengorbankan pekerjaan lain seperti bertani, hanya untuk melayani pendidikan agama anak-anak.

Sementara itu, libur pada hari Sabtu sering dimanfaatkan siswa untuk bermain atau menggunakan gadget, yang diyakini bisa mempengaruhi akhlak mereka. Suryana juga mempersoalkan kenapa masyarakat tidak merespon dengan aktif terhadap kebijakan ini. Menurutnya, masyarakat bingung kepada siapa harus menyampaikan keberatan mereka.

Kebijakan lima hari sekolah di Kabupaten Tasikmalaya menuai kritik dari pengelola madrasah diniah karena mengganggu rutinitas belajar anak. Jika kondisi ini terus berlanjut, dampak negatifnya bisa semakin berdampak pada pendidikan agama. Penyesuaian yang tepat dan kolaborasi antara pihak sekolah dan madrasah diperlukan agar anak bisa mendapatkan pendidikan yang holistik tanpa terganggu.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan