Petani tebu menuntut revisi aturan dari Kemendag

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengancam akan melangsungkan aksi demonstrasi di Kementerian Perdagangan jika Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2025 tentang kebijakan impor tidak segera diperbaiki. M Nur Khabsyin, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional APTRI, menjelaskan bahwa permintaan tersebut terhadap Regierung terkait penumpukan stok molasis dari para petani yang belum terserap, yang diantaranya disebabkan oleh Peraturan Menteri tersebut yang membuka pintu lebar bagi impor etanol tanpa batasan kuota atau persetujuan teknis dari pihak terkait. Etil alkohol ini merupakan salah satu hasil akhir dari pengolahan tetes tebu. Setelah ini tangki penyimpanan tetes tebu di pabrik gula telah mencapai batas daya tampung dan risiko meluap.

Nur menegaskan bahwa jika peraturan tersebut tidak direvisi atau tidak kembali ke versi sebelumnya (Permendag 8/2024), petani tebu akan tetap melaksanakan unjuk rasa di Kementerian Perdagangan. Hal ini disampaikan saat pertemuan dengan wartawan di sela-sela Seminar Ekosistem Gula Nasional di Royal Kuningan Hotel, Jakarta Selatan, pada hari Rabu, 27 Agustus 2025.

Menurut Soemitro Samadikoen, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTRI, Pemerintah harus memperkenankan kembali penerapan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024, meskipun telah dicabut dan diganti dengan Permendag 16/2025. Aturan ini, menurutnya, dapat menstabilkan persediaan tetes gula di pabrik. “Sambil menunggu revisi, kami memohon agar peraturan ini tetap berlakunya atau ditunda, dan kembali kepada Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Sehingga impor bahan tersebut dapat kami produksi, serta impor etanol kita bisa dibatasi bukan hanya bea masuknya, tetapi juga jumlahnya,” katanya.

Jika aturan ini tidak segera diperbaiki, stok tetes tebu petani di pabrik-pabrik penggilingan akan mengalami kerugian karena kapasitas penyimpanan telah penuh. Komoditas tetes tebu lebih mudah rusak jika disimpan lama dibandingkan dengan gula, karena memerlukan wadah khusus dengan jumlah terbatas. “Jika tidak segera ditindaklanjuti, lima hari yang lalu, teman-teman petani di Rejoagung melaporkan bahwa tetes tebu di wilayah tersebut akan rusak. Jika rusak, pabrik harus berhenti mengolah. Jika berhenti, tebu yang saat ini harus dipanen akan tertunda, dan ini akan mempengaruhi banyak petani lain. Selain itu, kami juga menerima laporan dari beberapa pabrik yang sudah menerima deposit pembayaran (DP) untuk tetes tebu ini, tetapi akibat macet penyimpanan, pembeli yang telah memberikan DP juga tidak mau menerima. Hal ini terjadi karena mereka tidak memiliki tempat penyimpanan.”

Dengan kebijakan impor etanol yang lebih terbuka, pabrik gula di Indonesia menghadapi tantangan serius dalam mengelola stok tetes tebu mereka. Petani tebu yang terpapar efek buruk dari aturan ini meminta tindakan cepat dari pemerintah untuk menghindari kerugian lebih lanjut. Solusi seperti kembali ke peraturan sebelumnya atau merevisi aturan saat ini menjadi poin utama yang dituntut oleh APTRI untuk menjaga kelangsungan industri gula nasional.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan