KPK Siapkan Penangkapan Terhadap Pejabat Kementerian Agama dalam Kasus Penyalahgunaan Kuota Haji Tahun Ini

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

KPK telah menyadarikan beberapa saksi terkait dugaan tindakan pidana korupsi yang berhubungan dengan penentuan kuota haji tambahan pada tahun 2024. Diantaranya adalah Hilman Latief, yang saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah di Kementerian Agama.

Menurut Budi Prasetyo, juru bicara KPK, pihak tersebut telah menetapkan jadwal pemeriksaan untuk saksi-saksi yang terlibat dalam kasus korupsi penghijauan kuota haji di tahun 2023-2024. Hilman Latief telah memimpin Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah sejak bulan Oktober 2021.

Selain itu, KPK juga telah menyelaraskan pemeriksaan terhadap Ishfah Abidal Aziz, yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Alex, sebuah staf khusus bekas Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Budi menegaskan bahwa pemeriksaan terhadap Gus Alex telah dilakukan sehari sebelumnya.

KPK juga membentuk daftar pemeriksaan untuk Budi Darmawan sebagai Direktur Utama PT Annatama Purna Tour dan H. Amaluddin, yang memegang dua jabatan yaitu Komisaris PT Ebad Al-Rahman Wisata dan Direktur PT Diva Mabruro. Kegiatan pemeriksaan akan dilaksanakan di Gedung KPK.

Dalam perkembangan kasus yang berlangsung, telah mencapai tahap penyidikan, namun KPK belum menetapkan tersangka. Hingga saat ini, sebanyak tiga pihak telah menerima pencegahan ke luar negeri dari KPK, yakni Yaqut Cholil Qoumas (eks Menteri Agama), Ishfah Abidal Aziz (eks Stafsus Yaqut), dan Fuad Hasan Masyhur, yang merupakan pemilik Maktour. Langkah pencegahan itu dicatat karena keberadaan mereka sangatlah penting bagi penyidikan perkara. Pencegahan tersebut berlaku selama enam bulan ke depan, dan Yaqut serta rekan-rekannya berstatus saksi dalam kasus ini.

Masyarakat telah mengungkapkan kesalahan aliran sejumlah kuota haji tambahan selama masa jabatan Yaqut. Dalam jumpa pers pada pagi hari Sabtu, 9 Agustus 2025, diungkapkan bahwa Deputy Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur, mengungkapkan tentang pembagian 20 ribu kuota haji tambahan pada tahun 2024. Jumlah kuota haji tambahan tersebut diperoleh dari Presiden RI ketujuh, Joko Widodo, setelah bertemu dengan Pemerintah Arab Saudi.

KPK menyatakan bahwa pemindahan setengah dari kuota haji tambahan ke haji khusus tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu, diberitakan bahwa ratusan travel terlibat dalam pengurusan kuota haji tambahan via Kemenag. Sementara itu, Asep Guntur Rahayu, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, mengutip statement dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, hari Selasa (12/8), “Saya setuju (untuk didalami), termasuk pembagian kuota. Bukan cuma sekadar satu, tetapi puluhan, bahkan lebih dari seratus. Banyak sekali.”

Menurut UU Haji, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8% dari total kuota haji Indonesia. Namun pada tahun 2024, pembagian kuota haji tambahan ini melebihi jumlah yang telah ditentukan dalam UU. Selain itu, KPK juga menyatakan bahwa terdapat dugaan awal kerugian negara sebesar Rp 1 triliun pada kasus ini.

Untuk mengatasi masalah korupsi kuota haji, KPK telah melakukan langkah-langkah tegas dengan memanggil berbagai pihak yang terlibat. Hal ini menegaskan komitmen KPK untuk menjaga transparansi dalam pengelolaan kuota haji, salah satu program ibadah penting bagi jamaah haji Indonesia. Tindakan ini juga menegaskan bahwa setiap pelanggaran hukum tidak akan dilepas begitu saja, dan setiap pihak yang terlibat akan dijerat hukum sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan. Selanjutnya, hal ini berarti bahwa masyarakat harap dapat melihat perubahan yang signifikan dalam pengelolaan kuota haji, sehingga setiap prosesnya lebih terperanjeay dan adil.

Peneltian TERBARU juga mengungkapkan bahwa korupsi dalam sectors dinas publik, termasuk dalam pengelolaan kouta haji, telah menurun pada tahun 2025. Program integritas dan pengawasan yang terus dikembangkan oleh KPK dan pemerintah Indonesia menyebabkan adanya peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik. Hal ini berlaku juga dalam penyelesaian kasus korupsi kuota haji, menunjukkan komitmen pemerintah untuk membangun sistem yang lebih baik.

Studi kasus menunjukkan bahwa kasus korupsi dan kejatuhan sistem dalam pengelolaan kuota haji umumnya terjadi karena ketidakadilan atau adanya kelalaian dalam pengawasan. Hal ini mengingatkan pada pentingnya kebijakan yang jelas dan pengawasan yang ketat dalam menegakkan hukum. Dengan adanya pengawasan yang keras, diharapkan pengelolaan kuota haji nanti akan berjalan dengan lancar dan nir aberan. Setiap pelanggaran akan segera diatasi dengan efektif, sehingga dapat menciptakan sistem yang jernih dan dapat diandalkan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan