Pelabuhan Kijing sebagai Pusat Logistik yang Efisien

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pelabuhan Kijing, yang sering disebut Terminal Kijing, telah menjadi perhatian media nasional baru-baru ini. Hal ini tak lepas dari upaya promosi yang dirasakan kuat. Namanya usaha, bukan masalah. Menurut laporan, PTP Nonpetikemas, bagian dari Pelindo Grup, telah meningkatkan peralatan bongkar muat di terminal ini untuk meningkatkan kinerjanya.

Peralatan yang ditambahkan bukanlah baru, melainkan alat lama dari terminal lain yang dipindahkan ke Kijing. Contohnya, empat unit harbour mobile crane, tiga unit grab, sembilan unit hopper, empat unit bucket, dan satu unit jembatan timbang, semua telah dipindahkan sejak September 2023. Ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas layanan bongkar muat di terminal, terutama untuk komoditas curah cair, curah kering, dan general cargo.

Terminal ini telah menjadi pusat layanan kargo nonpetikemas di Kalimantan Barat, menggantikan fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Dwikora, Pontianak. Dwikora sendiri memiliki terminal peti kemas dan terminal kendaraan lainnya. Jarak antara Kijing dan Pontianak sekitar 70 km. Terminal Kijing telah beroperasi sejak 9 Agustus 2022 dan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Pembangunannya didanai oleh APBN sebesar Rp 2,9 triliun, statusnya sebagai proyek strategis nasional berdasarkan Perpres No. 43/2017.

Dengan keistimewaan yang dimilikinya, Terminal Kijing berpotensi menjadi sebuah hub di Pulau Kalimantan dan kawasan Indonesia Timur. Kinerjanya menunjukkan kenaikan konsisten, dengan throughput mencapai 2,27 juta ton pada 2023, 3,09 juta ton pada 2024, dan diperkirakan 3,3 juta ton pada 2025. Kontribusi terbesar berasal dari curah cair, curah kering, dan general cargo.

Pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) oleh PT Borneo Alumina Indonesia dan kerja sama bongkar muat Caustic Soda Liquid dengan PT Pertamina Patra Niaga, PT Pertamina International Shipping, dan PT Samudera Banten Logistik akan memberikan momentum tambahan. Selain itu, terminal ini juga siap untuk pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Terintegrasi Khusus Aluminium.

Pelindo juga telah memulai layanan bongkar muat peti kemas di Terminal Kijing, yang diperkirakan akan memperkuat konektivitas logistik nasional dan mendukung peran Kijing sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Barat. Namun, ada beberapa tantangan yang still perlu diatasi, seperti suplai BBM yang memadai dan biaya pilotage yang lebih terjangkau. Bunkering dan PNBP masih menjadi tanggung jawab Pertamina dan Kementerian Perhubungan. Agar Terminal Kijing bisa menjadi terminal internasional, dukungan negara sangat diperlukan.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa terminal multipurpose seperti Kijing memiliki potensi besar untuk menjadi pusat logistik utama di kawasan Timur Indonesia. Studi kasus di pelabuhan lain menunjukkan bahwa pengembangan infrastruktur dan dukungan pemerintah dapat secara signifikan meningkatkan throughput dan efisiensi operasi.

Analisis unik dan simplifikasi: Terminal Kijing bukan hanya tentang infrastruktur, tetapi juga tentang strategi bisnis dan dukungan pemerintah. Dengan menyalurkan investasi yang tepat dan menyelesaikan tantangan saat ini, terminal ini dapat menjadi salah satu pilar ekonomi Kalimantan Barat.

Pembangunan terminal semacam ini tidak hanya menguntungkan ekonomi lokal, tetapi juga dapat menarik investasi asing. Infografis yang menunjukkan pertumbuhan throughput dan potensi ekonomi dapat membantu pembaca memahami dampak signifikan dari proyek ini.

Kesimpulan: Terminal Kijing memang memiliki potensi besar untuk menjadi pusat logistik utama di Indonesia Timur. Dengan dukungan yang tepat dari pemerintah dan industri, terminal ini dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Mari dukung dan ikuti perkembangan lebih lanjut dari terminal ini, karena ia akan menjadi salah satu kunci pembangunan di Kalimantan Barat.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan