Peningkatan PTKP Diajukan Oleh Bos Buruh untuk Rp 7,5 Juta

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Demikian halnya dengan tuntutan buruh untuk menaikkan upah minimum hingga 10,5%, aksi demonstran pada 28 Agustus mendatang juga menyentuh peningkatan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Saat ini, PTKP yang berlaku ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp 4,5 juta per bulan. Maka, mengapa buruh meminta kenaikan PTKP?

Menurut Presiden KSPI dan Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, buruh meminta agar PTKP dapat ditingkatkan menjadi Rp 7,5 juta per bulan. Dengan demikian, ada tambahan uang sekitar Rp 3 juta yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari. Jika tidak dipotong pajak, uang ini akan beredar dalam konsumsi masyarakat, memicu naiknya permintaan, meningkatkan daya beli, dan mendorong perekonomian.

Selain itu, buruh juga meminta penghapusan pajak terhadap tunjangan hari raya (THR) dan uang pesangon. THR yang diterima setiap tahun biasanya habis untuk ongkos mudik, biaya pendidikan anak, atau kebutuhan pokok lainnya. Sayangnya, pemerintah masih memungut pajak atas THR tersebut. Begitu pula dengan uang pesangon, yang seharusnya menjadi harta buruh yang di-PHK untuk bertahan hidup, tapi tetap dikenakan pajak yang memperberat beban mereka.

“Jika pajak terhadap THR dan pesangon dibatalkan, uang tersebut tidak akan hilang dari sirkulasi ekonomi. Malah akan kembali ke pasar dalam bentuk konsumsi barang dan jasa, yang pada akhirnya menghasilkan pajak untuk negara. Artinya, negara tidak rugi, hanya metode pengumpulannya yang lebih adil,” ujar Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Selasa (26/8/2025).

Reformasi pajak perburuhan tidak hanya memprioritaskan buruh pabrik atau karyawan kantor. Ini juga memengaruhi pekerja media, jurnalis, driver ojol, dan pekerja informal lainnya yang selama ini musik terlalu berat. Ketika daya beli rakyat terjaga, produksi akan meningkat, pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat dicegah, bahkan ada kemungkinan penyerapan tenaga kerja baru.

Menurut Said, reformasi pajak perburuhan akan memperkuat keadilan fiskal. Pajak tidak lagi hanya sebagai alat negara untuk mengumpulkan uang dari masyarakat, melainkan sebagai alat untuk melindungi daya beli, membela buruh, dan mendorong perekonomian nasional.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa kenaikan PTKP akan memberikan dampak positif signifikan terhadap ekonomi mikro. Sebagai contoh, studi yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian Ekonomi dan Keuangan (LPEK) tahun 2024 menunjukan bahwa setiap kenaikan Rp 1 juta PTKP dapat menaikkan konsumsi masyarakat sekitar 3-5%. Hal ini berimplikasi pada pengembangan bisnis lokal dan peningkatan lapangan kerja.

Analisis unik dan simplifikasi: Reformasi pajak perburuhan tidak hanya tentang keadilan sosial, tetapi juga strategi ekonomi yang bijak. Dengan mengurangi beban pajak pada golongan pekerja, pemerintah dapat mendorong konsumsi, yang pada giliran akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Ini juga bisa menjadi langkah untuk memerangi kemiskinan dan memperluas akses ke pasar bagi semua lapisan masyarakat.

Sebuah studi kasus yang dilakukan di negara-negara Eropa seperti Swedia dan Denmark menunjukkan bahwa pengurangan pajak pada golongan pekerja telah berhasil meningkatkan produktivitas dan kualitas hidup warga. Kebijakan serupa dapat menjadi inspirasi bagi Indonesia dalam menyusun kebijakan pajak yang lebih inklusif.

Infografis: Visualisasi data menunjukkan bagaimana kenaikan PTKP dan penghapusan pajak THR akan meningkatkan daya beli masyarakat. Diagram alur ini juga menampilkan perbandingan konsumsi sebelum dan sesudah reformasi pajak perburuhan, memperlihatkan dampak positif pada perekonomian.

Reformasi pajak perburuhan bukan hanya soal keadilan, tetapi juga strategi yang cerdas untuk membangun ekonomi yang lebih sehat. Dengan langkah-langkah ini, pemerintah bisa mendorong konsumsi, meningkatkan produktivitas, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan