Kegaguman dan Peninjauan Kembali AS Terhadap 55 Juta Pemegang Visa

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, pada Kamis (21/08/2025), mengumumkan sebuah langkah yang mengevaluasi lebih dari 55 juta pemegang visa, meliputi mereka yang datang untuk wisata atau belajar. Ini dilakukan guna mengidentifikasi pelanggaran hukum baik tingkat negara bagian maupun federal. Berbagai media, termasuk Associated Press dan The Hill, melaporkan bahwa jika ditemukan pelanggaran, visa tersebut akan hangus dan pemegangnya diancam dengan deportasi dari Amerika.

Pemeriksaan ini mengutamakan berbagai indikator, mulai dari kelewatan batas waktu kedatangan, riwayat kriminal, perilaku yang mem herniakan keamanan masyarakat, hingga dukungan terhadap kegiatan terorisme. Ini menggambarkan upaya untuk memantau dan menghalangi aktivitas yang tidak diinginkan di dalam negeri.

Sekitar seminggu sebelumnya, Pemerintah Amerika telah memasukkan kriteria baru dalam proses skrining imigrasi. Melalui kebijakan tersebut, mereka akan menyaring individu yang mempromosikan pandangan anti-Amerika atau antisemitisme, khususnya dalam bentuk aktivitas di media sosial. Ini berlaku untuk pencalonan manfaat seperti kartu hijau, izin kembali, atau izin kerja.

Ada catatan terakhir dari Departemen Luar Negeri yang menyebutkan pencabutan lebih dari 6.000 visa pelajar sejak awal tahun ini. Hal ini dikarenakan berbagai pelanggaran, termasuk tinggal lebih dari batas waktu, riwayat kriminal, dan dukungan terhadap gerakan terorisme. Menurut Badan Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai AS, sebagian kecil dari total hampir 1,6 juta mahasiswa internasional yang berada di negara itu pada tahun 2024 terlibat dalam situasi ini.

Selain itu, Pemerintah Amerika juga akan menghentikan penerbitan visa kerja bagi sopir truk komersial. Menteri Luar Negeri, Marco Rubio, memperkirakan kebijakan ini akan segera berlaku. Alasan utama adalah adanya peningkatan jumlah sopir asing yang mengoperasikan truk angkutan besar di Amerika, yang dianggap menimbulkan bahaya bagi warga dan menghambat kesempatan kerja bagi sopir lokal. Pernyataan ini muncul setelah kecelakaan fatal di Florida yang melibatkan sopir asal India yang tidak memiliki izin tinggal sah dan sulit berbahasa Inggris.

Namun, Asosiasi Pengemudi Truk Amerika (ATA) menolak klaim tersebut. Mereka menyebut narasi tersebut tidak akurat dan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Data dari ATA menunjukkan bahwa sekitar 18% dari total sopir truk di Amerika Serikat pada 2021 adalah imigran.

US government’s recent immigration policies reflect a shift towards stricter enforcement and vigilance against potential security threats. The broader implications of these measures could impact the international student community and the trucking industry, sparking debates on balancing national security with economic needs.

Studi kasus ini menunjukkan bagaimana kebijakan imigrasi yang ketat dapat memengaruhi berbagai sektor. Misalnya, industri truk komersial di AS telah mengalami kelesuan dalam rekrutmen tenaga kerja lokal, yang mengakibatkan kepentingan untuk mempekerjakan tenaga asing. Namun, langkah-langkah baru ini mengancam stabilitas industri tersebut, memaksa face a new set of challenges and adaptations.

Solusi yang bisa diambil adalahThrough a combination of policy revisions and industry collaboration, a middle ground can be reached that ensures security while still supporting economic growth. Beberapa negara telah berhasil menerapkan sistem dua tingkat evaluasi imigrasi, yang memungkinkan pemeriksaan lebih ketat tanpa secara drastis menghambat alur pendapatan dari industri yang bergantung pada tenaga asing.

Langkah-langkah seperti ini mengakui pentingnya keamanan sipil, namun juga mengambil perhatian terhadap dampak ekonomi. Dalam situasi seperti ini, keputusan yang seimbang akan membantu menjaga kestabilan industri dan menyediakan solusi yang berkelanjutan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan