Harga minyak dunia masih dipengaruhi oleh tekanan pasar. Dalam perdagangan pekan ini, minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) tercatat pada US$ 62,62 per barel, turun 18 sen atau setara dengan 0,29%.
Andy Nugraha, analis Dupoin Futures Indonesia, mengungkapkan penurunan harga tersebut disebabkan oleh sentimen pasar yang saat ini terfokus pada kondisi geopolitik, terutama perkembangan terkini dari pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dengan kombinasi analisis candlestick dan indikator Moving Average, Andy menilai tren bearish pada WTI masih kuat dan dapat menekan harga lebih dalam.
“Jika tekanan bearish ini berlanjut, WTI mungkin akan menguji level psikologis sekitar US$ 60 per barel. Namun, jika harga gagal menembus ke bawah dan justru mengalami koreksi, ada kemungkinan harga akan rebound menuju area US$ 64,50,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (18/8/2025).
Andy menjelaskan bahwa faktor geopolitik menjadi penggerak utama volatilitas harga minyak dalam beberapa hari terakhir. Pertemuan Trump dan Putin di Alaska dilaporkan menghasilkan sikap lebih lunak dari AS terhadap Moskwa.
Buatnya lebih baik, Trump memilih untuk membuka ruang negosiasi damai di Ukraina daripada menambah tekanan sanksi terkait ekspor energi Rusia. Hal ini meredakan takut pasar akan gangguan pasokan dari salah satu produsen minyak terbesar dunia.
Trump juga dijadwalkan bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy serta pemimpin Eropa untuk membahas upaya perdamaian. Namun, Moskwa tetap menguatkan tuntutan teritorialnya, sementara beberapa negara Eropa menolak kompromi yang ditawarkan, sehingga status quo konflik masih berlangsung. Situasi ini membuat investor cenderung berhati-hati.
Sementara itu, pasar juga memfokuskan perhatian pada kebijakan dagang AS terhadap Tiongkok, importir terbesar minyak Rusia. Trump mengutarakan tidak akan segera menerapkan tarif pembalasan terhadap negara yang masih membeli minyak dari Rusia, termasuk Tiongkok dan India. Namun, ia tidak menutup kemungkinan langkah tersebut bisa diambil dalam dua hingga tiga minggu ke depan. Sikap ini memberikan sedikit lega bagi pasar energi dalam jangka pendek.
Selain faktor geopolitik, investor juga memantau kebijakan moneter AS. Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, diperkirakan akan memberikan pidato penting di simposium Jackson Hole pekan ini. Pasar menantikan petunjuk mengenai arah kebijakan suku bunga, terutama setelah inflasi AS menunjukkan tanda-tanda melandai.
“Penurunan suku bunga berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi dan akhirnya meningkatkan permintaan energi global,” ujarnya.
Pasar minyak terus berisiko karena geopolitik yang tidak stabil dan kebijakan moneter yang tidak pasti. Investor perlu siap menghadapi volatilitas dan menyesuaikan strategi sesuai dengan perkembangan terbaru. Ketahanan dan analisis yang matang akan menjadi kunci untuk menavigasi kondisi pasar yang berubah-ubah ini.
Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Owner Thecuy.com
Duh, judulnya aja udah bikin dagdigdug, “stabilitas atau penurunan?”. Kirain udah ada bola kristal yang bisa nebak harga minyak, ternyata masih tebak-tebakan juga. Mungkin besok harga minyak naik, terus besoknya turun lagi, gitu terus ya? Gimana nih menurut kalian, prediksi harga minyaknya?