Maskapai Qantas Didenda Rp 884,9 Miliar Atas PHK Ilegal 1.800 Pekerja

dimas

By dimas

Maskapai penerbangan utama di Australia, Qantas Airways (QAN.AX), dijatuhi denda sebesar A$90 juta atau US$58,64 juta, yang setara dengan Rp884,9 juta (dengan kurs Rp16.189). Denda ini dijatuhkan karena telah melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap 1.800 karyawan darat dan menggantinya dengan tenaga kontraktual selama periode pandemi COVID-19.

Keputusan ini diumumkan dalam sidang di Pengadilan Federal Australia pada hari Senin, 18 Agustus 2025. Hakim Michael Lee dari pengadilan tersebut memberlakukan denda yang hampir mencapai batas maksimal karena pelanggaran terhadap peraturan ketenagakerjaan.

Hakim Lee menekankan bahwa hukuman ini bertujuan untuk mengingatkan perusahaan besar agar tidak menganggap pelanggaran hukum dalam ketenagakerjaan sebagai bagian dari biaya operasional.

“Prioritasku saat ini adalah untuk mencapai pencegahan yang nyata, termasuk pencegahan umum terhadap perusahaan publik besar yang mungkin tertarik untuk melanggar hukum karena manfaat yang diperoleh mungkin lebih besar daripada risiko negatif dari pengawasan yang efektif,” kata Lee dalam ringkasan putusan yang dikutip oleh Reuters, Senin (18/8/2025).

Sebagian dari denda, yaitu sebesar A$50 juta, akan dialokasikan untuk Serikat Pekerja Transportasi, yang telah mengajukan kasus ini mewakili 1.820 staf yang dipecat oleh Qantas selama pandemi. Putusan ini datang setelah delapan bulan Qantas dan serikat pekerja mencapai kesepakatan penyelesaian senilai A$120 juta untuk para pekerja yang terkena dampak.

Dalam konteks ini, kasus Qantas menunjukkan bagaimana pelanggaran ketenagakerjaan dapat membawa konsekuensi yang berat, terutama dalam situasi ekstrim seperti pandemi. Perusahaan besar harus lebih hati-hati dalam mengambil keputusan yang berdampak pada tenaga kerjanya, karena tidak hanya etis, tetapi juga karena risiko finansial yang tinggi. Pelajaran dari kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi perusahaan lain tentang pentingnya mematuhi regulasi dan mengutamakan hak pekerja dalam setiap keputusan bisnis.

Kasus Qantas tidak hanya tentang denda, tetapi juga tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Ketika sebuah perusahaan mengambil keputusan yang melanggar hukum, tidak hanya dampaknya pada pekerja yang terpengaruh, tetapi juga pada reputasi perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa pelanggaran hukum tidak hanya akan berdampak pada rapport keuangan, tetapi juga pada kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan tersebut.

Dalam era pandemi yang berlangsung, para pemimpin perusahaan harus lebih cermat dalam memutuskan strategi operasi mereka. Qantas, sebagai salah satu maskapai terbesar di Australia, harus menjadi teladan dalam memenuhi tanggung jawabnya sebagai employer. Perkara ini juga menegaskan bahwa hukum tidak akan menyisihkan siapa pun, termasuk perusahaan-pemimpin industrinya.

Kasus ini juga mengingatkan bahwa kepatuhan hukum dan etika dalam bisnis tidak hanya tentang menghindari denda, tetapi juga tentang menjaga kepercayaan dan loyalitas dari para karyawan serta masyarakat. Qantas, dengan denda yang dijatuhkan, akan terpaksa mempertimbangkan kembali strategi HR mereka agar tidak terjadi hal serupa di masa depan.

Kesimpulan yang bisa diambil dari situasi ini adalah bahwa perusahaan yang mematuhi hukum dan berusaha untuk melindungi hak-hak pekerja akan lebih mudah untuk menavigasi krisis apapun. Qantas, dengan denda ini, menjadi contoh yang baik bagi perusahaan lain untuk tidak mengorbankan kepatuhan hukum demi keuntungan jangka pendek. Masih banyak pelajaran yang bisa diambil dari kasus ini, termasuk pentingnya approuch yang transparan dan adil dalam menangani krisis pandemi.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan