Air mata itu mengalir deras dari balik tembok sempit sebuah ruangan sederhana di tepi Kota Tasikmalaya. Bunyinya menggelegar, seperti gelombang yang berulang kali menabrak pantai. Lalu terdengar dua kali suara torpedo. Diikuti keheningan yang menegangkan.
Tidak satu pun orang yang tahu bagaimana rupa wajah di balik tangis tersebut. Hanya terdengar suara yang bergetar. Sebentar. Kata-kata yang terucap terlihat dipaksa keluar. Di tempat itu, cerita tentang pelecehan dan kekerasan diungkapkan. Sebagian di antaranya untuk pertama kalinya.
Ruangan tersebut adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Tasikmalaya, yang berada di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Karsamenak, Kecamatan Kawalu. Tempat ini mulai beroperasi pada 12 Agustus 2025, menjadi tempat singgah bagi korban yang berani keluar dari perlakuan kejam tersebut.
Namun, keberanian itu tidak muncul dengan mudah. Banyak korban memilih untuk diam. Terperangkap oleh stigma, merasa malu. Atau, menganggap yang mereka alami sebagai nasib. Beberapa pula takut untuk berbicara, terutama jika pelakunya adalah tokoh yang dihormati masyarakat.
Sejak bulan pertama tahun 2025, tercatat ada 163 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Tasikmalaya. Data dari UPTD PPA menunjukkan berbagai jenis cerita yang terungkap: kekerasan fisik, seksual, dalam rumah tangga, hingga penyelamatan anak.
Sebagian besar korban pelecehan seksual mengaku takut menghadapi pelaku. Sekarang, beberapa perempuan memiliki tempat untuk mengatasi ketakutan itu sambil mempertahankan harapan untuk memutus rantai kekejaman tersebut.
“Laporan kasus kekerasan ini terjadi hampir setiap hari. Suara-suara seperti ini sudah biasa di sini,” ujar Pejabat Pelaksana Tugas Kepala UPTD PPA, Dindin Mohamad Syafarudin.
Kantor ini memiliki tiga ruangan saja. Dindingnya tipis, sehingga percakapan konseling mudah terdengar ke ruangan lain: tangisan, kemarahan, atau bahkan suara korban saat mengingat kembali penderitaan mereka.
Keterbatasan lainnya adalah kekurangan tenaga ahli. UPTD PPA hanya memiliki satu psikolog untuk menangani ratusan laporan setiap enam bulan. Dana untuk penanganan selain konstruksi fisik tahun ini tidak mencapai Rp30 juta. Setelah efisiensi, jumlah tersebut berkurang menjadi sekitar Rp20 juta, dengan alokasi untuk tenaga ahli hanya Rp5–6 juta.
Meskipun dengan berbagai kendala, tempat ini tetap menjadi harapan bagi mereka yang mencari bantuan dan kebebasan dari kekerasan.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.