Royalti Musik di Kafe Dukung Musisi Lokal Tasikmalaya

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Masalah terkait royalti musik telah menimbulkan kontroversi, dengan dampaknya yang merambat ke dunia usaha, termasuk kafe, hotel, dan restoran yang harus membayar tarif ketika memutar musik. Pada saat yang sama, hal ini juga memberikan kesempatan bagi musisi lokal untuk mencapai kesuksesan.

Masalah royalti musik saat ini menjadi subjek perdebatan dan pembahasan yang tidak hanya melibatkan musisi, tetapi juga pelaku usaha. Hal ini mengingat dampaknya telah mempengaruhi sektor seperti kafe, hotel, dan restoran.

Contoh kasus terkemuka adalah Mie Gacoan, yang menerima tindakan hukum karena tidak membayar royalti musik yang diputar di seluruh gerainya. Akhirnya, perusahaan tersebut membayar jumlah yang diharuskan, mencapai Rp 2,2 miliar kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Efek dari kasus tersebut juga dirasakan oleh pemilik kafe yang biasanya memutar musik untuk hiburan tamu, termasuk dengan memainkan lagu-lagu cover dari artis terkenal.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Kesenian Kota Tasikmalaya (DKKT) Bode Riswandi menjelaskan bahwa setiap karya harast diapresiasi dan penciptanya berhak atas royalti saat karya tersebut digunakan untuk kegiatan bisnis.

“Meskipun dianggap sebagai beban, setiap karya seharusnya diapresiasi, termasuk melalui pembayaran royalti,” katanya kepada Radar, pada Jumat (15/8/2025).

Menurut Bode, tidak mengherankan jika kafe dan tempat usaha lain menjadi ragu-ragu untuk memutar musik. Namun, dia menyarankan agar pemilik usaha bisa bekerja sama dengan musisi lokal di Tasikmalaya. “Dengan demikian, mereka bisa memutar musik atau melaksanakan live music sambil membantu mempromosikan karya musisi setempat,” ujarnya.

Musisi lokal di Kota Tasikmalaya juga diharapkan untuk mengeksploitasi peluang ini agar karya mereka dapat lebih dikenal di kafe dan restoran. “Namun, karya mereka harus dikembangkan dengan serius, bukan hanya sekadar asal,” katanya.

Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Disporabudpar) Kota Tasikmalaya dapat berperan sebagai penghubung antara musisi dan pelaku usaha kafe. Dengan begitu, dapat mendukung pertumbuhan pariwisata serta pengembangan seniman dan musisi lokal. “Karena keduanya berada di bawah naungan Disporabudpar,” tambahnya.

Perkembangan saat ini menunjukkan bahwa isu royalti musik tidak hanya menimbulkan tantangan bagi pelaku usaha, tetapi juga menawarkan peluang bagi musisi lokal untuk memperluas pemasaran karya mereka. Kerjasama antara pemilik usaha dan seniman setempat dapat menjadi solusi yang saling menguntungkan, dengan dukungan dari instansi terkait.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan