Harga Beras Masih Tinggi di 191 Daerah

dimas

By dimas

Realisasi penyaluran beras murah melalui program Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) hingga saat ini baru mencapai 61.467 ton atau sekitar 1% dari target tahunan sebesar 1,3 juta ton. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan, meski sebagian wilayah sudah mengalami penurunan harga, mayoritas daerah masih mencatatkan kenaikan harga komoditas pokok tersebut.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, sebanyak 191 kabupaten/kota masih mengalami kenaikan harga beras pada minggu pertama Agustus 2025. Angka ini menunjukkan perbaikan dibanding pekan keempat Juli 2025 yang mencatat 233 wilayah dengan tren serupa. “Dari 233 kabupaten/kota yang semula mengalami kenaikan, sekarang turun menjadi 191 wilayah. Namun upaya penurunan harga harus terus intensif dilakukan,” jelas Tito dalam rapat inflasi yang disiarkan melalui kanal YouTube Kemendagri RI, Senin (11/8/2025).

Tito mengingatkan pentingnya percepatan distribusi SPHP menyusul prediksi penurunan produksi beras dalam dua bulan ke depan. Fenomena ini kerap memicu kenaikan harga pangan. “Produksi puncak terjadi pada Juni lalu, dan beberapa wilayah penghasil beras mulai memasuki musim kemarau. Diprediksi hingga September-Oktober, pasokan akan berkurang,” paparnya.

Untuk memastikan penyaluran tepat sasaran, pemerintah mendorong Bulog memanfaatkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kantor Staf Presiden (KSP) sebagai acuan. “Dengan memprioritaskan 191 kabupaten/kota yang masih mengalami kenaikan, distribusi 1,3 juta ton beras SPHP bisa lebih efektif,” ujar Tito.

BPS mencatat disparitas harga beras yang signifikan antarwilayah pada Agustus 2025. Di zona 1 (Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB, dan Sulawesi), rata-rata harga berada di Rp14.731/kg—di bawah HET Rp14.900/kg. Sementara zona 2 (Sumatera kecuali Lampung dan Sumsel, NTT, Kalimantan, Maluku, Papua) mencatat harga Rp15.744/kg, dengan titik tertinggi di Mahakam Ulu (Rp20.685/kg).

Zona 3 menunjukkan kondisi paling ekstrem, dengan harga tertinggi di Intan Jaya (Rp54.772/kg) dan terendah di Nduga (Rp25.000/kg). Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menekankan perlunya monitoring ketat terhadap dinamika harga di zona-zona rawan tersebut.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan