Pemerintah Rentan Hadapi Kekusutan Akibat Kemacetan Komunikasi

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah perlu memastikan komunikasi dengan masyarakat berjalan lancar agar program dan kebijakannya dapat dipahami, didukung, serta diimplementasikan secara efektif. Erliana Hasan (2005) menyatakan bahwa komunikasi pemerintahan bertujuan untuk menyampaikan ide, program, dan gagasan pemerintah kepada publik guna mencapai tujuan negara.

Prinsip utama komunikasi pemerintahan meliputi transparansi, interaksi langsung dengan masyarakat, partisipasi publik dalam penyusunan kebijakan, serta penyajian positif kebijakan pemerintah. Beberapa teori seperti Social Marketing, Communication Persuasion Matrix, Agenda Setting Theory, dan Diffusion of Innovations Theory dapat diaplikasikan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi tersebut. Namun, tantangan seperti perbedaan bahasa, kerangka referensi, jarak status, geografis, serta beban kerja sering menjadi penghambat.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah perlu menunjuk juru bicara yang kompeten. Indonesia memiliki President Communication Office (PCO) dan Kementerian Sekretariat Negara, namun kedua lembaga ini dinilai belum berfungsi optimal dalam setahun terakhir. Akibatnya, banyak informasi resmi tergantikan oleh berita dari media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube, yang berpotensi menimbulkan disinformasi.

Beberapa kasus memperlihatkan buruknya komunikasi pemerintah, seperti kebijakan PPATK yang membekukan rekening tidak aktif tanpa sosialisasi memadai, pengenaan cukai pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) tanpa dasar penelitian kuat, serta ancaman penyitaan lahan oleh Menteri ATR/BPN. Kebijakan-kebijakan ini kerap menimbulkan kebingungan dan keresahan di masyarakat akibat kurangnya penjelasan yang komprehensif.

Misalnya, pengenaan cukai MBDK didasarkan pada asumsi bahwa produk tersebut menyebabkan diabetes dan obesitas, meski belum ada penelitian yang membuktikannya. Selain itu, kebijakan integrasi NIK dalam transaksi keuangan per Agustus 2025 juga belum disampaikan dengan jelas, memicu kekhawatiran publik.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) juga menyisakan banyak pertanyaan, mulai dari sasaran, standar pangan, hingga sumber pendanaan. BPOM tidak dilibatkan secara memadai dalam pengawasan, sementara anggaran penanganan stunting masih belum transparan.

Banyak menteri dinilai kurang komunikatif dan inovatif dalam menjalankan tugas. Oleh karena itu, Presiden perlu mengoptimalkan peran PCO, Kementerian Sekretariat Negara, dan Komite Digital untuk memperbaiki komunikasi pemerintah. Tanpa upaya serius, masyarakat akan terus kebingungan akibat informasi yang tidak jelas dan tidak terkoordinasi.

Agus Pambagio
Pemerhati dan Praktisi Kebijakan Publik

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan