Maki Desak KPK Terapkan Pasal Pencucian Uang dalam Kasus Korupsi Kuota Haji

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kasus penyimpangan kuota haji tahun 2024 yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi telah memasuki fase penyidikan. Boyamin Saiman, koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), mendorong lembaga antirasuah itu untuk memberlakukan pasal pencucian uang guna melacak pergerakan dana dalam kasus tersebut.

“Kami berharap KPK menerapkan pasal pencucian uang karena dana yang diduga disalahgunakan ini telah beredar ke berbagai pihak,” jelas Boyamin kepada awak media pada Minggu (10/8/2025).

Aktivis antikorupsi itu memberikan apresiasi atas peningkatan status penyelidikan kasus ini. Ia menegaskan komitmen MAKI untuk terus memantau perkembangan hukumnya. “Kami akan tetap mengawal proses hukum ini. Jika terjadi kelambanan, kami siap mengajukan praperadilan,” tegasnya.

Berdasarkan perhitungan Boyamin, kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp500–750 miliar. Angka tersebut didasarkan pada biaya haji khusus sebesar 5.000 dolar AS atau sekitar Rp75 juta per jemaah.

Dalam kasus ini, terjadi penambahan kuota haji sebanyak 20.000 jemaah yang terbagi menjadi dua kategori: reguler dan khusus. Menurut Boyamin, pembagian ini jelas melanggar ketentuan yang berlaku. “Dari 10.000 kuota khusus yang dijual seharga 5.000 dolar, totalnya bisa mencapai Rp750 miliar. Minimal, kerugian negara sekitar Rp500 miliar. Pertanyaannya, kemana aliran dana itu? Inilah pentingnya penyidikan ini,” paparnya.

Sebelumnya, KPK telah mengonfirmasi bahwa kasus ini kini berada dalam tahap penyidikan. Fokus penyelidikan diarahkan pada pelaku yang diduga memberi perintah terkait pembagian kuota haji yang menyimpang.

“Kami sedang menelusuri perintah yang diberikan serta alur dana terkait,” ungkap Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (9/8).

Lembaga antirasuah itu juga akan mengusut penerima dana dari pembagian kuota tidak sah tersebut. Namun, Asep belum merinci identitas pihak-pihak yang terlibat dalam aliran dana maupun pemberi perintah. “Kami sedang mengidentifikasi pelaku yang memerintahkan pembagian kuota tidak sesuai aturan serta pihak-pihak yang menerima dana dari penambahan kuota itu,” jelasnya.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan