Singapura Waspadai Peningkatan Kasus Chikungunya dan Imbauan bagi Wisatawan

Amerika Serikat telah meningkatkan level peringatan perjalanan ke China menyusul merebaknya wabah chikungunya di negara tersebut. Situasi serupa kini juga mengancam Singapura, di mana kasus impor dari pelancong dan keberadaan nyamuk aedes menjadi faktor risiko utama, menurut laporan Badan Penyakit Menular Singapura (CDA).

Berdasarkan data yang dirilis Straits Times pada 10 Agustus 2025, CDA memperingatkan bahwa wabah chikungunya menunjukkan peningkatan signifikan di Amerika, Asia, dan Eropa. Perubahan iklim turut berkontribusi pada meluasnya penyebaran penyakit yang ditularkan nyamuk ini ke wilayah-wilayah beriklim sedang yang sebelumnya tidak terdampak.

Otoritas kesehatan Singapura mengimbau warganya untuk meningkatkan kewaspadaan dengan melakukan langkah pencegahan, termasuk memberantas sarang nyamuk di lingkungan tempat tinggal maupun tempat bekerja. Bagi mereka yang berencana mengunjungi daerah terdampak, disarankan menggunakan losion antinyamuk, mengenakan pakaian tertutup, serta memilih akomodasi dengan kelambu atau jaring pelindung.

CDA juga menekankan pentingnya segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala mencurigakan pascaberpergian, sekaligus melaporkan riwayat perjalanan dan gigitan nyamuk kepada tenaga medis. Langkah ini dinilai krusial untuk mencegah rantai penularan lebih lanjut.

Profesor Ooi Eng Eong dari Duke-NUS Medical School mengungkapkan kekhawatirannya atas lonjakan kasus chikungunya di Singapura yang melampaui dua kali lipat angka tahun sebelumnya. Meski tidak sefatal demam berdarah, penyakit ini dapat menyebabkan nyeri sendi berkepanjangan hingga berbulan-bulan, sehingga menghambat aktivitas penderitanya.

Gejala klinis chikungunya meliputi demam tinggi mendadak, radang sendi, ruam kulit, dan sakit kepala. Kesamaan gejala dengan demam berdarah kerap menyulitkan diagnosis dini tanpa pemeriksaan medis lebih lanjut.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page