Indonesia Dapatkan Pendanaan Green Climate Fund untuk Percepatan Mitigasi Perubahan Iklim

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Diaz Hendropriyono, memberikan apresiasi kepada Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) atas dedikasinya dalam mengatur aliran dana iklim non-APBN hingga tingkat lokal. Hal ini disampaikan dalam acara yang digelar pada Kamis (7/8/2025).

Diaz menyoroti tantangan utama dalam pendanaan iklim di Indonesia, yaitu kesenjangan antara kebutuhan yang besar dan ketersediaan dana. Untuk itu, penyaluran dana Pembayaran Berbasis Hasil (RBP) dari Green Climate Fund (GCF) melalui program REDD+ diharapkan dapat memperkuat aksi iklim di berbagai wilayah. “Kita harus memastikan dana GCF benar-benar tersalurkan dan berdampak. KLH bersama BPDLH akan memastikan akuntabilitas, agar Indonesia diakui sebagai negara berintegritas dalam penanganan perubahan iklim,” tegasnya.

Indonesia terus berkomitmen memperkuat upaya mitigasi perubahan iklim, salah satunya lewat program REDD+ yang berfokus pada pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Program ini menempatkan sektor kehutanan sebagai ujung tombak dalam menekan emisi gas rumah kaca (GRK).

Negara ini berhasil mendapat pendanaan GCF senilai USD 103,8 juta untuk proyek percontohan RBP, sebagai imbalan atas penurunan emisi sebesar 20,25 juta ton CO2 ekuivalen (tCO2e) pada 2014-2016. Sebanyak USD 93,4 juta dialokasikan untuk Output 2 proyek RBP REDD+ GCF yang berjalan sejak Juli 2023 hingga 2030, guna mendukung aksi iklim di 38 provinsi.

BPDLH telah menyalurkan dana lebih dari Rp 251 miliar ke 15 provinsi, termasuk Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Selatan, dengan durasi pelaksanaan bervariasi antara satu hingga empat tahun. Delapan lembaga perantara ditunjuk untuk memfasilitasi pengelolaan dana dan pelaksanaan proyek.

Penandatanganan kerja sama resmi antara BPDLH dan lembaga perantara disaksikan oleh pejabat tinggi, termasuk Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan. Hingga kini, proyek ini telah mendukung perluasan perhutanan sosial lebih dari dua juta hektar, memfasilitasi 40 usulan hutan adat, serta mendampingi 163 RKPS.

Mahfudz, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, menekankan bahwa pencapaian NDC 2030 memerlukan pendanaan besar, di mana dukungan APBN masih terbatas. “Proyek RBP REDD+ GCF Output 2 berkontribusi signifikan terhadap target NDC dan pengelolaan hutan berkelanjutan,” ujarnya.

Joko Tri Haryanto, Direktur Utama BPDLH, menambahkan bahwa kerja sama ini tidak hanya menyalurkan dana, tetapi juga kepercayaan global terhadap komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi. “Proyek ini bisa menjadi katalis bagi akses RBP di daerah,” katanya.

Sebagai bagian dari acara, digelar talkshow bertema Kontribusi Dana RBP REDD+ untuk Kelestarian Hutan Indonesia, menghadirkan berbagai narasumber yang membahas peluang, tantangan, dan dampak proyek. Melalui inisiatif ini, Indonesia menegaskan bahwa pelestarian hutan bukan sekadar kewajiban, melainkan warisan bagi generasi mendatang. Dengan kolaborasi multipihak, negara ini optimis mencapai mitigasi dan adaptasi iklim yang lebih efektif.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan