SPEKULASI tentang dari mana
Israel
menamakan operasi militernya sebagai “
Rising Lion
” atau “Singa yang Bangkit” telah terjawab. Secara resmi Israel mengakui bahwa operasi militernya terhadap Iran terinspirasi dari ikonografi monarki Iran pra-1979.
Israel secara resmi mengakui bahwa operasi rahasianya terhadap Iran, yang diberi nama “Rising Lion,” terinspirasi oleh ikonografi monarki Iran pra-1979, khususnya lambang Singa dan Matahari yang dikaitkan dengan dinasti Pahlavi. Langkah ini secara luas ditafsirkan sebagai tindakan perang psikologis dan provokasi ideologis yang disengaja yang ditujukan pada Teheran.
Apa yang Diakui Israel?
Pada Selasa, akun resmi berbahasa Persia milik Israel, X, mengunggah sebuah pesan yang merujuk pada Singa dan Matahari kekaisaran, yang menyatakan dalam bahasa Persia: “Kebangkitan singa-singa untuk kemenangan cahaya atas kegelapan.”
Unggahan tersebut menyertakan gambar kartun yang menggambarkan bendera
Iran
saat ini ditusuk oleh seekor singa emas yang menghunus pedang. Meskipun Israel belum secara resmi menjelaskan mengapa mereka memilih nama ini, banyak pengamat memandang “Rising Lion” sebagai penghormatan langsung kepada simbol era Shah, yang membingkai operasi tersebut sebagai kampanye militer dan ideologis.
Sebelum serangan itu, Perdana Menteri Israel
Benjamin Netanyahu
meninggalkan catatan tulisan tangan di Tembok Barat Yerusalem yang mengutip ayat Alkitab: “Lihat, suatu bangsa akan bangkit seperti singa betina, dan seperti singa ia akan meninggikan dirinya.” Meskipun awalnya ditafsirkan sebagai referensi keagamaan, kantor berbahasa Persia Israel kemudian mengonfirmasi bahwa pesan itu dimaksudkan sebagai peringatan simbolis kepada Iran.
Apa Alasan Israel Serang Iran?
Pengakuan nama operasi militer ini adalah sebuah pengakuan tentang misi Israel sesungguhnya. Mereka ingin menggantikan pemerintahan Iran yang sekarang dengan mengulik sentimen terhadap monarki Iran yang diruntuhkan pada 1979.
Sejak awal serangan, pemimpin Israel telah mempertimbangkan perubahan rezim di Iran. Hal ini baru diungkap Netanyahu dalam berbagai penampilan media selama dua hari terakhir.
Pada Minggu, 16 Juni 2025, dalam sebuah wawancara dengan
Fox News
, Netanyahu mengatakan bahwa perubahan rezim “tentu saja dapat menjadi hasil” dari
operasi militer Israel
di Iran, bahkan ketika bersikeras bahwa tujuan resminya adalah penghancuran infrastruktur nuklir dan rudal Iran, seperti dikutip
Axios
.
Netanyahu secara eksplisit menyatakan bahwa konflik tersebut dapat menyebabkan pergantian rezim, dengan menegaskan bahwa melenyapkan Khamenei dapat mengakhiri perang daripada meningkatkannya. Ia menekankan tekad Israel untuk mengambil tindakan yang diperlukan dan menyoroti kelemahan rezim saat ini, dengan menyatakan perubahan signifikan di Iran dapat terjadi.
Netanyahu bahkan muncul di program TV oposisi Iran yang berfokus pada pergantian rezim, dengan menarik persamaan dengan keruntuhan historis yang tak terduga seperti Uni Soviet dan rezim Assad di Suriah.
Bagaimana Operasi ‘Rising Lion’ Mewujudkannya?
Operasi “Rising Lion” dimulai Jumat pagi, dengan Israel menargetkan lebih dari 100 lokasi nuklir dan militer di seluruh Iran. Citra satelit yang dirilis setelahnya menunjukkan kerusakan di dekat fasilitas nuklir Natanz dan di Isfahan.
Namun, yang perlu dicatat adalah pada serangan pertama itu, Israel membunuh beberapa pemimpin militer Iran sebagai pilar pertahanan negara tersebut. Beberapa pemimpin militer Iran, termasuk Kepala Staf Angkatan Bersenjata Mohammad Bagheri, komandan IRGC Hossein Salami, dan sejumlah ilmuwan nuklir.
Hingga Minggu, serangan Israel telah menghantam lebih dari 80 target tambahan di Teheran, termasuk fasilitas kementerian pertahanan dan lokasi rudal.
Kabar terakhir tentang ambisi Israel membunuh
Ayatollah Ali Khamenei
semakin menegaskan tujuan utamanya.
Mengapa Israel Memilih Narasi Senjata Nuklir sebagai Alasan?
Pada awal serangan, Israel menyebutkan bahwa serangan itu adalah sebuah serangan pre-emptive. Penggunaan alasan senjata nuklir adalah sesuatu yang dapat disepakati bersama oleh negara-negara yang anti-Iran dan kelompok-kelompok anti-nuklir. Bahkan G7 mengeluarkan pernyataan untuk mendukung “hak Israel” membela diri, meskipun fakta di lapangan adalah Israel yang terlebih dulu menyerang.
Narasi
senjata nuklir
ini direstui pula oleh Amerika Serikat. Menurut
Axios
, Gedung Putih mendukung tujuan Israel yang dinyatakan untuk membongkar kemampuan rudal balistik dan nuklir Iran tetapi tidak mendukung misi yang lebih luas untuk membentuk kembali pemerintahan Iran secara paksa. Pejabat AS mengakui bahwa orang Israel mungkin lebih nyaman dengan gagasan pergantian rezim atau bahkan penghancuran negara daripada AS.
Ketika Israel berencana membunuh Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Trump disebut-sebut menentangnya. Ia menggambarkannya sebagai langkah berisiko yang dapat menggantikan musuh yang dikenal dengan musuh yang tidak dapat diprediksi.
Pada 17 Juni 2025, di tengah konflik yang meningkat antara Israel dan Iran, Presiden AS Donald Trump mengintensifkan retorikanya terhadap kepemimpinan Iran. Ia menyebut Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei sebagai “sasaran empuk” tetapi mengklarifikasi bahwa AS tidak berencana untuk membunuhnya saat ini, Al Jazeera mengungkapkan.
Namun, sikap Trump tidak pernah bisa dipegang. Ia selalu memperlihatkan pernyataan-pernyataan yang kontradiktif. Ia pernah meminta Israel untuk tidak menyerang Iran ketika negosiasi sedang berlangsung. Tetapi ketika Israel menyerang Iran, ia malah memberikan dukungan total dengan mengancam Iran.
Bagaimana Sikap Negara-negara Barat?
Sejauh ini, negara-negara Barat berpihak pada Israel dengan mengatakan bahwa Israel berhak membela diri, meskipun fakta di lapangan memperlihatkan Israel yang menyerang terlebih dulu.
Namun, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyampaikan kekhawatiran yang kuat tentang konsekuensi tindakan militer yang ditujukan untuk mengubah rezim di Iran. Ia memperingatkan bahwa pendekatan semacam itu akan menyebabkan kekacauan baik di dalam negeri Iran maupun di seluruh kawasan yang lebih luas, seperti dilansir
The New Arab
.
Macron sepakat bahwa mencegah Iran memperoleh senjata nuklir atau kemampuan rudal balistik adalah tujuan bersama. Namun, ia mengatakan menggunakan serangan militer untuk menggulingkan rezim Iran akan menjadi kesalahan besar.
Pejabat Israel telah menyatakan bahwa Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dapat menghadapi nasib yang mirip dengan Saddam Hussein, setelah invasi yang dipimpin AS, meskipun Macron menolak perbandingan tersebut sebagai sesuatu yang salah arah.
Kanselir Jerman Friedrich Merz juga menentang Macron dengan mengakui serangan signifikan Israel terhadap program nuklir Iran tetapi mencatat keterbatasan Israel tanpa dukungan militer AS, khususnya terhadap situs-situs yang dibentengi seperti pabrik pengayaan uranium Fordow.
Bagaimana dengan Rakyat Iran?
Menurut
Axios
, sejak konflik dimulai, tidak ada protes yang meluas terhadap rezim Iran, yang tampaknya berkonsolidasi secara internal sebagai respons terhadap ancaman eksternal. Para ahli mencatat bahwa meskipun permusuhan publik terhadap pemerintah mungkin meningkat karena kegagalan keamanan dan jatuhnya korban sipil, solidaritas nasional tetap kuat.
Namun, jika perang terus berlanjut dan semakin merusak keamanan internal dan intelijen Iran, rezim tersebut dapat melemah secara substansial dari waktu ke waktu.

Pemilik Website Thecuy.com