
Jakarta - 2025 bisa dilihat sebagai momen transisi penting dalam perjalanan bangsa. Perubahan kepemimpinan nasional, penyesuaian arah kebijakan pembangunan, serta ketidakpastian global yang semakin tajam menempatkan Indonesia pada fase pergantian. Dalam konteks inilah, 2026 sepatutnya dipahami sebagai ujian kedewasaan umat, sekaligus kesempatan untuk konsolidasi agar umat Islam mampu berkontribusi secara lebih sadar, terukur, dan bertanggung jawab dalam pembangunan nasional.
Islam sejak awal menempatkan perubahan sebagai kerja perbaikan, bukan sekadar seruan. Al-Qur'an menegaskan, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri". Ayat ini mengajarkan bahwa perubahan sosial tidak hanya menunggu kebijakan negara, tetapi menuntut kesiapan umat untuk berbenah dan mengambil peran aktif. Dari sinilah lahir konsep islah sebagai inti ajaran dan gerakan.
Secara bahasa, islah berasal dari kata ashlaha-yushlihu-ishlahan, yang bermakna memperbaiki, meluruskan, mendamaikan, dan menjadikan sesuatu lebih baik dari keadaan sebelumnya. Islah tidak berhenti pada niat baik atau kesalehan personal, melainkan menuntut tindakan nyata untuk memperbaiki kondisi yang rusak, timpang, atau tidak adil. Dalam Al-Qur'an, Islah selalu dikaitkan dengan tanggung jawab sosial, perdamaian, dan kemaslahatan bersama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Persatuan Ummat Islam (PUI) sejak awal berdiri menegaskan bahwa islah adalah jalan pengabdian. Pada Milad ke-108 tahun PUI, tema “Menguatkan Gerakan Islah” bukan sekadar slogan seremonial, tetapi peneguhan arah perjuangan. Para pendiri PUI menempatkan “perbaikan” sebagai orientasi utama: memperbaiki akidah tanpa memecah belah, memperbaiki umat tanpa kegaduhan, serta memperbaiki kehidupan kebangsaan dengan cinta dan persatuan sebagai ruh gerakan.
Dalam konteks global, tantangan yang dihadapi umat dan bangsa semakin kompleks. Konflik Rusia-Ukraina yang berkepanjangan masih memengaruhi harga energi dan pangan dunia. Rivalitas Amerika Serikat dan Cina menunjukkan bahwa dunia bergerak menuju fragmentasi ekonomi. Kebijakan proteksionis Amerika Serikat yang menguat sejak era Trump menjadi pengingat bahwa ketergantungan pada kekuatan global menyimpan risiko besar. Di sisi lain, tragedi kemanusiaan di Palestina terus mengetuk nurani umat Islam tentang pentingnya keadilan dan solidaritas yang bermartabat.
ADVERTISEMENT
Di dalam negeri, ujian itu hadir dalam bentuk krisis nyata yang dirasakan rakyat. Banjir besar di sejumlah wilayah Sumatera pada akhir 2025 bukan hanya bencana alam, tetapi juga krisis sosial dan ekonomi. Ribuan keluarga kehilangan tempat tinggal, aktivitas ekonomi rakyat terhenti, dan banyak petani serta pelaku usaha kecil kehilangan sumber penghidupan. Peristiwa ini menunjukkan bahwa pembangunan membutuhkan daya tahan sosial dan kepedulian kolektif yang lebih kuat.
Data sosial-ekonomi memperkuat kenyataan tersebut. Jumlah penduduk miskin Indonesia masih berada di kisaran 24 juta jiwa, sementara kelompok rentan jauh lebih besar. Kemiskinan ekstrem memang telah ditekan hingga di bawah 1 persen, namun satu bencana besar saja dapat mendorong jutaan orang kembali jatuh miskin. Tingkat pengangguran di kisaran 4-5 persen juga menunjukkan bahwa ketahanan ekonomi masyarakat masih rapuh ketika berhadapan dengan krisis.
Dalam situasi seperti ini, umat Islam diuji untuk beranjak dari kesalehan individual menuju kesalehan sosial. Islam tidak berhenti pada menjadi Muslim yang saleh, tetapi mendorong lahirnya Muslih, orang yang aktif melakukan islah. Muslih adalah mereka yang tidak hanya baik untuk dirinya, tetapi juga memperbaiki lingkungan, menolong yang terdampak krisis, dan menghadirkan solusi. Inilah yang dapat disebut sebagai Islah Maker, pelaku perbaikan yang bekerja nyata di tengah umat dan bangsa.
Menguatkan Gerakan Islah berarti mengonsolidasikan peran umat pada tiga bidang utama. Pertama, pendidikan, dengan memperbaiki kualitas dan relevansi lembaga pendidikan umat agar melahirkan generasi berakhlak, tangguh, dan adaptif. Kedua, ekonomi umat, dengan menjadikan zakat, infak, dan wakaf sebagai pengungkit kemandirian ekonomi rakyat, terutama di wilayah terdampak krisis dan bencana. Ketiga, ketahanan sosial, dengan memperkuat solidaritas, kesiapsiagaan bencana, dan jaringan tolong-menolong berbasis komunitas.
Akhirnya, ujian kedewasaan umat tidak bisa dijalani sendirian. Gerakan Islah menuntut kolaborasi antara negara, ormas, dan masyarakat sipil. Negara membutuhkan mitra sosial yang berakar dan dipercaya. Umat membutuhkan kebijakan yang adil serta ruang partisipasi yang terbuka. Tahun 2026 menjadi momentum penting untuk membuktikan bahwa umat Islam Indonesia mampu hadir sebagai Muslih kolektif-penggerak Islah yang dewasa, moderat, dan bertanggung jawab demi Indonesia yang maju, tangguh, dan bermartabat.
Raizal Arifin
Ketua Umum DPP Persatuan Ummat Islam (PUI)
(knv/knv)
Data Riset Terbaru:
Saat ini, tren sosial dan ekonomi menunjukkan semakin besarnya peran lembaga keagamaan dalam penguatan ketahanan sosial. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 mencatat bahwa penerimaan zakat nasional terus meningkat, seiring dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya keberpihakan terhadap kelompok rentan. Selain itu, kehadiran organisasi seperti PUI menunjukkan bahwa gerakan keagamaan tidak hanya fokus pada ritual, tetapi juga pada pemberdayaan ekonomi dan penguatan sosial. Di tengah ketidakpastian global, peran umat dalam menjaga keharmonisan sosial menjadi semakin krusial.
Analisis Unik dan Simplifikasi:
Islam mengajarkan bahwa perubahan harus dimulai dari diri sendiri. Dalam konteks kebangsaan, ini berarti umat Islam perlu hadir sebagai agen perbaikan, bukan sekadar penonton. Dengan memanfaatkan potensi zakat, infak, dan wakaf, umat dapat memberdayakan masyarakat, terutama di daerah terdampak bencana. Selain itu, pendidikan berbasis nilai-nilai Islam dapat mencetak generasi yang tidak hanya religius, tetapi juga tangguh dan adaptif terhadap perubahan.
Studi Kasus: PUI dalam Penanganan Bencana
PUI telah menunjukkan peran nyata dalam penanganan bencana, seperti banjir di Sumatera. Melalui jaringan relawan dan program kemanusiaan, PUI tidak hanya memberikan bantuan langsung, tetapi juga memperkuat ketahanan masyarakat melalui pelatihan kesiapsiagaan bencana dan pemberdayaan ekonomi pasca-bencana.
Infografis: Peran Zakat dalam Penguatan Ekonomi Umat
[Bayangkan infografis yang menunjukkan aliran zakat dari muzakki ke mustahik, serta dampaknya terhadap peningkatan kesejahteraan dan ketahanan sosial.]
Penguatan Gerakan Islah bukan hanya tanggung jawab PUI, tetapi seluruh umat Islam. Dengan bergerak bersama, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil, tangguh, dan bermartabat. Mari menjadi bagian dari perubahan, bukan sekadar menyaksikannya.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
๐ Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
๐ Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.