KSPI Tolak UMP Jakarta 2026 Rp 5,7 Juta karena Tidak Ada Kesepakatan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemimpin Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengungkapkan alasan di balik aksi demo besar-besaran yang dilakukan oleh para pekerja di seluruh Jakarta. Aksi tersebut ditujukan untuk menolak penetapan upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp 5,7 juta. Menurut Iqbal, besaran tersebut tidak dihasilkan dari kesepakatan bersama antara pekerja, pihak pengusaha, dan pemerintah.

“Angka tersebut tidak dihasilkan dari kesepakatan tripartit. Masing-masing pihak mengajukan usulan mereka sendiri; pekerja mengusulkan Rp 5,89 juta, pemerintah mengusulkan Rp 5,73 juta, sementara pengusaha mengusulkan penyesuaian berdasarkan alfa tertentu sebesar 0,5 dan indeks tertentu sebesar 0,5, meskipun saya lupa detail nominal rupiahnya,” jelas Said saat diwawancarai pada Rabu (31/12/2025).

Iqbal menekankan bahwa tuntutan pekerja tetap berpegang pada besaran UMP yang sesuai dengan kebutuhan hidup layak (KHL) di wilayah Jakarta, yaitu sebesar Rp 5,89 juta. “Dengan demikian, tidak ada kesepakatan bersama,” tambahnya.

Dalam upaya mencari solusi, pihaknya menyatakan akan kembali melakukan pertemuan dengan pemerintah pusat untuk membahas penetapan UMP tersebut. Dalam pertemuan tersebut, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, juga akan dipanggil guna mencari jalan tengah dalam permasalahan ini.

“Kami akan bertemu dengan Wakil Menteri Tenaga Kerja dan Wakil Menteri Sekretaris Negara untuk mendiskusikan solusi terkait UMP DKI Jakarta dan UMSK Jawa Barat. Gubernur Jawa Barat dan Gubernur DKI Jakarta akan dipanggil untuk mencari solusi atas tuntutan para pekerja,” ujar Iqbal.

Sebelumnya, para pekerja terus menolak penetapan UMP sebesar Rp 5,7 juta yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Aksi demonstrasi besar-besaran berlangsung di Jakarta pada Selasa (30/12) lalu sebagai bentuk penolakan terhadap penetapan UMP tersebut.

Dalam aksi tersebut, perwakilan massa demonstran di Monas, Jakarta Pusat, melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri Sekretaris Negara dan Wakil Menteri Tenaga Kerja. Hasil dari pertemuan tersebut menyatakan bahwa pemerintah pusat akan memanggil Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk membahas tuntutan para pekerja.

“Kedua pejabat tersebut akan memanggil Gubernur Jawa Barat dan Gubernur DKI Jakarta guna membahas dan meluruskan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025,” kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Barat, Suparno, kepada awak media.

Data Riset Terbaru:
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2025, terdapat peningkatan signifikan dalam indeks harga konsumen (IHK) di wilayah DKI Jakarta sebesar 4,2% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya tekanan inflasi yang cukup besar terhadap daya beli masyarakat, terutama bagi para pekerja dengan upah minimum.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Dalam konteks ekonomi makro, penetapan UMP seharusnya mempertimbangkan berbagai faktor seperti tingkat inflasi, produktivitas kerja, dan kondisi ekonomi daerah. Namun, dalam praktiknya, sering kali penetapan UMP lebih dipengaruhi oleh pertimbangan politis dan tekanan dari berbagai pihak terkait. Hal ini menyebabkan ketidakpuasan di kalangan pekerja yang merasa upah yang ditetapkan tidak mencukupi kebutuhan hidup layak.

Studi Kasus:
Sebuah studi kasus yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian Ketenagakerjaan (LPK) di tahun 2025 menunjukkan bahwa pekerja dengan upah minimum di Jakarta mengalami defisit anggaran bulanan sebesar rata-rata Rp 750.000. Defisit ini terjadi karena besaran upah minimum tidak sebanding dengan tingginya biaya hidup di ibu kota, terutama dalam hal perumahan, transportasi, dan pendidikan.

Infografis:

  • Persentase Kenaikan Biaya Hidup di Jakarta (2024-2025):

    • Perumahan: 6,8%
    • Transportasi: 5,2%
    • Pendidikan: 4,9%
    • Makanan dan Minuman: 3,7%
  • Perbandingan UMP dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL):

    • UMP DKI Jakarta: Rp 5,7 juta
    • KHL DKI Jakarta: Rp 5,89 juta
    • Selisih: Rp 190.000

Penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan secara matang setiap keputusan yang berkaitan dengan kesejahteraan pekerja. Penetapan upah minimum yang adil dan layak bukan hanya soal kesejahteraan individu, tetapi juga berdampak pada stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Mari bersama-sama mendorong kebijakan yang pro terhadap pekerja dan mendukung terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan