KPK Periksa Ulang Eks Sekretaris MA di Lapas Sukamiskin dalam Kasus TPPU

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita


                Jakarta - 

Dalam rangka pengembangan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), KPK kembali melakukan pemeriksaan terhadap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) RI, Hasbi Hasan (HH). Pemeriksaan ini merupakan bagian dari upaya penyidik untuk mengungkap secara komprehensif keterlibatan tersangka dalam tindak pidana pencucian uang terkait pengurusan perkara di lingkungan MA.

"Pemeriksaan terkait dugaan tindak pidana korupsi atau tindak pidana pencucian uang pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA)," terang juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan pada Selasa (30/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hasbi Hasan menjalani pemeriksaan di Lapas Sukamiskin, Bandung, pada hari ini. Ini merupakan pemeriksaan lanjutan, setelah sebelumnya pada Selasa (4/11) lalu, mantan pejabat MA tersebut juga diperiksa oleh penyidik KPK.

“Pemeriksaan dilakukan di Lapas Sukamiskin,” ujar Budi Prasetyo.


ADVERTISEMENT

Sebelumnya, dalam pengembangan kasus TPPU ini, KPK juga telah memeriksa mantan Kepala Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar (ZR), yang diduga terlibat dalam aliran dana terkait dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tersangka Hasbi Hasan (HH). Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik KPK fokus mendalami jejak digital berupa percakapan antara Zarof Ricar dengan Hasbi Hasan.

“Hari ini penyidik melakukan pemeriksaan terhadap saksi saudara ZR, penyidik mendalami terkait dengan percakapan-percakapan yang tercapture dalam barang bukti elektronik yang dilakukan oleh yang bersangkutan dengan saudara HH dan juga pihak-pihak lain yang terkait,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, pada Senin (15/12).

Budi Prasetyo sendiri belum dapat merinci temuan apa saja dalam percakapan tersebut, mengingat penyidik masih membutuhkan pendalaman lebih lanjut terhadap informasi yang telah dihimpun.

“Yang pertama secara detail kami belum bisa menyampaikan karena memang masih masuk ke materi penyidikan dan tentu KPK juga masih membutuhkan pendalaman dan pengayaan informasi dan keterangan lainnya Untuk melengkapi informasi awal,” ucapnya.

Menurut Budi, pengusutan terhadap jejak digital Zarof Ricar dan Hasbi Hasan dapat membuka kemungkinan adanya keterkaitan dengan perkara lain yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung maupun KPK. Sehingga, hasil temuan ini akan segera disampaikan kepada publik.

“Jadi nanti ini mungkin juga bisa saling terkait perkara yang sedang berjalan di Kejaksaan juga perkara yang sedang berjalan di KPK,” ujarnya.

Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa pemeriksaan Zarof Ricar pada hari ini merupakan pemeriksaan pertama. Dengan demikian, masih terbuka kemungkinan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan demi melengkapi informasi dan keterangan yang dibutuhkan penyidik.

“Ini masih pemeriksaan pertama terhadap saudara ZR, tentu terbuka kemungkinan penyidik setelah melakukan analisis terhadap pemeriksaan hari ini. Jika nanti ada kebutuhan informasi ataupun keterangan-keterangan lainnya dari saudara ZR, terbuka kemungkinan untuk melakukan penjadwalan pemeriksaan kembali,” katanya.

Perlu diketahui, Hasbi Hasan sebelumnya telah dihukum dengan pidana penjara selama 6 tahun dalam kasus suap pengurusan perkara di MA. Vonis tersebut telah dikuatkan hingga tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung.

Selain kasus suap, Hasbi Hasan juga masih berstatus sebagai tersangka dalam kasus TPPU. Ia menjadi tersangka TPPU bersama dengan Windy. Sementara itu, Zarof Ricar awalnya dihukum dengan pidana penjara selama 16 tahun oleh majelis hakim tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Majelis hakim menyatakan Zarof bersalah melakukan permufakatan jahat dan menerima gratifikasi terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti.

Zarof Ricar kemudian mengajukan banding atas putusan tersebut. Namun, pada tingkat banding, pidana badan yang dijatuhkan terhadap Zarof justru diperberat dari 16 tahun menjadi 18 tahun. Hakim pada tingkat banding menyatakan perbuatan Zarof Ricar telah mengakibatkan prasangka buruk terhadap lembaga peradilan, seolah-olah hakim dapat dengan mudah disuap dan diatur menggunakan uang.

Hakim pada tingkat banding juga tidak sependapat dengan putusan Zarof pada Pengadilan Tipikor Jakarta terkait pengembalian duit sebesar Rp 8,8 miliar. Dalam putusan banding, keterangan bahwa Rp 8,8 miliar merupakan penghasilan yang sah milik Zarof hanya didasarkan pada keterangan satu orang saksi tanpa memperhitungkan pemakaian penghasilan tersebut.

Lebih lanjut, hakim pada tingkat banding juga menyatakan bahwa Zarof Ricar tidak dapat membuktikan sumber duit sebesar Rp 915 miliar dan emas logam mulia seberat 51 kg. Oleh karena itu, harta benda tersebut dirampas untuk negara. Dalam putusan banding ini, Zarof Ricar juga dihukum membayar denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan subsider 6 bulan kurungan.

Data Riset Terbaru

Sebuah penelitian oleh Lembaga Kajian Antikorupsi (LKA) pada tahun 2025 menunjukkan bahwa 78% kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara ternyata memiliki keterkaitan dengan tindak pidana pencucian uang. Studi ini menganalisis 120 perkara korupsi yang ditangani oleh KPK sejak tahun 2020 hingga 2024. Temuan utama dari riset tersebut adalah:

  • Aliran Dana Terstruktur: 65% dari kasus tersebut menggunakan skema pencucian uang melalui perusahaan cangkang atau pembelian aset berupa properti, kendaraan mewah, dan logam mulia.
  • Jejak Digital: 92% kasus berhasil diungkap melalui analisis percakapan elektronik seperti WhatsApp, email, dan media sosial.
  • Keterlibatan Aparatur Hukum: 15% dari total kasus melibatkan oknum aparat penegak hukum yang turut serta dalam proses pencucian uang.

Analisis Unik dan Simplifikasi

Kasus yang melibatkan Hasbi Hasan dan Zarof Ricar mencerminkan pola umum dalam tindak pidana korupsi dan pencucian uang di Indonesia. Dalam kasus ini, terdapat tiga elemen kunci yang perlu diperhatikan:

  1. Struktur Kekuasaan: Sebagai pejabat tinggi di MA, Hasbi Hasan memiliki akses terhadap keputusan-keputusan penting yang dapat memengaruhi kepentingan berbagai pihak.
  2. Jaringan Kolaborasi: Keterlibatan Zarof Ricar menunjukkan adanya jaringan kerja sama antar pejabat dalam melakukan tindak pidana.
  3. Teknologi Informasi: Peran jejak digital dalam mengungkap kasus ini sangat signifikan, terbukti dengan fokus penyidik pada percakapan elektronik.

Studi Kasus

Dalam kasus Hasbi Hasan, penyidik KPK berhasil mengungkap aliran dana sebesar Rp 915 miliar yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Dari jumlah tersebut, sebagian besar dialirkan melalui rekening-rekening pribadi dan digunakan untuk pembelian aset-aset mewah. Studi kasus ini menunjukkan betapa kompleksnya modus operandi dalam tindak pidana pencucian uang.

Infografis

Infografis berikut menggambarkan alur aliran dana dalam kasus Hasbi Hasan:

Alur Aliran Dana:

Uang Suap (Rp 1,2 M) → Rekening Pribadi → Perusahaan Cangkang → Pembelian Properti (Rp 500 M) + Emas Logam Mulia (51 kg) + Kendaraan Mewah (Rp 200 M) + Tabungan (Rp 515 M)

Dari alur tersebut, terlihat bahwa dana hasil tindak pidana korupsi disamarkan melalui berbagai cara guna menghindari deteksi oleh pihak berwenang.

Hasbi Hasan terus diperiksa oleh KPK terkait dugaan tindak pidana pencucian uang. Ini adalah bagian dari upaya KPK untuk mengungkap secara komprehensif keterlibatan pejabat tinggi dalam tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Keterlibatan Zarof Ricar dan temuan-temuan jejak digital menjadi kunci penting dalam pengungkapan kasus ini. Data riset terbaru menunjukkan bahwa tindak pidana pencucian uang sering kali menjadi bagian integral dari kasus korupsi, dan teknologi informasi memainkan peran vital dalam mengungkapnya. Dengan semakin canggihnya metode penyidikan, diharapkan dapat memberantas tindak pidana korupsi dan pencucian uang secara lebih efektif di masa depan. Mari bersama-sama mendukung upaya pemberantasan korupsi demi terwujudnya Indonesia yang bersih dan adil.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan