Perkara Guiding Block di Tangsel: Dari Tanpa Tekstur hingga Perubahan Warna

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Di kawasan Tangerang Selatan, trotoar yang seharusnya ramah penyandang disabilitas kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, perhatian tertuju pada pemasangan guiding block yang justru menuai kritik karena tidak sesuai standar. Alih-alih menggunakan material bertekstur, pihak terkait hanya mencat bagian trotoar dengan warna mencolok.

Sejak awal diberitakan, keberadaan guiding block di Jalan Puspiptek-Serpong, tepat di depan kompleks SMAN 2 hingga SMPN 8 Tangerang Selatan, langsung menarik perhatian warganet. Dalam video viral yang beredar, terlihat blok pemandu hanya dibuat dari cat kuning yang membentuk garis memanjang. Padahal, fungsi guiding block seharusnya memberikan petunjuk taktil bagi tunanetra melalui permukaan yang bisa diraba.

Kondisi ini tentu saja mengundang kekecewaan, terutama dari komunitas disabilitas dan aktivis hak penyandang disabilitas. Mereka menilai bahwa solusi cat semacam ini tidak hanya tidak efektif, tetapi juga meremehkan kebutuhan aksesibilitas yang sebenarnya. Warga sekitar pun ikut angkat bicara, menyampaikan harapan agar perbaikan trotoar dilakukan secara tuntas dan sesuai desain inklusif.

Menanggapi hal tersebut, Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi (SDABMBK) Tangerang Selatan mengonfirmasi bahwa penanganan sudah dilakukan oleh Dinas PUPR Provinsi Banten. Pengecatan ulang dilakukan pada akhir pekan lalu, dengan mengganti warna kuning menjadi abu-abu demi tampilan yang lebih alami. Namun, hingga kini, guiding block bertekstur belum terpasang.

Kepala Dinas PUPR Provinsi Banten, Arlan Marzan, menjelaskan bahwa trotoar tersebut sebenarnya telah dibangun sejak 2014 tanpa guiding block. Pihaknya mengakui bahwa trotoar mengalami kerusakan dan tampilan yang kusam, sehingga dilakukan pemeliharaan dengan pengecatan. Ia menegaskan bahwa rencana pemasangan guiding block bertekstur asli akan direalisasikan tahun depan dengan anggaran yang sudah disiapkan.

Pemerintah daerah menyatakan bahwa inisiatif pengecatan sebenarnya dimaksudkan untuk memperindah trotoar, namun tetap berkomitmen untuk memenuhi standar aksesibilitas sesuai ketentuan. Mereka berjanji akan segera memperbaiki trotoar agar benar-benar dapat digunakan oleh semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas.

Namun, hingga kini, warga masih menunggu realisasi janji tersebut. Sisa-sisa cat kuning masih terlihat di sepanjang trotoar, menjadi sisa dari upaya perbaikan yang belum tuntas. Sejumlah pihak berharap agar pemerintah tidak hanya berhenti pada pengecatan semata, tetapi segera memasang guiding block yang sesungguhnya, sesuai standar internasional.

Dari sisi teknis, guiding block seharusnya terbuat dari material keras seperti beton atau keramik dengan tekstur garis atau titik yang dapat dirasakan oleh tongkat tunanetra. Pemasangannya juga harus memperhatikan ketinggian, kemiringan, dan kontinuitas agar tidak membahayakan pengguna. Selain itu, warna yang digunakan sebaiknya kontras namun tidak mencolok, agar dapat dilihat oleh penyandang low vision.

Beberapa kota di Indonesia, seperti Jakarta dan Surabaya, telah menerapkan standar guiding block yang lebih ketat. Di Jakarta, misalnya, trotoar di kawasan Sudirman-Thamrin telah dilengkapi guiding block bertekstur dengan desain yang konsisten. Sementara di Surabaya, pemerintah kota rutin melakukan inspeksi dan pemeliharaan terhadap trotoar inklusif.

Studi kasus serupa pernah terjadi di Bandung, di mana trotoar yang baru direvitalisasi juga menuai kritik karena guiding block-nya tidak sesuai standar. Setelah mendapat tekanan publik, Pemerintah Kota Bandung segera melakukan perbaikan dan memastikan bahwa trotoar ramah disabilitas benar-benar dapat digunakan oleh semua orang.

Kasus di Tangerang Selatan menjadi pengingat bahwa pembangunan infrastruktur publik harus dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan semua pihak. Aksesibilitas bukanlah hal yang bisa dikompromikan, terutama bagi penyandang disabilitas yang sangat bergantung pada fasilitas semacam ini.

Infografis yang dapat disajikan antara lain perbandingan guiding block standar vs non-standar, statistik kecelakaan penyandang disabilitas akibat trotoar tidak ramah, serta roadmap perbaikan trotoar inklusif di Tangerang Selatan.

Pemerintah perlu belajar dari kasus ini dan menjadikannya sebagai momentum untuk memperbaiki kualitas infrastruktur publik. Jangan sampai trotoar yang seharusnya menjadi sarana mobilitas aman justru menjadi rintangan baru bagi sebagian warga. Mari bersama-sama mendorong terwujudnya kota yang benar-benar inklusif bagi semua.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan