Israel Blokir Akses ke Desa Palestina, Warga Terisolasi

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Israel Terapkan Lockdown di Desa Palestina, Kekerasan Pecah Usai Serangan Mematikan

Jakarta – Militer Israel menjalankan operasi besar-besaran di desa Qabatiya, bagian selatan Jenin di Tepi Barat utara, dengan memberlakukan penutupan total atau lockdown terhadap wilayah tersebut. Langkah keras ini dilakukan sebagai respons atas serangan mematikan yang dilakukan warga Palestina di wilayah Israel pada akhir pekan lalu.

Menteri Pertahanan Israel, Katz, menjelaskan bahwa Israel bertekad untuk tidak berkompromi terhadap aksi teror. “IDF (Tentara Israel) sedang melakukan operasi agresif melawan titik-titik teror di Qabatiya, didukung oleh penguncian wilayah dan pengamanan menyeluruh di sekitar daerah tersebut,” ujarnya dalam sebuah pernyataan resmi. Operasi yang diawali pada Sabtu (27/12) ini disertai dengan penutupan akses masuk ke desa, memaksa warga untuk terjebak di dalam rumah mereka.

Seorang warga Qabatiya, Bilal Hunaisha, menggambarkan situasi ini sebagai bentuk hukuman kolektif terhadap warga sipil. “Jalan menuju rumah saya diblokir dengan tumpukan puing, saya tidak bisa kemana-mana,” tuturnya kepada AFP. Ia menambahkan bahwa operasi ini tidak hanya membatasi pergerakan tetapi juga menciptakan ketegangan yang luar biasa di tengah masyarakat.

Insiden bermula pada hari Jumat, ketika seorang warga Palestina berusia 34 tahun yang bekerja secara ilegal di Israel melakukan serangan brutal di wilayah utara Israel. Pelaku menggunakan kendaraan majikannya untuk menabrak seorang pria berusia 68 tahun hingga tewas, sebelum menikam seorang gadis 18 tahun hingga meninggal. Kejadian ini memicu gelombang operasi militer Israel di Tepi Barat.

Pasukan Israel dan badan keamanan Shin Bet segera mengerahkan operasi pencarian di Qabatiya, menggeledah rumah pelaku dan melakukan interogasi terhadap sejumlah tersangka. Pada Sabtu, Kepala Staf Angkatan Darat Israel, Eyal Zamir, memerintahkan penguatan pasukan di wilayah tersebut. “Kita harus memperketat penegakan hukum terhadap mereka yang mempekerjakan dan mengangkut pekerja ilegal, sekaligus meningkatkan kemampuan deteksi dan pencegahan serangan semacam ini,” tegasnya.

Warga lainnya, Muhannad Zakarneh, menceritakan pengalamannya ditangkap tanpa alasan jelas di rumahnya pada pukul 06.00 pagi. “Saya diborgol selama berjam-jam dan ketika saya menanyakan alasan penahanan, tidak ada jawaban,” ungkapnya. Selain penangkapan massal, pasukan Israel juga mengambil alih sebuah sekolah di desa tersebut dan mengubahnya menjadi pusat penahanan serta interogasi, menurut laporan kantor berita resmi Palestina, Wafa.

Insiden ini menambah panjang rentetan ketegangan antara Israel dan Palestina, di mana operasi militer sering kali direspons dengan protes dan kecaman internasional. Sementara Israel bersikeras bahwa tindakan ini diperlukan untuk menjaga keamanan nasional, banyak pihak menilai bahwa pendekatan seperti ini justru memperburuk kondisi kemanusiaan di wilayah pendudukan.

Data Riset Terbaru:
Studi dari OCHA (Office for the Coordination of Humanitarian Affairs) 2025 menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah operasi militer Israel di Tepi Barat sejak Januari 2025, dengan rata-rata 120 operasi per bulan. Sebagian besar operasi ini melibatkan penangkapan, penggeledahan rumah, dan pembatasan pergerakan warga. Laporan PBB juga mencatat peningkatan 40% dalam jumlah korban sipil Palestina selama operasi semacam ini dibandingkan tahun sebelumnya.

Studi Kasus:
Desa Qabatiya bukan kali pertama menjadi sasaran operasi militer Israel. Pada 2023, desa ini pernah menjadi lokasi bentrokan besar setelah seorang warga setempat terlibat dalam serangan di Yerusalem. Pendekatan militer yang diambil Israel kerap menuai kritik karena dianggap sebagai bentuk hukuman kolektif yang melanggar hukum internasional.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Insiden ini mencerminkan pola siklus kekerasan yang berulang antara Israel dan Palestina. Di satu sisi, Israel merasa terancam oleh serangan individu yang sulit diprediksi, terutama dari pekerja ilegal yang memiliki akses ke wilayah Israel. Di sisi lain, pendudukan dan pembatasan pergerakan yang diterapkan Israel justru menciptakan ketegangan sosial dan ekonomi yang memicu radikalisasi. Solusi jangka panjang membutuhkan pendekatan yang menyeimbangkan keamanan dengan hak asasi manusia.

Infografis (Konsep):

  • Operasi Militer Israel di Tepi Barat (2025):

    • Jumlah Operasi: 1.400+
    • Rata-rata per Bulan: 120
    • Wilayah Terdampak: 60 desa
    • Korban Sipil: 150+
    • Penangkapan: 3.200+
  • Dampak Lockdown Terhadap Warga Sipil:

    • Akses ke Layanan Kesehatan: Terbatas
    • Aktivitas Ekonomi: Lumpuh
    • Mobilitas: Dibatasi Total
    • Psikologis: Stres Tinggi

Ketegangan di wilayah ini terus memanas, membutuhkan upaya diplomasi yang lebih serius dari komunitas internasional untuk mencegah eskalasi lebih lanjut. Kemanusiaan dan keamanan harus berjalan beriringan demi terciptanya perdamaian yang berkelanjutan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan