Ketua Umum GBN-MI: Ayu Aulia Hanya Tim Kreatif Kami, Bukan Anggota Kemhan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita


Jakarta – Ketua Umum Gerakan Bela Negara Membangun Indonesia (GBN-MI) Laksamana Pertama TNI (Purn.) M. Faisal Manaf menegaskan bahwa selebgram Ayu Aulia adalah tim kreatif dari GBN-MI. Ia menyebut Ayu Aulia bukan bagian dari kementerian Pertahanan.

Dilansir Antara, Faisal menyampaikan klarifikasi itu untuk meluruskan isu di media sosial yang menyebut Ayu Aulia dilantik sebagai tim kreatif Kemenhan.

“Dia (Ayu Aulia) tim kreatif dari Gerakan Bela Negara Membangun Indonesia yang merupakan organisasi memang rekomendasi dibentuk oleh Kemenhan, tetapi terpisah dari organisasi Kemenhan,” ucapnya, seperti dilansir Antara, Sabtu (27/12/2025).

Ia menyebut, pelantikan pengurus Dewan Pimpinan Nasional GBN-MI periode 2025-2030 memang dilaksanakan di Aula Bela Negara, lantai 8, Kantor Kemenhan. Mereka dilantik pada 19 Desember 2025, bertepatan dengan Hari Bela Negara ke-77.

“Jadi, bukan Kemenhan yang melantik, bukan, tetapi pelantikan BGN-MI itu tempatnya di Kantor Kemenhan,” tuturnya.

GBN-MI, imbuh dia, merupakan organisasi yang fokus pada bela negara. Organisasi yang dipimpinnya itu di antaranya akan melakukan kegiatan-kegiatan bela negara yang selaras dengan program Kemenhan.

Bagi Faisal, bela negara merupakan kewajiban setiap orang yang dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Mengingat tren ancaman saat ini berasal dari nonmiliter, GBN-MI merasa perlu untuk merekrut berbagai kalangan, termasuk pemengaruh.

“Untuk bisa masuk ke masyarakat, kita butuh orang-orang tertentu. Public figure (figur publik), influencer (pengaruh), wartawan-wartawan juga, untuk menjadi bagian dari kita, untuk menyebarkan nilai ini kepada masyarakat,” katanya.

Sementara itu, Ayu Aulia memandang simpang siur isu yang belakangan mencuat hanyalah kesalahpahaman.

“Saya juga tidak pernah bilang bahwa saya dilantik oleh Kemenhan, kan saya bilang ‘di Kemenhan’. Tapi, kan betul, memang di Kemenhan. Jadi, memang mungkin ini adalah miscommunication (miskomunikasi) saja. Ini yang perlu kita luruskan,” ucapnya.

Di samping itu, Ayu Aulia mengaku tidak mempermasalahkan pandangan publik terhadapnya.

“Kalau aku, mau dikatain apa, mau dibilang katanya enggak rela bayar pajak untuk orang seperti saya, apa segala macam, saya tidak peduli, kenapa? karena saya tidak pernah minta uang dari mereka. Saya pakai uang saya sendiri. Saya masuk sini, saya tanpa sepersen pun. Saya pakai uang saya sendiri. Saya di sini berjiwa negara, nasionalisme, merah putih, abdi bela negara. Memang mau membela negara Indonesia saja,” katanya.

(aik/dhn)

Data Riset Terbaru:
Sebuah studi oleh Lembaga Kajian Strategis Indonesia (LKSI) pada tahun 2024 menunjukkan bahwa generasi muda Indonesia lebih mudah menerima pesan bela negara yang disampaikan melalui media sosial oleh figur publik. Sebanyak 72% responden usia 17-30 tahun mengaku lebih tertarik dengan konten bela negara yang dibuat secara kreatif oleh influencer dibandingkan materi dari instansi pemerintah secara langsung.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Kasus Ayu Aulia sebenarnya mencerminkan tantangan komunikasi di era digital. Ketika informasi bisa menyebar dalam hitungan detik, detail kecil seperti “di Kemenhan” versus “oleh Kemenhan” bisa menjadi besar. Ini menunjukkan pentingnya presisi berbahasa dan literasi digital masyarakat.

Studi Kasus:
Pada tahun 2023, Kementerian Pertahanan sempat menggandeng beberapa influencer untuk kampanye bela negara. Hasilnya, konten-konten tersebut mendapatkan engagement 3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan konten resmi Kemenhan. Ini membuktikan bahwa pendekatan kreatif bisa menjadi jembatan efektif antara pemerintah dan generasi muda.

Infografis:

  • 72% generasi muda tertarik bela negara lewat influencer
  • 3x lipat engagement konten influencer vs konten resmi
  • 60% masyarakat lebih percaya informasi dari figur yang mereka kenal
  • 45% lebih mudah memahami pesan bela negara dalam format kreatif

Momen ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Di tengah arus informasi yang deras, kejujuran, kejelasan, dan pendekatan yang tepat menjadi kunci. Mari jadikan perbedaan persepsi ini sebagai batu loncatan untuk membangun komunikasi yang lebih baik demi kecintaan kita pada Indonesia.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan