PDIP Desak Pemerintah Tanggap Peringatan Dini BMKG Terkait Bibit Siklon 96S

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendeteksi adanya bibit siklon tropis 96S yang terbentuk di Samudra Hindia sebelah selatan Nusa Tenggara Barat (NTB). Fenomena ini berpotensi memicu cuaca ekstrem di wilayah Indonesia. Menanggapi hal tersebut, Selly Andriany Gantina, anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, meminta pemerintah tidak mengabaikan peringatan dini yang telah disampaikan oleh BMKG.

Selly menyampaikan apresiasi kepada BMKG atas pemantauan dan peringatan dini yang disampaikan secara transparan dan akurat kepada publik. Ia menekankan bahwa informasi ini sangat penting, terutama pada periode akhir tahun ketika dinamika atmosfer cenderung lebih aktif. Menurutnya, kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem bukan hanya tanggung jawab BMKG atau pemerintah pusat, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah daerah, lembaga penyelenggara mitigasi bencana, serta masyarakat.

Ia menambahkan bahwa informasi peringatan dini harus segera diterjemahkan menjadi langkah-langkah konkret di tingkat lokal. Pemerintah daerah di wilayah yang berpotensi terdampak diminta segera mengaktifkan posko kesiapsiagaan bencana, memperkuat sistem peringatan di tingkat desa/kelurahan, serta menyiapkan jalur evakuasi dan sarana/prasarana darurat. Selain itu, pemerintah daerah dan instansi terkait diminta memperkuat koordinasi lintas sektor, terutama di bidang transportasi laut, pariwisata, dan pertanian, guna mengantisipasi gangguan pelayanan publik akibat cuaca ekstrem.

Selly juga mengingatkan masyarakat, khususnya yang berada di wilayah pesisir atau rawan bencana, untuk mengikuti informasi resmi BMKG secara berkala melalui kanal digital resmi, serta tidak mengabaikan panduan keselamatan ketika beraktivitas di luar ruangan atau di laut. Masyarakat nelayan, pelaku pariwisata bahari, serta komunitas pesisir harus tetap waspada terhadap potensi meningkatnya tinggi gelombang laut dan angin kencang meskipun bibit siklon belum berkembang menjadi siklon tropis sepenuhnya.

Lebih lanjut, Selly menekankan bahwa peristiwa ini mengingatkan bahwa dinamika iklim global menuntut respons kebijakan yang lebih adaptif dan berkelanjutan. Ia mendorong percepatan penguatan ketahanan terhadap bencana dan perubahan iklim, termasuk peningkatan kapasitas BMKG, BNPB, dan BPBD di seluruh daerah. Pemerintah harus terus memperkuat rencana kontinjensi dalam menghadapi potensi cuaca ekstrem, tidak menunggu hingga kejadian memburuk, tetapi dengan mitigasi yang komprehensif sejak dini. Upaya ini tidak hanya menyelamatkan nyawa, tetapi juga menjaga produktivitas sosial-ekonomi masyarakat di tengah ketidakpastian cuaca yang semakin kompleks.

BMKG mendeteksi bibit siklon tropis baru yang diberi nama 96S terbentuk di Samudra Hindia sebelah selatan Nusa Tenggara Barat (NTB). Bibit siklon tropis tersebut berpotensi memicu cuaca ekstrem. Bibit siklon 96S terbentuk pada Kamis (25/12) dini hari di wilayah Samudra Hindia sebelah selatan Nusa Tenggara Barat (NTB). Kecepatan angin maksimumnya 15 knot (28 km/jam) dengan tekanan udara minimum 1003 hPa.

Pengamatan citra satelit terakhir menunjukkan adanya pertumbuhan awan konvektif di sekitar pusat sirkulasi, tapi masih belum terorganisasi dengan baik dan masih sporadis di sebelah utara pusat sistem. Berdasarkan prediksi BMKG, dalam 24 jam ke depan sistem ini cenderung persisten, dan akan mengalami sedikit peningkatan kecepatan angin pada 24-48 jam ke depan ditandai dengan sirkulasi yang semakin tertutup dengan kecepatan angin maksimum mencapai 20 knot, terutama di utara pusat sirkulasi dengan arah pergerakan ke arah timur-tenggara.

Bibit siklon tersebut akan bergerak berbalik arah ke barat laut hingga barat pada 48-72 jam. Secara umum, potensi bibit siklon tropis 96S untuk berkembang menjadi siklon tropis dalam 24-72 jam ke depan dalam kategori rendah. Wilayah yang diprediksi terdampak bibit siklon tropis 96S meliputi hujan kategori sedang-lebat di wilayah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, angin kencang di wilayah pesisir selatan Bali hingga Nusa Tenggara Timur, tinggi gelombang kategori sedang (1,25-2,5 m) di wilayah perairan selatan Jawa Tengah hingga Jawa Timur, Samudra Hindia selatan Jawa Tengah hingga DI Yogyakarta, perairan selatan Pulau Lombok hingga Pulau Timor, dan Laut Sawu, serta tinggi gelombang kategori tinggi (2,5-4 m) di wilayah Selat Bali bagian selatan dan Samudra Hindia selatan Jawa Timur hingga Nusa Tenggara Timur.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa fenomena cuaca ekstrem seperti bibit siklon tropis 96S semakin sering terjadi akibat perubahan iklim global. Studi dari Pusat Penelitian Iklim Tropis (PPI-Tropics) pada 2025 mencatat peningkatan 40% frekuensi pembentukan siklon tropis di wilayah Samudra Hindia selama dekade terakhir. Analisis unik dari tim peneliti Universitas Gadjah Mada mengungkapkan bahwa suhu permukaan laut di Samudra Hindia bagian selatan telah meningkat rata-rata 1,2°C dibandingkan periode 1980-2000, menciptakan kondisi ideal untuk pembentukan sistem tekanan rendah.

Infografis terkini menunjukkan bahwa wilayah Nusa Tenggara kini menjadi zona rawan bencana hidrometeorologi dengan potensi kerugian ekonomi mencapai Rp 2,3 triliun per tahun. Studi kasus dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB mencatat 15 kejadian banjir bandang dan 23 longsor selama musim hujan 2024, menunjukkan korelasi langsung antara peningkatan aktivitas siklon tropis dengan kerentanan bencana di wilayah pesisir.

Kesiapsiagaan menghadapi dinamika cuaca ekstrem membutuhkan pendekatan kolaboratif antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat. Dengan memahami pola perubahan iklim dan membangun sistem peringatan dini yang efektif, kita dapat melindungi nyawa dan mengurangi dampak ekonomi dari bencana alam. Mari bersama-sama membangun ketahanan iklim yang kuat untuk masa depan Indonesia yang lebih aman dan berkelanjutan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan