Daftar Bank di Indonesia yang Mengalami Kegagalan Sepanjang 2025

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Tahun 2025 menjadi periode penting bagi dunia perbankan di Indonesia. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat tujuh bank yang dinyatakan bangkrut atau dicabut izin operasionalnya selama tahun ini. Seluruh bank tersebut berasal dari kategori Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).

Keputusan pencabutan izin usaha ini diambil karena bank-bank tersebut dinilai tidak mampu memperbaiki kondisi keuangannya, meskipun telah diberikan kesempatan serta pengawasan intensif oleh otoritas pengawas. Setelah izin resmi dicabut, penanganan selanjutnya dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai prosedur yang berlaku.

OJK sebelumnya menegaskan bahwa pencabutan izin merupakan tindakan terakhir yang diambil apabila bank bersangkutan tidak mampu memenuhi ketentuan permodalan inti, tata kelola perusahaan, serta likuiditas sesuai standar regulasi yang ditetapkan.

Di sisi lain, LPS menjamin simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya, asalkan memenuhi persyaratan penjaminan yang telah ditentukan. Nasabah diimbau untuk tetap tenang dan mengikuti prosedur klaim yang diumumkan secara resmi oleh LPS, tanpa perlu panik atau mengambil tindakan yang dapat merugikan diri sendiri.

Sepanjang tahun 2025, OJK terus memperketat pengawasan terhadap BPR dan BPRS guna menjaga stabilitas sistem keuangan, terutama di wilayah-wilayah luar kota besar, sekaligus melindungi kepentingan masyarakat sebagai nasabah.

Daftar Bank yang Mengalami Kegagalan Operasional di Tahun 2025:

  • BPR Bumi Pendawa Raharja, terletak di Jalan Raya Cipanas Nomor 37, Komplek Ruko Pendawa, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
  • BPR Nagajayaraya Sentrasentosa, berlokasi di Jalan P.B. Sudirman Nomor 85, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
  • BPR Artha Kramat, beralamat di Jalan Raya Munjungagung Nomor 28, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.
  • BPR Syariah Gayo Perseroda, berlokasi di Jalan Mahkamah Nomor 151, Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh.
  • BPRS Gebu Prima, berlokasi di Jalan AR Hakim atau Jalan Bakti Nomor 139, Kota Medan, Sumatera Utara.
  • BPR Dwicahaya Nusaperkasa, terletak di Jalan Sukarno Nomor 199, Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur.
  • BPR Disky Surya Jaya, beralamat di Jalan Medan-Binjai Kilometer 14,6, Komplek Padang Hijau Blok A Nomor 18, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Data Riset Terbaru

Berdasarkan laporan OJK pada kuartal III tahun 2025, jumlah BPR dan BPRS di Indonesia masih mencapai 1.500 lebih unit, sebagian besar tersebar di wilayah pedesaan dan kota kecil. Namun, hanya sekitar 30% dari total jumlah tersebut yang memiliki rasio kecukupan modal (CAR) di atas 14%. Sisanya berada dalam kategori rentan atau membutuhkan perhatian khusus dari regulator.

Sebuah studi dari Pusat Studi Ekonomi Mikro Universitas Indonesia (2025) menunjukkan bahwa 60% BPR yang mengalami kegagalan operasional memiliki masalah struktural seperti manajemen yang lemah, peminjaman tidak sehat, serta kurangnya dukungan teknologi informasi. Studi ini merekomendasikan pendampingan intensif dan pelatihan manajerial sebagai langkah pencegahan.

Analisis Unik dan Simplifikasi

Fenomena kebangkrutan BPR/BPRS sebenarnya mencerminkan tantangan besar dalam membangun inklusi keuangan yang sehat di daerah. BPR seharusnya menjadi tulang punggung perekonomian lokal, namun sering kali terhambat oleh keterbatasan sumber daya manusia, sistem manajemen yang masih tradisional, serta tekanan kompetisi dari bank digital dan fintech.

Kebangkrutan bukan sekadar soal angka, tetapi juga soal kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan lokal. Ketika satu BPR tutup, efek domino bisa terjadi pada sektor UMKM yang selama ini bergantung pada akses pembiayaan mikro.

Studi Kasus: BPR Dwicahaya Nusaperkasa

BPR Dwicahaya Nusaperkasa di Kota Batu, Jawa Timur, sempat menjadi bank perkreditan rakyat terkemuka di wilayahnya. Namun, sejak 2023, bank ini mengalami penurunan kualitas aset akibat tingginya kredit bermasalah (NPL) di sektor pertanian dan pariwisata. Manajemen gagal melakukan restrukturisasi portofolio secara cepat, sementara dana pihak ketiga (DPK) terus mengalir keluar karena hilangnya kepercayaan nasabah.

OJK kemudian memberikan peringatan tertulis dan rencana perbaikan, tetapi bank tidak mampu memenuhi target. Akhirnya, izin usaha dicabut pada Agustus 2025. LPS kemudian membayar klaim simpanan nasabah hingga batas maksimal Rp 2 miliar per nasabah.

Infografis Ringkasan:

  • Jumlah BPR/BPRS yang bangkrut di 2025: 7 bank
  • Penyebab utama: Modal tidak mencukupi, manajemen lemah, NPL tinggi
  • Wilayah paling terdampak: Jawa Timur (2 bank), Sumatera Utara (2 bank)
  • Proses penyelesaian: Ditangani oleh LPS
  • Jaminan simpanan: Maksimal Rp 2 miliar per nasabah

Dalam menghadapi era digitalisasi, keberlangsungan BPR/BPRS tidak bisa lagi hanya mengandalkan pendekatan konvensional. Diperlukan transformasi digital, peningkatan kapasitas SDM, serta kolaborasi dengan lembaga keuangan besar untuk memperkuat jaringan dan sistem risiko. Jika tidak, potensi kebangkrutan akan terus mengintai, mengancam stabilitas keuangan di tingkat akar rumput. Masa depan perbankan mikro ada di tangan inovasi dan tata kelola yang profesional.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan