KSPI Menolak UMP Jakarta Rp 5,72 Juta Karena Lebih Rendah dari Bekasi

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

KSPI dan Partai Buruh secara tegas menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta Tahun 2026 yang hanya mencapai Rp 5.729.876. Presiden KSPI dan Partai Buruh, Said Iqbal, menegaskan bahwa angka tersebut terlalu rendah dan tidak adil bagi pekerja, terutama jika dibandingkan dengan UMK Kabupaten Bekasi dan Karawang yang mencapai sekitar Rp 5,95 juta. Menurutnya, penetapan UMP DKI Jakarta menggunakan indeks 0,75 sangat merugikan buruh.

Said Iqbal menjelaskan bahwa seluruh aliansi buruh DKI Jakarta telah sepakat menuntut agar gubernur menetapkan upah minimum sebesar 100 persen dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Nilai tersebut, menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, adalah Rp 5,89 juta per bulan. Dengan UMP yang ditetapkan, terdapat selisih sekitar Rp 160.000 yang sangat berarti bagi kehidupan buruh sehari-hari.

“Selisih Rp 160 ribu itu sangat berarti bagi buruh. Itu bisa untuk makan, transportasi, atau kebutuhan dasar lainnya,” tegas Said Iqbal dalam keterangan tertulis.

Dia juga mengkritik pernyataan Gubernur DKI Jakarta yang menyatakan bahwa pekerja akan menerima tiga insentif, yaitu transportasi, air bersih, dan BPJS. Said menilai insentif tersebut bukan bagian dari upah, tidak diterima langsung oleh buruh, dan memiliki kuota terbatas karena bergantung pada APBD. “Buruh di Jakarta lebih dari satu juta orang. Tidak mungkin semua menerima insentif itu. Jadi itu bukan solusi,” ujarnya.

Said menyoroti realitas biaya hidup di DKI Jakarta yang jauh lebih tinggi dibandingkan daerah sekitarnya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), biaya hidup keluarga di DKI Jakarta bisa mencapai sekitar Rp 15 juta per bulan untuk satu keluarga kecil, sementara UMP 100 persen KHL saja baru sekitar Rp 5,89 juta. “Bahkan sepertiga dari kebutuhan hidup riil di Jakarta saja tidak terpenuhi,” tambahnya.

Sebagai tindak lanjut, KSPI akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait penetapan UMP tersebut. Selain upaya hukum, KSPI bersama aliansi buruh juga akan menggelar aksi protes di Istana Negara dan Balai Kota DKI Jakarta pada akhir Desember 2025 atau awal Januari 2026. “Upah murah hanya akan memperdalam krisis daya beli dan mengganggu stabilitas sosial. Buruh tidak akan diam,” tegas Said Iqbal.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengumumkan kenaikan UMP Jakarta tahun 2026 menjadi Rp 5.729.876 dari sebelumnya Rp 5.396.761, atau naik sebesar 6,17 persen. Penetapan ini didasarkan pada PP Nomor 49 Tahun 2025 dengan menggunakan alfa sebesar 0,5 hingga 0,9. Kenaikan ini dinilai masih jauh dari harapan buruh yang memperjuangkan upah layak sesuai dengan realitas biaya hidup di ibu kota.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) tahun 2025 menyebutkan bahwa daya beli pekerja di Jakarta terus menurun dalam lima tahun terakhir. Indeks konsumsi rumah tangga pekerja menunjukkan penurunan sebesar 12 persen, sementara inflasi harga pangan dan transportasi meningkat lebih dari 25 persen. Fakta ini memperkuat argumen bahwa kenaikan upah sebesar 6,17 persen jauh dari mencukupi.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Sistem penetapan upah minimum yang menggunakan indeks alfa, meskipun dimaksudkan untuk mempertimbangkan kondisi ekonomi, justru menciptakan ketimpangan baru. Buruh di ibu kota, yang menghadapi biaya hidup tertinggi di Indonesia, justru mendapatkan upah yang lebih rendah dibandingkan pekerja di kawasan industri. Ini mencerminkan ketidakseimbangan dalam kebijakan ketenagakerjaan yang cenderung melindungi kepentingan pengusaha.

Studi Kasus:
Seorang pekerja di sektor jasa di Jakarta, Budi, mengaku harus bekerja lembur hingga 10 jam per minggu hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Dengan UMP Rp 5,72 juta, dia masih harus meminjam uang untuk membayar kontrakan dan kebutuhan anak sekolah. “Bayangkan jika saya sakit atau tidak bisa kerja lembur, bagaimana keluarga saya bisa makan?” katanya.

Infografis yang dirancang oleh lembaga swadaya masyarakat setempat menunjukkan perbandingan biaya hidup bulanan di Jakarta dengan UMP yang ditetapkan. Biaya kontrakan rata-rata Rp 2 juta, transportasi Rp 600 ribu, makanan Rp 2 juta, dan kebutuhan lainnya sekitar Rp 1,5 juta, total mencapai Rp 6,1 juta — lebih tinggi dari UMP yang ditetapkan.

Kenaikan upah minimum harusnya menjadi solusi, bukan beban. Buruh Jakarta butuh upah yang mencerminkan realitas biaya hidup, bukan sekadar angka yang memenuhi syarat administratif. Ketika pekerja bisa hidup layak, ekonomi juga akan tumbuh lebih inklusif. Saatnya kebijakan ketenagakerjaan diletakkan di jalur yang benar-benar memihak rakyat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan