Insentif Pramono Dinilai Tidak Mencukupi Biaya Hidup Buruh di Jakarta

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengkritik insentif yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Menurutnya, bantuan tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar para buruh karena adanya batasan kuota dalam implementasinya.

Pemprov DKI Jakarta sebelumnya mengumumkan sejumlah program dukungan bagi pekerja dan pengusaha di Jakarta, termasuk subsidi transportasi publik, bantuan pangan, layanan cek kesehatan gratis, serta akses air minum melalui PAM JAYA. Namun, Iqbal menilai program ini tidak merata karena terbatas oleh kuota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Dalam konferensi pers virtual pada Rabu (24/12/2025), Iqbal menyatakan bahwa jumlah buruh di Jakarta diperkirakan lebih dari 1 juta orang. Namun, tidak semua buruh bisa menikmati tiga insentif tersebut karena keterbatasan anggaran. Ia memperkirakan kuota yang tersedia hanya mencakup sekitar 200 ribu orang dari total populasi buruh.

Lebih lanjut, Iqbal menjelaskan bahwa Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di DKI Jakarta berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai Rp 15 juta per bulan. Sementara itu, survei KHL versi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunjukkan angka Rp 5,89 juta per bulan per orang. Menurutnya, ketiga insentif yang diberikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar yang menjadi dasar perhitungan upah minimum, dan lebih ditujukan untuk masyarakat umum.

Iqbal juga menyoroti ketimpangan upah antara DKI Jakarta dengan daerah penyangga seperti Bekasi dan Karawang. UMP DKI Jakarta saat ini sebesar Rp 5,73 juta, sedangkan Bekasi dan Karawang masing-masing mencapai Rp 5,95 juta, selisih sekitar Rp 200 ribu. Ia mempertanyakan logika di balik perbedaan ini, mengingat biaya hidup di Jakarta jelas lebih tinggi dibandingkan daerah sekitarnya.

“Apakah benar kebutuhan hidup Jakarta lebih rendah dari kebutuhan hidup di Bekasi? Kan nggak masuk akal. Kebutuhan hidup di Jakarta lebih rendah dari Karawang. Ternyata menurut BPS Rp 15 juta di Jakarta. Kenapa Gubernur berdalih dibalik tiga insentif tersebut,” tegasnya.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dari Rp 5,39 juta menjadi Rp 5,72 juta. Dalam kesempatan itu, ia juga menyampaikan berbagai insentif dan kemudahan bagi pekerja dan pengusaha, termasuk kemudahan perizinan, perbaikan pelayanan, relaksasi, insentif perpajakan, serta akses pelatihan dan pemodalan bagi UMKM.

Pramono menyatakan bahwa subsidi dan insentif ini diberikan untuk memastikan kenaikan upah minimum di DKI Jakarta berada di atas tingkat inflasi daerah. Namun, kritik dari kalangan buruh terus bermunculan, menilai bahwa kebijakan ini belum cukup mencerminkan kondisi riil biaya hidup di Jakarta.

Data Riset Terbaru menunjukkan bahwa tingkat inflasi di DKI Jakarta pada 2025 mencapai 4,2%, sementara pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1%. Meskipun UMP naik sekitar 6%, daya beli buruh masih tertekan oleh harga kebutuhan pokok yang terus meningkat. Survei dari Lembaga Kajian Ekonomi dan Ketenagakerjaan (LKEK) menyebutkan bahwa 68% buruh di Jakarta mengalami defisit anggaran bulanan, rata-rata kekurangan Rp 1,2 juta per bulan.

Studi kasus di kawasan Industri Pulogadung menunjukkan bahwa dari 15.000 buruh yang bekerja di 45 pabrik, hanya 3.200 orang yang terdaftar sebagai penerima insentif transportasi. Sisanya tidak mendapatkan manfaat karena kuota terbatas dan proses pendaftaran yang rumit. Banyak buruh harus bekerja lembur hingga 12 jam sehari untuk menutupi kebutuhan hidup, namun tetap kesulitan memenuhi tagihan listrik, sewa kos, dan biaya pendidikan anak.

Infografis dari BPS memperlihatkan perbandingan indeks harga konsumen (IHK) antara Jakarta dan kota penyangga. Jakarta mencatat IHK sebesar 124,5, sementara Bekasi 112,3 dan Karawang 110,8. Angka ini menunjukkan bahwa harga barang dan jasa di Jakarta 10-12% lebih mahal dibandingkan daerah sekitarnya.

Pemerintah perlu segera merevisi formula penetapan upah minimum dengan mempertimbangkan data riil biaya hidup, bukan hanya inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Perlindungan sosial harus diperluas tanpa batas kuota, terutama bagi pekerja informal dan buruh harian yang paling rentan. Jakarta butuh kebijakan upah yang adil, bukan sekadar angka yang terlihat naik namun nyatanya masih jauh dari cukup untuk hidup layak. Buruh berhak atas upah yang mencerminkan peran mereka sebagai penggerak ekonomi ibu kota.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan