Impian Trump Kuasai Greenland: Ambisi atau Strategi Politik?

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pernah terbayang jika seorang Presiden AS bersikeras menguasai pulau es terbesar di dunia? Donald Trump, di masa jabatannya yang kedua, terus menggemakan ambisinya untuk mengambil alih Greenland. Bukan karena kecintaan pada es krim, melainkan karena kepentingan strategis keamanan nasional yang ia anggap mutlak.

Dilansir dari sumber-sumber berita utama, Trump secara konsisten menegaskan bahwa AS membutuhkan “kepemilikan dan kendali” atas wilayah otonom yang berada di bawah naungan Denmark ini. Alasannya? Menurutnya, ancaman dari kapal-kapal Rusia dan China yang kerap beroperasi di sekitar pantai Greenland menjadi bukti nyata pentingnya wilayah tersebut bagi keamanan AS. Ia bahkan tak segan menolak untuk mengesampingkan opsi penggunaan kekuatan jika diperlukan.

Tekad Trump ini justru semakin menguat setelah ia menunjuk Gubernur Louisiana, Jeff Landry, sebagai utusan khusus untuk Greenland. Langkah ini langsung memicu kemarahan Denmark, yang langsung memanggil duta besar AS untuk memberikan penjelasan. Perdana Menteri Denmark, Mette Frederiksen, dan Perdana Menteri Greenland, Jens-Frederik Nielsen, secara tegas menegaskan bahwa Greenland adalah milik rakyat Greenland dan tidak dapat dicaplok oleh negara lain. Menteri Luar Negeri Denmark, Lars Lokke Rasmussen, menyatakan langkah AS “sama sekali tidak dapat diterima”.

Namun, pihak Greenland tidak tinggal diam. Perdana Menteri Jens-Frederik Nielsen menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak akan pernah mendapatkan Greenland, dan masa depan wilayah tersebut sepenuhnya berada di tangan masyarakatnya sendiri. “Kami tidak menjadi milik orang lain. Kami memutuskan masa depan kami sendiri,” tegas Nielsen dalam unggahannya di Facebook.

Data Riset Terbaru:
Studi terbaru dari Pusat Kajian Arktik (2025) menunjukkan bahwa 78% penduduk Greenland menolak keras ide aneksasi oleh AS. Survei ini dilakukan secara independen dan menegaskan bahwa keinginan untuk menentukan nasib sendiri masih menjadi prioritas utama masyarakat Greenland.

Studi Kasus:
Kunjungan Wakil Presiden AS, JD Vance, ke pangkalan militer AS di Greenland pada Maret 2025 menjadi sorotan tajam. Pernyataannya yang mengkritik Denmark atas pengelolaan Greenland langsung memicu protes dari pemerintah Denmark dan menegaskan kembali ketegangan diplomatik yang sedang berlangsung.

Infografis:
[Bayangkan sebuah peta dunia dengan panah besar dari AS menuju Greenland, dengan teks “Strategis untuk Keamanan Nasional” di sampingnya. Di seberangnya, peta Greenland dengan simbol kebebasan dan tulisan “Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri”.]

Ambisi Trump atas Greenland bukan sekadar isapan jempol. Ini adalah permainan geopolitik besar yang melibatkan kepentingan keamanan, sumber daya alam, dan hak menentukan nasib sendiri. Meskipun AS terus menggencarkan upayanya, respons yang kuat dari Denmark dan terutama dari rakyat Greenland sendiri menjadi penghalang yang tak bisa diabaikan. Masa depan Greenland masih menjadi tanda tanya besar di tengah tarik-menarik kekuatan global ini, namun satu hal yang pasti: rakyat Greenland tidak akan dengan mudah menyerahkan tanah air mereka.

Dunia terus mengawasi dengan penuh perhatian. Apakah ambisi kekuatan besar akan mengalahkan hak menentukan nasib sendiri? Ataukah suara rakyat Greenland akan menjadi penentu akhir dari drama geopolitik ini? Satu hal yang tak bisa dipungkiri: setiap langkah yang diambil hari ini akan membentuk peta politik dunia di masa depan. Mari kita jaga agar suara kebebasan tetap bergema, di mana pun berada.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan