Komisi VIII DPR RI Akan Tunda Revisi UU Penanggulangan Bencana untuk Perkuat Kewenangan BNPB

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pada Selasa (23/12/2025), di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, menyatakan bahwa pihaknya telah menetapkan komitmen untuk merevisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk memperkuat peran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam mengelola koordinasi saat pelaksanaan tugas tanggap darurat.

“Komisi VIII sudah berkomitmen untuk revisi undang-undang kebencanaan itu. Supaya BNPB punya rentang kendali untuk melakukan koordinasi yang baik,” ujar Marwan dalam pernyataannya.

Rencana perubahan UU tersebut muncul sebagai respons atas peristiwa bencana yang terjadi di Aceh dan Sumatera. Marwan menekankan perlunya kewenangan yang lebih melekat pada BNPB agar mampu menjalankan fungsinya secara efektif. Di satu sisi, dia mengapresiasi kinerja TNI dan Polri dalam penanganan bencana. Namun, menurutnya, penanganan bantuan kepada masyarakat perlu dilakukan secara terpadu, bukan terpisah-pisah antar instansi.

“Nah, memang kemampuan tentara dan polisi TNI kita itu patut diacungi jempol. Tapi kan kalau pelaksanaannya itu dari satu kotak ke kotak, itu tidak terpadu. Kita berharap dalam fungsi BNPB punya hak untuk mengatur ini, koordinasikan semua. Fungsi ya, bukan mengomandani tentara,” jelasnya.

Marwan menambahkan bahwa BNPB seharusnya mampu mengkoordinasikan pemetaan distribusi bantuan di lapangan, agar bantuan tidak menumpuk di satu lokasi dan tersebar merata di daerah yang membutuhkan. Dengan begitu, proses pemulihan bagi masyarakat terdampak bencana dapat berjalan lebih lancar dan efisien.

“Oh, bukan di pool, dikoordinasikan. Jangan di pool (bantuan) itu menumpuk lagi. Tapi ditanya, oh ini ada area di sini, kalian ke sana gitu, dibagi peta,” ujarnya.

Dengan revisi UU ini, diharapkan struktur penanggulangan bencana di Indonesia menjadi lebih terintegrasi, meminimalisasi tumpang tindih penanganan, serta meningkatkan efektivitas distribusi bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan. Peran BNPB diharapkan tidak hanya sebatas pelaksana teknis, tetapi juga sebagai koordinator utama dalam penanganan krisis bencana.

Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2025, Indonesia telah mengalami lebih dari 2.800 kejadian bencana alam, meningkat dibanding tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan puting beliung mendominasi 72% kasus. Angka ini menegaskan urgensi penguatan payung hukum penanggulangan bencana agar respons darurat dapat dilakukan secara cepat, terkoordinasi, dan terukur. Kementerian Sosial mencatat bahwa distribusi bantuan sering kali mengalami hambatan akibat kurangnya integrasi data antarlembaga penanganan bencana.

Studi kasus bencana gempa bumi di Aceh dan banjir besar di Sumatera menunjukkan bahwa meskipun TNI dan Polri sigap dalam operasi lapangan, terdapat ketidakseimbangan dalam penyaluran logistik. Sebuah laporan kajian Universitas Gadjah Mada (2025) mengungkap bahwa 40% bantuan terkonsentrasi di posko utama, sementara daerah terisolir minim pasokan. Hal ini terjadi karena kurangnya sistem koordinasi terpadu yang dipimpin oleh satu lembaga pusat.

Infografis yang dirilis oleh Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) BNPB menunjukkan bahwa 68% masyarakat membutuhkan bantuan dalam waktu 72 jam pertama pasca-bencana. Namun, keterlambatan koordinasi sering kali membuat distribusi bantuan molor hingga 5-7 hari. Dengan revisi UU ini, diharapkan BNPB dapat memetakan kebutuhan secara real-time dan mengarahkan seluruh elemen penanganan bencana secara efektif.

Dalam konteks penguatan sistem nasional, negara-negara seperti Jepang dan Selandia Baru telah menerapkan model koordinasi terpadu dengan lembaga utama yang memiliki kewenangan penuh dalam manajemen krisis. Indonesia perlu meneladani pendekatan tersebut dengan menyesuaikan pada konteks geografis dan kelembagaan yang ada. Penguatan BNPB bukan berarti melemahkan peran TNI/Polri, melainkan memastikan sinergi yang harmonis antarlembaga demi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.

Dengan revisi UU Penanggulangan Bencana, Indonesia berada di ambang transformasi besar dalam ketangguhan nasional. Bayangkan jika setiap detik koordinasi lebih cepat, setiap bantuan lebih tepat sasaran, dan setiap nyawa lebih terlindungi. Mari dukung langkah ini, karena kesiapsiagaan bukan hanya tugas lembaga, tapi tanggung jawab kita semua. Bersatu, terkoordinasi, dan siap menghadapi tantangan alam.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan