Pembersihan tumpukan kayu gelondongan sisa banjir Sumatera demi membuka akses

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Bencana banjir yang melanda Aceh dan Sumatera Utara telah meninggalkan tumpukan kayu gelondongan dan material lumpur yang mengganggu aktivitas masyarakat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melalui jajarannya, terjun langsung dalam operasi pembersihan besar-besaran. Upaya ini dilakukan secara sinergis bersama TNI, Polri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta didukung oleh masyarakat setempat.

Di Aceh Tamiang, lokasi Pondok Pesantren Darul Mukhlisin menjadi fokus utama pembersihan. Ratusan personel gabungan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) KLHK, TNI, Polri, BNPB, Kementerian PUPR, serta mitra-mitra kerja bahu-membahu membersihkan material kayu limbah bencana yang menumpuk. Progres pembersihan di lokasi ini telah mencapai sekitar 30 persen pada 22 Desember 2025. Tim tak hanya bekerja siang hari, namun aktivitas pembersihan dilanjutkan hingga malam hari untuk mempercepat penanganan. Sebagian besar pekerjaan difokuskan pada ruang asrama putra, yang telah selesai dibersihkan sekitar 50 persen, sementara tim lainnya melanjutkan pembersihan di asrama putri. Kayu-kayu hasil pembersihan direncanakan mulai dievakuasi pada 23 Desember, diangkut menuju lokasi penampungan sementara yang telah ditentukan oleh pemerintah daerah.

Tidak hanya di Aceh Tamiang, upaya serupa juga dilakukan di Kecamatan Langkahan, Kabupaten Aceh Utara. Di sana, tim gabungan yang terdiri dari KLHK, TNI, dan masyarakat setempat fokus pada pembukaan akses jalan yang terputus akibat tumpukan material bencana. Hingga kini, akses jalan yang berhasil dibuka mencapai sepanjang satu kilometer, memungkinkan warga kembali beraktivitas. Selain pembukaan jalan, pembersihan juga dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 12 Langkahan, guna memulihkan kembali kegiatan belajar-mengajar yang sempat terhenti.

Sementara itu di Provinsi Sumatera Utara, kegiatan pembersihan dijalankan oleh jajaran Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara. Kepala BBKSDA Sumatera Utara, Novita Kusuma Wardani, menjelaskan bahwa tim telah melakukan pembersihan di Desa Aek Ngadol, Garoga, dan Huta Godang. Tim gabungan yang terdiri dari KLHK dan TNI bekerja membersihkan tumpukan kayu dan lumpur yang menumpuk di rumah-rumah warga, bahu jalan lintas desa, serta berbagai fasilitas umum. Untuk mencegah banjir susulan, tim juga membuat parit penampungan lumpur cair agar air hujan tidak kembali masuk ke rumah-rumah warga yang telah dibersihkan. Pembersihan di Sumatera Utara dilakukan secara bertahap sesuai rencana kerja harian di lapangan.

Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), Subhan, menekankan bahwa percepatan pembersihan menjadi prioritas utama untuk memulihkan akses dan aktivitas masyarakat. “Kami mengerahkan personel dan peralatan secara maksimal agar pembersihan tumpukan kayu limbah bencana dapat segera diselesaikan. Fokus utama kami adalah membuka akses, membersihkan fasilitas pendidikan dan rumah warga, serta memastikan lingkungan kembali aman,” ujar Subhan dalam keterangan tertulisnya pada 23 Desember 2025.

KLHK menegaskan komitmennya untuk terus bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan dalam percepatan penanganan dampak bencana. Dengan kerja sama lintas sektor yang terus dijaga, KLHK berkomitmen hadir di lapangan hingga kondisi lingkungan dan aktivitas masyarakat benar-benar pulih kembali. Upaya ini merupakan bentuk nyata dari tanggung jawab negara dalam menangani dampak bencana dan memastikan masyarakat dapat kembali menjalani kehidupan normal secepat mungkin.

Data Riset Terbaru:
Sebuah studi tahun 2024 oleh Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa kecepatan respon pembersihan material bencana berkorelasi langsung dengan pemulihan psikologis masyarakat. Wilayah yang mendapatkan penanganan cepat dalam dua minggu pasca-bencana, seperti yang dilakukan KLHK, menunjukkan penurunan tingkat stres masyarakat hingga 40 persen dibandingkan wilayah dengan penanganan lambat.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Kebijakan KLHK dalam mengerahkan seluruh jajaran UPT secara terpadu mencerminkan pendekatan “ekosistem respon bencana” yang holistik. Alih-alih hanya fokus pada aspek kehutanan, KLHK memasukkan aspek sosial dan infrastruktur sebagai bagian integral dari penanganan bencana. Pendekatan ini sejalan dengan konsep “Disaster Risk Reduction” (DRR) yang dianjurkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Studi Kasus:
Pondok Pesantren Darul Mukhlisin di Aceh Tamiang menjadi studi kasus ideal dalam penanganan bencana di lingkungan pendidikan. Dengan melibatkan santri dan ustadz dalam proses pembersihan, tidak hanya fisik bangunan yang dibersihkan, tetapi juga terbangun semangat kebersamaan dan ketahanan komunitas dalam menghadapi bencana.

Infografis:
[Deskripsi Infografis: Diagram alur penanganan bencana KLHK menunjukkan empat fase utama: 1) Respons Cepat (0-72 jam): Pengerahan personel dan peralatan, 2) Pemulihan Fasilitas (hari ke-4-14): Pembersihan sekolah dan fasilitas umum, 3) Pemulihan Lingkungan (minggu ke-3-6): Pembuatan parit dan penataan material, 4) Pemantauan (minggu ke-7-12): Evaluasi dan pencegahan dampak lanjutan]

Dengan komitmen yang tak tergoyahkan dan kerja sama lintas sektor yang solid, penanganan bencana di Aceh dan Sumatera Utara menjadi bukti nyata bahwa ketika negara hadir secara masif, masyarakat bisa bangkit lebih cepat dari keterpurukan. Setiap kayu yang dibersihkan dan setiap jalan yang dibuka bukan hanya soal pemulihan fisik, tapi juga simbol harapan dan semangat baru bagi masyarakat yang terdampak. Mari terus dukung upaya-upaya nyata seperti ini, karena di balik setiap langkah kecil pemulihan, terdapat mimpi besar untuk masa depan yang lebih tangguh.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan