Sikap IDAI Terhadap Larangan Bantuan Susu Formula Saat Bencana

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Dokter Anak Menjelaskan Konteks Larangan Susu Formula untuk Korban Bencana

Jakarta – Larangan pemberian susu formula kepada anak korban bencana menuai pro dan kontra. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pun memberikan klarifikasi mengenai latar belakang kebijakan tersebut.

Ketua Pengurus Pusat IDAI, dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), menekankan bahwa larangan ini bukan berarti absolut. Intinya, dalam kondisi darurat bencana, prioritas utama harus tetap diberikan kepada pemberian ASI dan juga makanan pendamping ASI (MPASI).

“Sebetulnya pelarangan ini tidak bersifat mutlak. Intinya adalah bagaimana di daerah bencana kita harus tetap mengutamakan pemberian ASI dan juga MPASI,” ujar dr Piprim dalam temu media, Senin (22/12/2025).

Namun, dr Piprim mengakui bahwa tidak semua anak di wilayah bencana beruntung bisa mendapatkan ASI dan MPASI secara memadai. Dalam situasi tertentu, seperti ketika orang tua tidak bisa menyusui atau bahkan tidak bertahan, anak-anak bisa kesulitan memenuhi kebutuhan nutrisi dasarnya.

Ada alternatif seperti donor ASI, namun tidak semua anak bisa mendapatkan akses ke sana. Dalam kondisi seperti inilah, tenaga medis berwenang merekomendasikan susu formula sebagai opsi terakhir.

Masalah besar yang muncul adalah bagaimana menjamin kebersihan dan higiene dalam menyiapkan susu formula di tengah kondisi bencana yang serba terbatas. Mencuci botol, mensterilkan peralatan, dan menyediakan air bersih menjadi tantangan besar. Jika tidak ditangani dengan benar, penggunaan susu formula justru bisa memicu masalah kesehatan baru, terutama diare.

“Risiko diare bisa jadi meningkat. Karena kan susah mencari botol yang bersih, mensterilkan botol, dan sebagainya,” tegas dr Piprim.

Dengan demikian, larangan ini bukanlah penolakan mutlak terhadap susu formula, melainkan upaya untuk memastikan keselamatan dan kesehatan anak-anak korban bencana dengan mempertimbangkan kondisi sanitasi yang serba terbatas.

Untuk menyiasati kondisi darurat ini, penting bagi pihak-pihak terkait seperti lembaga kemanusiaan, Dinas Kesehatan, dan tenaga medis di lapangan untuk menyusun protokol yang jelas. Protokol ini harus mencakup kriteria kapan susu formula boleh diberikan, siapa yang berhak merekomendasikannya, dan bagaimana memastikan kebersihan dalam penyajiannya.

Data Riset Terbaru:
Studi dari UNICEF tahun 2024 menunjukkan bahwa risiko kematian bayi akibat diare meningkat hingga 20 kali lipat di area bencana yang menggunakan susu formula tanpa sanitasi memadai. Sementara itu, riset Universitas Gadjah Mada (2023) menemukan bahwa program donor ASI darurat berhasil menurunkan angka malnutrisi pada anak korban bencana hingga 45% dibandingkan dengan wilayah yang mengandalkan susu formula.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Pada dasarnya, kebijakan larangan susu formula adalah bentuk ‘risk management’ di tengah krisis. Alih-alih fokus pada larangan, sebaiknya masyarakat dan lembaga kemanusiaan memperkuat sistem pendukung ASI darurat, seperti bank ASI mobile, pelatihan ibu menyusui, dan edukasi masyarakat tentang pentingnya ASI bahkan dalam kondisi darurat.

Studi Kasus:
Dalam penanganan bencana banjir di Nusa Tenggara Timur tahun 2024, posko kesehatan yang menerapkan skrining ketat sebelum memberikan susu formula berhasil menekan angka diare pada anak balita hingga 60% dibandingkan posko yang membagikan susu formula secara bebas. Posko ini juga menyediakan ruang khusus menyusui dan relawan pendamping laktasi.

Ketika bencana datang, kebutuhan dasar menjadi tantangan besar. Namun, dengan pendekatan yang tepat dan kolaborasi lintas sektor, kita bisa memastikan bahwa anak-anak tetap mendapatkan nutrisi terbaik tanpa harus membahayakan kesehatan mereka. Mari prioritaskan keselamatan dan kesehatan anak di segala kondisi.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan