Pakar Hukum Apresiasi Penanganan Cepat Jaksa Agung terhadap Oknum Jaksa yang Terjaring OTT KPK

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Hibnu Nugroho, memberikan apresiasi kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin atas tindakan cepat dalam menangani oknum jaksa yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Prof Hibnu meyakini bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) akan menangani kasus ini secara maksimal tanpa pandang bulu, terlepas dari siapa pelakunya, demi menjaga marwah institusi kejaksaan yang tercoreng akibat tindakan oknum tersebut.

“Saya kira Kejaksaan Agung akan all out dalam hal ini. Artinya tidak mengenal siapa, yang penting bahwa dia bersalah dan ini membuat tercoreng nama kejaksaan menjadi kurang baik. Saya kira itu sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi. Pasti Pak Jaksa Agung akan memproses semaksimal mungkin dan bisa memberikan efek jera bagi jaksa-jaksa yang lain untuk tidak melakukan tindakan yang serupa,” kata Prof Hibnu kepada wartawan, Minggu (21/12/2025).

Ia juga mengapresiasi sinergi antara KPK dan Kejaksaan Agung dalam mendeteksi dan mengungkap tindakan pemerasan yang dilakukan oleh oknum jaksa di Banten. Prof Hibnu meyakini bahwa kedua lembaga penegak hukum tersebut akan menangani kasus OTT dengan transparan dan akuntabel. Ia berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi jaksa-jaksa di daerah agar tidak lagi melakukan tindakan pemerasan yang dapat mencoreng nama institusi.

“Peringatan bagi jaksa-jaksa yang lain untuk tidak menyalahgunakan itu karena ini menyangkut jiwa integritas. Oleh karena itu integritas seorang penegak hukum untuk tahan godaan, godaan uang, godaan peraturan, godaan eksternal, ini sangat tinggi sekali. Oleh karena itu, mau tidak mau, masing-masing pimpinan wilayah harus terus mengawasinya,” katanya.

Prof Hibnu juga menekankan pentingnya koordinasi antar penegak hukum, baik KPK maupun Kejaksaan Agung, dalam menangani kasus korupsi. Ia berharap ke depannya tidak akan terjadi lagi insiden serupa yang dapat merusak citra penegakan hukum di Indonesia. Menurutnya, meskipun menggunakan pendekatan yang berbeda, tujuan akhir dari semua lembaga penegak hukum adalah sama, yaitu memberantas tindak pidana korupsi.

“Dalam kasus ini, KPK melakukan OTT terlebih dahulu, kemudian menyerahkan kasusnya kepada Kejaksaan Agung. Ini menunjukkan bahwa ada komunikasi dan koordinasi yang baik antar lembaga. Goalnya sama kok, pengungkapan tindakan pemidanaan korupsi,” ujar Prof Hibnu.

Diketahui, Kejaksaan Agung telah memberhentikan sementara tiga oknum jaksa yang terlibat dalam kasus pemerasan terhadap Warga Negara Korea Selatan (WN Korsel) di Banten. Prof Hibnu mengapresiasi langkah cepat Kejaksaan dalam memberhentikan sementara ketiga oknum jaksa tersebut, sebab tindakan tersebut merupakan langkah tegas yang dapat mencegah oknum jaksa lainnya untuk melakukan hal serupa.

“Langkah cepat respon Kejaksaan, karena bagaimana itu juga pembelajaran jaksa-jaksa yang mungkin ingin main-main. Itu jadi penindakan, punya aspek pencegahan kepada jaksa-jaksa lain,” katanya.

Selain itu, Prof Hibnu menilai bahwa tindakan tegas terhadap oknum jaksa tersebut patut diapresiasi karena menunjukkan bahwa Kejaksaan tidak tebang pilih dalam memberantas korupsi. Ia berharap kasus ini dapat menjadi momentum bagi Kejaksaan Agung untuk melakukan evaluasi internal dan memperkuat pengawasan terhadap seluruh jajarannya.

“Tindakan tegas itu perlu kita apresiasi. Jadi tidak tebang-tebang pilih, tidak pilih-pilih. Tindak tegas semuanya,” tegas Prof Hibnu.

Sebelumnya, KPK melakukan OTT dan mengamankan sembilan orang di wilayah Banten pada Rabu (17/12) sore. Dari sembilan orang yang diamankan terdiri dari jaksa, pengacara, dan pihak swasta. OTT tersebut terkait pemerasan terhadap warga negara Korea Selatan (WN Korsel). Kemudian KPK berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung. Di saat yang sama, ternyata Kejagung telah menerbitkan sprindik terkait kasus itu dan menetapkan tersangka.

KPK lalu menyerahkan kasus tersebut dan pihak yang terjaring OTT di Banten ke penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung). Pengusutan kasus tersebut selanjutnya dilanjutkan Kejaksaan Agung. Kejaksaan Agung (Kejagung) kemudian menetapkan lima tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap warga negara asing asal Korea Selatan di Banten. Para tersangka itu terdiri atas tiga orang yang kena OTT KPK dan dua orang lebih dulu ditetapkan Kejagung sebagai tersangka.

“Memang benar kemarin ada operasi tangkap tangan, ada beberapa orang di antaranya yang dilakukan oleh KPK. Di antaranya salah satunya adalah ada oknum jaksa dari Kejaksaan Tinggi Banten,” kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna di gedung Puspenkum Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (19/12).

Kejagung juga telah memberhentikan sementara ketiga oknum jaksa yang menjadi tersangka dalam kasus pemerasan terhadap WN Korsel. Ketiga jaksa yang menjadi tersangka dalam kasus ini adalah Kasipidum Kejari Kabupaten Tangerang Herdian Malda Ksastria; jaksa penuntut umum di Kejati Banten Rivaldo Valini; dan Kasubag Daskrimti Kejati Banten, Redy Zulkarnaen.

Kejagung menyebut ketiga oknum jaksa yang menjadi tersangka telah diberhentikan sementara. Pemberhentian berlaku mulai Jumat (19/12).

“Sudah diberhentikan, diberhentikan sementara semenjak hari ini. Itu nanti sampai punya kekuatan hukum yang tetap. Otomatis juga gaji-gajinya semua dihentikan,” kata Anang.

Data Riset Terbaru:
Berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2025, terdapat peningkatan signifikan dalam kasus pemerasan yang melibatkan aparat penegak hukum, terutama jaksa. Dari Januari hingga Desember 2025, KPK mencatat 15 kasus OTT yang melibatkan oknum jaksa di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun telah dilakukan berbagai upaya pencegahan, praktik pemerasan di kalangan penegak hukum masih menjadi ancaman serius terhadap integritas sistem peradilan.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Kasus OTT terhadap oknum jaksa di Banten ini menjadi cerminan bahwa godaan korupsi di kalangan penegak hukum masih sangat tinggi. Faktor utama yang mendorong terjadinya tindakan pemerasan ini adalah lemahnya pengawasan internal di lingkungan kejaksaan, serta kurangnya pemahaman tentang pentingnya integritas dalam penegakan hukum. Selain itu, sistem pengawasan yang terfragmentasi antar lembaga penegak hukum juga memudahkan para pelaku untuk menghindari pertanggungjawaban.

Studi Kasus:
Kasus pemerasan terhadap WN Korsel di Banten merupakan studi kasus yang menunjukkan betapa kompleksnya modus operandi korupsi yang melibatkan oknum jaksa. Dalam kasus ini, para oknum jaksa bekerja sama dengan pengacara dan pihak swasta untuk melakukan pemerasan terhadap korban. Mereka memanfaatkan posisi dan kewenangan mereka sebagai penegak hukum untuk menekan korban agar menyerahkan sejumlah uang.

Infografis:
[Infografis menampilkan data statistik OTT KPK terhadap oknum jaksa tahun 2025, alur kasus pemerasan di Banten, dan langkah-langkah pencegahan yang dapat diambil oleh Kejaksaan Agung]

Insight:
Kasus OTT terhadap oknum jaksa di Banten ini menjadi momentum penting bagi Kejaksaan Agung untuk melakukan reformasi internal yang lebih menyeluruh. Perlu ada upaya serius dalam memperkuat sistem pengawasan, meningkatkan pemahaman tentang integritas, serta membangun budaya anti-korupsi di seluruh jajaran kejaksaan. Selain itu, perlu pula adanya sinergi yang lebih erat antar lembaga penegak hukum untuk memastikan bahwa tidak ada celah bagi para pelaku korupsi untuk menghindari hukuman.

Ajakan:
Marilah kita bersama-sama mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dengan cara mendukung tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi, terlepas dari jabatan dan pangkat mereka. Dukung juga upaya penguatan sistem pengawasan dan peningkatan integritas di seluruh lembaga penegak hukum. Ingat, keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu demi terciptanya Indonesia yang bersih dari korupsi.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan