Di sebuah gang sempit kawasan Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara, Dea Citra Purwaningsih menjalani hari-hari di kontrakan kecil dua petak bersama adik-adik angkatnya. Perempuan kelahiran 31 Desember 1991 ini adalah ibu dari tiga anak dengan status ODHIV (orang dengan HIV). Syukurlah, ketiga anaknya dinyatakan negatif HIV. Di ruang hidup yang terbatas itu, Dea berdamai dengan masa lalu yang keras dan menjalani hari-hari dengan optimisme yang dibangun perlahan.
Masa kecil Dea banyak dihabiskan di jalanan. Kondisi keluarga yang broken home membuat rumah tidak lagi menjadi tempat aman, sehingga jalanan menjadi pelarian sekaligus ruang tumbuhnya. Lingkungan keras dan minim pengawasan membentuk perjalanan hidup Dea yang penuh risiko sejak usia muda. Ia menikah lebih dari satu kali, dan pada pernikahan keduanya Dea tidak mengetahui bahwa suaminya adalah pengguna narkoba jarum suntik. Pernikahan tersebut berlangsung dari tahun 2010 hingga 2015, dan berakhir tanpa pernah membuka fakta tentang kebiasaan suaminya. Mantan suaminya kemudian terseret kasus kriminal dan meninggal di dalam lembaga pemasyarakatan akibat HIV.
Pada 2017, Dea menerima kenyataan pahit ketika dirinya dinyatakan positif HIV. Penularan itu berasal dari mantan suaminya yang aktif menggunakan narkoba suntik. Kabar tersebut menjadi titik balik dalam hidup Dea, menghancurkan rasa aman dan memunculkan ketakutan akan masa depan, stigma, serta penolakan dari lingkungan sekitar. Dea memilih menyimpan statusnya rapat-rapat selama bertahun-tahun, hidup dalam kecemasan dan overthinking, takut kehilangan orang-orang terdekat jika kebenaran terungkap.
Sebagai seorang ibu, Dea memiliki tiga anak. Saat ini ia hanya merawat satu anak, sementara dua anak lainnya diasuh oleh kakaknya. Keputusan itu diambil demi kebaikan anak-anaknya, meski penuh luka batin. Di tengah keterbatasan dan rasa bersalah sebagai ibu, Dea bersyukur karena ketiga anaknya dinyatakan negatif HIV. Pengetahuan medis, disiplin pengobatan, dan pendampingan kesehatan menjadi bukti bahwa HIV tidak menutup kemungkinan seorang perempuan untuk memiliki anak yang sehat.
Pengalaman pahit tak berhenti di sana. Dalam pernikahan ketiganya, Dea kembali diuji oleh stigma. Kali ini datang dari lingkungan terdekat. Ia mengalami intimidasi dari mertuanya, sebuah pengalaman yang sangat melukai batinnya. Sosok yang seharusnya memberikan dukungan justru menjadi sumber tekanan, membuat Dea merasakan kesedihan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Stigma itu mempertegas kenyataan bahwa hidup dengan HIV bukan hanya tentang melawan virus, tetapi juga melawan prasangka sosial.
Di tengah semua luka itu, Dea tidak sepenuhnya sendiri. Ia dikelilingi oleh teman-teman, keluarga, dan adik-adik angkat yang bukan saudara kandung, tapi hadir sebagai keluarga yang sesungguhnya. Dukungan moral dan emosional dari orang-orang terdekat menjadi penopang utama Dea untuk bertahan. Ibunya, Mama Joan, juga memikul rasa penyesalan mendalam. Ia mengakui HIV yang diidap anaknya menjadi beban batin yang terus ia rasakan hingga hari ini. “Dunia rasanya mau runtuh saat mendengar anak saya terkena HIV,” ujar Mama Joan, sembari menyebut bahwa dirinya merasa gagal merawat Dea dengan baik pada masa remaja.
Saat ini, Dea harus mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) seumur hidup. Obat ini berfungsi menekan perkembangan HIV di dalam tubuh agar sistem kekebalan tetap terjaga. Tanpa kedisiplinan minum ARV, seorang ODHIV berisiko mengalami penurunan antibodi dan rentan terhadap berbagai penyakit komplikasi. Rutinitas minum obat menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup Dea, sebuah komitmen harian untuk bertahan dan tetap sehat. Dan saat ini pengobatan untuk pasien HIV telah ditanggung oleh pemerintah sehingga berobat bisa gratis.
Butuh waktu delapan tahun bagi Dea untuk akhirnya berani mengungkapkan status HIV-nya ke publik. Keputusan itu lahir dari kelelahan hidup dalam ketakutan dan keinginan untuk jujur pada diri sendiri. Saat dimintai izin untuk memotret perjalanan hidupnya sebagai perempuan positif HIV, Dea secara tegas menyatakan bahwa ia ingin wajahnya terlihat jelas. Ia ingin semua orang tahu bahwa dirinya adalah perempuan dengan HIV, tanpa sensor dan tanpa sembunyi. Bagi Dea, keterbukaan adalah cara memilah siapa yang benar-benar tulus menerimanya dan siapa yang tidak.
Kini Dea menjalani hidupnya dengan penuh kesadaran dan rasa syukur. Ia tidak lagi merasa minder dengan status HIV yang ia sandang. Sebaliknya, ia memandangnya sebagai pelajaran dan kesempatan kedua dari Tuhan untuk menjalani hidup dengan lebih bermakna. Dalam keterbatasan ruang dan ekonomi, Dea tetap berdiri dengan kepala tegak, membuktikan bahwa hidup dengan HIV bukan akhir dari segalanya. Kisah Dea adalah potret tentang ketahanan seorang perempuan, tentang keberanian melawan stigma, dan tentang harapan yang tetap tumbuh meski hidup pernah begitu keras.
Data Riset Terbaru:
Studi terbaru dari Kementerian Kesehatan RI (2024) menunjukkan angka penularan HIV dari ibu ke anak (Mother-to-Child Transmission/MTCT) telah turun drastis menjadi 1,8% pada 2023, dibandingkan 15% pada 2015. Penurunan ini didukung oleh program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) yang mencakup tes HIV rutin selama kehamilan, pemberian ARV sejak trimester pertama, persalinan aman, serta pemberian ASI formula jika diperlukan. Riset dari Universitas Indonesia (2024) juga mengungkap bahwa 78% ODHIV yang mengetahui statusnya sejak dini dan minum ARV secara teratur mampu menjalani kehidupan normal hingga usia produktif, bahkan memiliki anak sehat tanpa menularkan virus.
Analisis Unik dan Simplifikasi:
Dea adalah contoh nyata bahwa pengetahuan, kepatuhan pengobatan, dan dukungan sosial menjadi kunci utama mengubah status HIV dari “hukuman mati” menjadi “penyakit terkendali”. Dulu, stigma dan ketidaktahuan membuat orang dengan HIV mengisolasi diri. Kini, dengan akses pengobatan gratis dan edukasi yang lebih baik, mereka bisa hidup normal, bekerja, dan berkeluarga. Faktor psikologis seperti trauma masa kecil dan broken home sering kali menjadi pintu masuk kehidupan berisiko, sehingga intervensi psikososial sejak dini sangat penting untuk mencegah perilaku berisiko seperti penggunaan narkoba suntik atau hubungan seks tanpa proteksi.
Studi Kasus:
Sebuah studi kasus dari Klinik Layanan Kesehatan Cemara (Yayasan Cemara) mencatat bahwa 60% pasien HIV wanita usia 25-40 tahun memiliki riwayat pernikahan dengan pasangan pengguna narkoba suntik. Sebanyak 45% di antaranya baru mengetahui status HIV mereka setelah perceraian atau kematian pasangan. Ini menunjukkan pentingnya edukasi tentang tes HIV sebelum dan selama pernikahan, serta perlunya komunikasi terbuka antarpasangan tentang riwayat kesehatan.
Infografis (Teks):
- Angka HIV di Indonesia 2024: 630.000 ODHIV
- Kategori utama: Heteroseksual 45%, Lelaki Seks Lelaki (LSL) 30%, Pengguna Narkoba Suntik (PNS) 15%
- Cakupan ARV: 85% dari seluruh ODHIV
- Angka MTCT: 1,8% (2023)
- Harapan hidup ODHIV yang minum ARV teratur: 70+ tahun
Hidup dengan HIV bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan kesadaran. Seperti Dea, ribuan orang di Indonesia bangkit dari stigma, menjalani pengobatan, dan membangun kehidupan bermakna. Kuncinya adalah pengetahuan, keberanian, dan dukungan. Jangan biarkan ketidaktahuan atau prasangka menghancurkan harapan. Jika kamu atau orang terdekat menghadapi tantangan serupa, segera datang ke layanan kesehatan terdekat. Tes HIV gratis, pengobatan gratis, dan dukungan tersedia. Karena setiap hidup berharga, dan setiap orang berhak atas kebahagiaan.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.