Moratorium Izin Perumahan di Jawa Barat Berpotensi Menghambat Perekonomian

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah Provinsi Jawa Barat tengah menghadapi tantangan besar akibat keputusan menghentikan sementara penerbitan izin perumahan baru di wilayahnya. Kebijakan ini dinilai berpotensi menimbulkan dampak ekonomi yang signifikan serta bertentangan dengan program nasional yang digagas Presiden Prabowo Subianto, yaitu penyediaan tiga juta unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Retno Diyah Pekerti, seorang akademisi dari Universitas Cipasung yang mendalami riset di bidang Environmental, Social, and Governance (ESG), mengkritisi keputusan tersebut dari sudut pandang ekonomi dan tata kelola lingkungan. Menurutnya, moratorium izin perumahan mencerminkan ketidakseimbangan dalam proses transisi menuju ekonomi berkelanjutan. Ia menekankan bahwa kebijakan semacam ini seharusnya menjadi momentum bagi seluruh pemangku kepentingan untuk mengalihkan fokus dari sekadar mengejar keuntungan ekonomi, menuju pendekatan yang lebih holistik, mencakup aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik.

Ia mengungkapkan keprihatinan terhadap pendekatan yang diterapkan, di mana niatan untuk mitigasi bencana di aspek lingkungan justru diimplementasikan dengan cara yang mengabaikan aspek sosial dan tata kelola. Kebijakan yang bersifat reaktif dan mendadak ini, menurutnya, dapat menciptakan ketidakadilan, terutama bagi pengembang berskala kecil yang telah beroperasi sesuai aturan yang berlaku sebelumnya. Mereka kini harus menanggung beban ekonomi akibat perubahan kebijakan yang tidak memberikan kepastian hukum dan prosedural.

Dari sudut pandang akuntansi, Retno menyoroti lemahnya praktik akuntansi biaya lingkungan dan perencanaan berkelanjutan dalam kebijakan tersebut. Risiko bencana, yang seharusnya telah diantisipasi sejak awal dalam model bisnis dan tata ruang, justru muncul sebagai kejutan yang mengganggu stabilitas ekonomi. Bagi pelaku usaha, ketiadaan peta jalan transisi yang jelas dapat meningkatkan biaya menganggur dan mengancam keberlangsungan usaha, terutama bagi pelaku usaha kecil yang tidak memiliki diversifikasi proyek.

Untuk mengatasi hal ini, Retno menyarankan pemerintah segera menyusun perencanaan ulang menuju tata kelola yang lebih memandu, bukan sekadar melarang. Pembuatan peta zonasi transisi yang jelas, dengan klasifikasi hijau, kuning, dan merah berdasarkan lokasi dan tingkat risiko, menjadi prioritas. Selain itu, akses terhadap pembiayaan hijau perlu disediakan untuk membantu industri, khususnya pelaku usaha kecil. Pengembang sendiri juga harus mulai mengintegrasikan risiko lingkungan ke dalam strategi bisnis dan berinvestasi pada sertifikasi bangunan hijau sebagai aset strategis.

Dalam konteks yang lebih luas, kebijakan moratorium izin perumahan di Jawa Barat menjadi cerminan dari kompleksnya tantangan dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Kebijakan yang diambil harus mampu menyeimbangkan antara kebutuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan keadilan sosial. Hanya dengan pendekatan yang terencana, inklusif, dan berbasis data, pembangunan perumahan di Jawa Barat dapat berjalan sesuai dengan visi pembangunan berkelanjutan dan program nasional.

Peta jalan transisi yang jelas sangat dibutuhkan untuk menghindari kebingungan dan kerugian ekonomi yang lebih besar. Pemerintah harus menjadi fasilitator yang memberikan panduan dan insentif, bukan hanya regulator yang membatasi. Dengan demikian, sektor properti dapat tumbuh secara sehat, ramah lingkungan, dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan hunian yang layak. Kerja sama antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam mewujudkan tata kelola yang baik dan pembangunan yang berkelanjutan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan