Bank Indonesia Pasang Alarm Global, Ketidakpastian Ekonomi Masih Mengintai

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Bank Indonesia (BI) menilai bahwa ketidakpastian ekonomi global di masa depan masih berada di level tinggi, dengan prospek pertumbuhan ekonomi global yang cenderung melemah. Kondisi ini menurut BI perlu diwaspadai agar tidak berdampak lanjutan terhadap perekonomian domestik, sehingga diperlukan penguatan kebijakan yang responsif untuk memperkuat ketahanan ekonomi dalam negeri.

“Tantangan ekonomi global diprediksi masih tetap besar, terutama karena pertumbuhan ekonomi dunia yang belum stabil. Untuk itu, kita harus meningkatkan kewaspadaan dan memperkuat berbagai kebijakan agar ekonomi domestik tetap tangguh menghadapi guncangan eksternal, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih kuat,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, Rabu (17/12/2025).

Meski begitu, Perry mencatat bahwa perekonomian global dalam jangka pendek mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan, meskipun ketidakpastian masih menghantui. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 diperkirakan mencapai sekitar 3,2%.

“Perbaikan ini didorong oleh pertumbuhan ekonomi Jepang dan India yang cukup kuat, didukung oleh konsumsi rumah tangga dan kebijakan stimulus fiskal. Sementara itu, ekonomi kawasan Eropa tetap stabil, ditopang oleh konsumsi, investasi, serta kondisi ketenagakerjaan yang membaik,” tambahnya.

Untuk tahun 2026, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan kembali melambat menjadi 3%. Perlambatan ini dipicu oleh dampak dari kebijakan tarif resiprokal antara Amerika Serikat dengan mitra dagangnya, serta masih rentannya rantai pasok global.

“Ekonomi AS pada 2025 masih mengalami perlambatan akibat dampak shutdown pemerintahan sementara dan pelemahan di pasar tenaga kerja. Sementara itu, prospek ekonomi Tiongkok juga terus melambat karena permintaan domestik yang masih lemah,” jelas Perry.

Di sisi pasar keuangan global, suku bunga kebijakan moneter AS (Fed Fund Rate) mengalami penurunan sebesar 25 basis poin menjadi 3,50-3,75% pada Desember 2025. Namun, ke depan, BI memperkirakan penurunan suku bunga AS akan lebih terbatas.

“Yield US Treasury untuk tenor 2 tahun cenderung naik, sedangkan yield US Treasury 10 tahun tetap tinggi seiring dengan tingginya utang pemerintah AS. Kondisi ini membuat indeks dolar AS tetap menguat, yang pada akhirnya membatasi aliran modal asing ke negara berkembang,” pungkasnya.

Di tengah dinamika ekonomi global yang tidak pasti, BI terus memperkuat sinergi kebijakan baik di dalam negeri maupun dalam kerangka kerja sama internasional. Dengan begitu, ketahanan ekonomi Indonesia dapat terjaga dan tetap mampu tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi negara berkembang lainnya.

Menurut data riset terbaru dari International Monetary Fund (IMF) pada Oktober 2025, pertumbuhan ekonomi negara berkembang diperkirakan hanya sebesar 3,8% pada 2025 dan 3,6% pada 2026. Sementara itu, Bank Dunia mencatat bahwa arus modal ke emerging markets mengalami penurunan 12% pada kuartal III-2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terutama karena ketatnya likuiditas global dan ekspektasi suku bunga tinggi di AS.

Sebuah studi kasus dari negara India menunjukkan bahwa keberhasilan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan global didukung oleh konsumsi rumah tangga yang kuat dan kebijakan fiskal yang ekspansif. Konsumsi rumah tangga India tumbuh sekitar 6,2% pada kuartal II-2025, menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi yang mencapai 7,1% (yoy). Hal ini menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia, bahwa penguatan permintaan domestik menjadi kunci dalam menjaga ketahanan ekonomi saat eksternalitas global memburuk.

Untuk menghadapi ketidakpastian global, Indonesia perlu terus memperkuat fundamental ekonomi makro, menjaga stabilitas nilai tukar, dan memperdalam pasar keuangan domestik. Kebijakan fiskal yang tepat sasaran dan berkelanjutan, serta reformasi struktural di sektor riil, menjadi kunci utama dalam membangun ekonomi yang tidak hanya tumbuh, tetapi juga inklusif dan tangguh. Dengan sinergi yang kuat antara kebijakan moneter, fiskal, dan struktural, Indonesia siap menghadapi tantangan global dan menjadikan krisis sebagai peluang untuk bangkit lebih kuat.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan